Pertanggal 31 Juli 2022, Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memblokir beberapa layanan website yang dianggap belum mendaftar PSE (Penyelenggara Sistem Elektronik). Salah satunya adalah layanan games Steam dan layanan keuangan PayPal. Bagi Kementerian Komunikasi dan Informatika, pemblokiran yang dilakukan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang termuat dalam Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 yang dikuatkan dengan Permenkominfo Nomor 5 Tahun 2020.
Beberapa hari sebelumnya, Kominfo bahkan mengancam akan memblokir layanan yang sudah menjadi kebutuhan masyarakat Indonesia, seperti Google, WhatsApp, Youtube, dan lain-lain. Alasannya sama, karena platform-platform tersebut belum mendaftar di sistem PSE milik Kominfo. Namun untunglah, menjelang durasi waktu yang ditentukan Kominfo, layanan-layanan tersebut akhirnya melunak untuk mendaftar PSE.
Lepas dari itu semua, ada beberapa kritik yang bisa diberikan, baik kepada layanan developer dan platform digital, maupun kepada Kominfo sendiri.
Bagi layanan developer dan platform digital, saya pribadi setuju bahwa mereka semua harus tunduk mengikuti aturan dan masuk dalam kedaulatan hukum Indonesia. Ketika pemerintah menyusun suatu aturan dan payung hukum, seluruh platform harus dan wajib untuk tunduk mengikuti aturan tersebut, termasuk diantaranya aturan pendaftaran PSE ini. Konsep pemerintah dalam hal ini sudah tepat, walau implementasinya masih dibutuhkan perbaikan sebagaimana akan dijelaskan berikut.
Sebagai negara hukum, sudah sepantasnya Indonesia tidak tunduk pada dominasi platform-platform milik asing. Mereka lah yang harus tunduk pada peraturan perundang-undangan di Indonesia. Ini sudah tepat. Namun implementasinya kurang begitu baik.
Saat dilakukan pemblokiran, pemerintah melalui Kominfo tidak memberikan jeda waktu yang jelas sehingga para pengguna layanan (user) pada platform yang diblokir dirugikan atas pemblokiran tersebut. Misalnya para pengguna PayPal. Mereka tidak sempat memindahkan dana yang tersimpan dalam sistem PayPal. Walaupun pada akhirnya Kominfo membuka blokir PayPal secara terbatas untuk 5 hari, namun ini menjadi bahan pembelajaran agar Kominfo lebih bijak sebelum melakukan pemblokiran suatu layanan, utamanya yang berkaitan dengan keuangan.
Selain itu, pemblokiran ini juga kontra-produktif bagi pengguna di Indonesia. Para pengguna tidak disediakan substitusi atas layanan yang diblokir, sehingga tidak heran para pengguna menggaungkan hastag #blokirkominfo sebagai reaksi atas pemblokiran yang dilakukan.
Sebelum melakukan pemblokiran, ada baiknya pemerintah memberikan bantuan bagi para developer domestik untuk mengembangkan suatu layanan dan platform digital sebagai substitusi dari setiap layanan dan platform milik asing.
Belajar dari negeri tirai bambu, sebelum mereka memblokir Google, mereka telah menyediakan layanan Baidu sebagai substitusinya. Sebelum mereka memblokir Youtube, sudah disiapkan Youku sebagai penggantinya. Sebelum mereka memblokir Instagram, sudah disiapkan Weibo. Sebelum mereka memblokir WhatsApp, sudah ada WeChat. Sebelum memblokir PayPal, sudah menjamur layanan AliPay. Sebelum memblokir Netflix, sudah disiapkan iQiyi.
Sehingga ketika pemerintah Tiongkok (China) memblokir layanan dan platform milik Barat, rakyat Tiongkok sudah terbiasa dengan substitusinya. Ini sangat penting. Saya pribadi mendukung penguatan layanan dan platform milik domestik seperti di Tiongkok sana, namun harus dilakukan suatu upaya yang strategis dan harus dimulai dari sekarang.
Pembiasaan masyarakat Indonesia untuk beralih ke layanan domestik harus sudah dimulai jauh-jauh hari, sehingga saat tiba waktunya layanan asing ini membandel tidak mau mengikuti aturan hukum di Indonesia, pemerintah bisa dengan leluasa memblokirnya. Sekian.
~~~~~~~~~~~~~~~
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri
(idikms@gmail.com)
~~~~~~~~~~~~~~~