Deskripsi Isu

Urutan pendaftaran perkara di Pengadilan Negeri, sebetulnya sudah sesuai dengan asas peradilan yaitu cepat, sederhana, dan berbiaya ringan. Seseorang yang mendaftarkan perkara ke pengadilan sudah diarahkan dengan sistem pendaftaran online melalui e-court, prosesnya sederhana karena bagi pemohon atau penggugat pribadi akan dibantu pendaftaraannya di meja PTSP (Pelayanan Terpadu Satu Pintu). Biaya yang dikenakan juga ringan, bahkan bagi masyarakat kurang mampu bisa mengajukan permohonan prodeo yang artinya biaya perkara akan ditanggung seluruhnya oleh negara.

Asas cepat, sederhana, dan berbiaya ringan ini tidak sepenuhnya berjalan baik, utamanya dibeberapa lini administrasi. Penulis akan memfokuskan permasalahan ini hanya pada satu aspek saja yang sering dikeluhkan oleh pengunjung pengadilan, yaitu ketidakpastian jadwal sidang. Bukan ketidakpastian dalam tanggal, namun ketidakpastian pada jam sidang. Tidak jarang, seorang penggugat ataupun saksi, harus menunggu lebih dari 3 jam di pengadilan, hanya untuk menunggu waktu sidang. Itupun bukan karena ada antrian di ruang sidang, namun karena kurang perhatiannya dari beberapa pelaku di pengadilan seperti hakim dan panitera, ditambah dengan sistemnya yang belum terbentuk.

Penulis akan menguraikannya dengan suatu ilustrasi berikut:

Misalnya si A sudah melalui serangkaian administrasi pendaftaran perkara dalam hal gugatan. Setelah membayar biaya perkara dan lain sebagainya, maka sistem di e-court maupun dalam SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) akan mengirimkan email otomatis kepada emailnya A. Selain melalui email, si A ini juga akan dihubungi oleh Panitera Pengganti dalam  persidangan yang akan dilaksanakan. Misalkan telah diatur bahwa jadwal sidangnya tanggal 1 Januari, dan pasti akan tersetting melalui email yang dikirim itu adalah tanggal 1 Januari, pukul 9 pagi. Begitu sistem otomastinya.

Ketika si A datang pada tanggal 1 Januari, pukul 9 pagi, biasanya—sekali lagi—biasanya, si A akan diarahkan ke ruang tunggu sidang. Memang, panitera pengganti dan hakim akan menunggu pihak tergugat (misalnya B) agar persidangan bisa dimulai. Namun jika si B tidak hadir, maka tidak ada kepastian bagi si A untuk menunggu berapa lama di pengadilan.

Penulis yang juga duduk dibagian PTSP pengadilan, sering mendapat keluhan bagaimana ia menunggu berjam-jam lamanya, sementara hakim dan panitera pengganti hanya mau melayani persidangan saat pihak tergugat telah hadir, atau jika sudah ditunggu lama namun tidak kunjung datang. Pertanyaannya sederhana, sampai berapa jam si A akan menunggu? Apakah harus tetap berjam-jam tanpa kepastian?

 

Dampak Isu

Ada beberapa dampak yang bisa ditimbulkan jika persoalan ini tidak diatasi, diantaranya:

  1. Para pencari keadilan akan mulai mempertanyakan asas peradilan, utamanya asas cepat dan sederhana;
  2. Hal ini akan memberikan kesan bahwa pengadilan mengulur-ulur waktu sidang;
  3. Amarah para pengunjung sidang tidak akan terbendung dan akan diluapkan kepada pegawai dibagian depan, misalnya pegawai di PTSP dan bagian piket, serta bagian kebersihan.

 

Penyebab Isu

Dari pengamatan penulis akan isu ini, ada beberapa penyebab yang jelas memberikan kontribusi besar pada ketidakjelasan jadwal sidang ini, yaitu:

  1. Tidak adanya aturan hukum, utamanya dalam hukum formil atau hukum acara tentang durasi waktu para pihak menunggu dan menyatakan pihak lawannya dinyatakan tidak hadir.
  2. Pola pikir hakim dan panitera pengganti yang—karena penyebab nomor pertama diatas—tidak responsif melihat pihak menunggu sudah terlalu lama.

 

Teknik Analisis Isu

Dalam hal ini, teknik yang penulis gunakan untuk menganalisis isu ini adalah dengan pendekatan fishbone diagram. Teknik ini sebetulnya menarik suatu isu berdasarkan sebab akibat. Dari isu yang penulis jabarkan diatas, dapat dibuat suatu tabel berikut:

 

Rekomendasi Isu

Dari isu yang penulis jabarkan diatas, ada beberapa rekomendasi yang bisa penulis berikan:

  1. Adanya kekosongan hukum ini, Mahkamah Agung bisa membuat suatu peraturan tentang batas waktu pihak tergugat untuk hadir di Pengadilan, misalnya jika melewati waktu satu jam dari jadwal sidang yang telah ditentukan, maka tergugat dianggap tidak hadir dan persidangan akan dimulai tanpa kehadiran tergugat. Aturan ini bisa dituangkan melalui Peraturan Mahkamah Agung (PERMA).
  2. Membuat sistem tunggu persidangan, sehingga penggugat yang sudah datang bisa mengisi dalam sistem tersebut dan jika sudah melebihi batas waktu sebagaimana diatur dalam rekomendasi nomor 1, maka sidang akan otomatis dimulai, apakah dengan agenda pemeriksaan bukti dan saksi atau sidang akan ditunda.

 

~~~~~~~~~~~~~~~

Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri

(idikms@gmail.com)

~~~~~~~~~~~~~~~