SOAL UTS
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Isilah soal-soal berikut disertai jawaban yang selaras dengan soal, logis dan argumentatif.
- Sebagaimana ramai diberitakan di media, bahwa terjadi kecerobohan dan keteledoran yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pelaksanaan Pilkada di NTT.[1] Bahwa ternyata, ada satu kandidat calon bupati yang lolos proses pendaftaran di KPU, kemudian melakukan kampanye berbulan-bulan, hingga keluar sebagai bupati terpilih di Kabupaten Sabu Raijua, NTT.
Beberapa bulan yang lalu, baru diketahui bahwa bupati terpilih tersebut ternyata memiliki paspor Amerika. Kita ketahui bersama bahwa “paspor” adalah salah satu jenis dari suatu identitas yang sah yang dikeluarkan oleh suatu negara. Dengan dia memiliki paspor Amerika, maka secara otomatis dia memiliki kewarganegaraan ganda, yaitu berkewarganegaraan Indonesia dan Amerika.
Bolehkah seseorang di Indonesia memiliki dua kewarganegaraan (dwi kewarganegaraan atau kewarganegaraan ganda)? Berikan dasar hukum (baca: di pasal berapa) yang mengatur hal tersebut dalam UU Kewarganegaraan? (POIN 5)
Karena kedapatan bupati ini memiliki paspor Amerika, maka ada pihak yang mengajukan gugatan kasus tersebut ke Mahkamah Konstitusi. Silahkan saudara cari, putusan nomor berapa MK memutus perkara tersebut?[2] Silahkan sebutkan para pihak yang bersengketa dalam kasus tersebut (baca: jelaskan siapa pihak pertama, siapa pihak kedua), jelaskan objek sengketanya, dan tulis isi amar putusan dari hakim Mahkamah Konstitusi. (POIN 5)
Analisislah putusan MK tersebut dengan tolak ukur UU Kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia. (POIN 20)
- Eks-WNI yang secara sukarela berangkat untuk “berjihad” bersama Islamic State of Iraq and Sham (ISIS) atau dalam bahasa Arab disebut sebagai ad-Dawlah al-Islamiyah fil Iraq wa asy-Syam, sebagiannya masih tertahan di perbatasan Irak/Suriah dan Turki. Mereka tidak bisa kembali pulang ke Indonesia karena dalam sudut pandang UU Kewarganegaraan, orang-orang tersebut telah nyata berkhianat kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Apa dasar hukum dari hilangnya kewarganegaraan eks-WNI yang bergabung dengan ISIS tersebut? Sebutkan dan jelaskan pasal di UU Kewarganegaraan yang mengatur tentang hal ini. (POIN 5)
Kewenangan diterima atau tidaknya seseorang sebagai WNI, merupakan kewenangan mutlak dari Presiden. Apakah terhadap eks-WNI yang bergabung dengan ISIS tersebut masih terbuka peluang untuk bisa kembali ke Indonesia dan menjadi WNI kembali? Jika bisa, bagaimana prosedurnya? (POIN 5)
- Ada seorang laki-laki Warga Negara Indonesia (WNI) yang berangkat merantau di Kualalumpur, Malaysia. Saat di Malaysia, laki-laki WNI ini menghamili seorang perempuan di Malaysia, diluar perkawinan yang sah. Saat diketahui bahwa perempuan yang dia kenal tersebut ternyata mengandung anaknya, si laki-laki WNI ini kabur dan pulang ke Indonesia. Usut punya usut, ternyata si perempuan yang di hamili laki-laki WNI tersebut tidak memiliki kewarganegaraan. Ternyata dia bukan warga negara Malaysia, dia adalah imigran gelap yang sama-sama merantau di Kualalumpur, dan sialnya lagi, dia tidak memiliki kewarganegaraan (apartide).
Pertanyaannya, jika 9 bulan kemudian anak tersebut lahir, bagaimana kedudukan dan status kewarganegaraan anak tersebut? Apakah dia menjadi apartide (tidak memiliki kewarganegaraan), atau dia hanya menjadi warga negara Malaysia saja, atau dia diakui sebagai WNI saja, atau bahkan anak tersebut diakui sebagai warga negara Malaysia dan Indonesia sekaligus (bipartide atau dwi kewarganegaraan)? Jelaskan dan analisislah dalam perspektif UU Kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia. (POIN 20)
- Pertentangan antara negara dan Islam, sampai saat ini masih menjadi polemik yang berlarut-larut. Beberapa pihak—sebut saja eks-Ormas Islam Front Pembela Islam—masih menghendaki penegakan syariat Islam di Indonesia. Sebagaimana pernah dijelaskan saat proses perkuliahan, negara Indonesia didasarkan pada negara Pancasila, bukan negara yang berlandaskan agama atau kesukuan. Negara ini milik bersama, bukan hanya milik umat Islam, umat Katolik, umat Kristen, umat Buddha, umat Hindu, atau bukan pula hanya milik Konghucu.
Namun anehnya, sistem hukum Islam sebagian besar berlaku di Indonesia. Banyak produk-produk hukum di Indonesia yang dilandaskan pada aturan agama, sebut saja UU Perkawinan, Kompilasi Hukum Islam, UU Pelaksanaan Haji, UU Pelaksanaan Zakat, UU Perbankan Syariah, UU Pesantren, dan banyak produk hukum lainnya, bahkan hingga Qanun Jinayah yang berlaku di Aceh. Pertanyaannya:
Mengapa sistem hukum Islam bisa berlaku di Indonesia? Apakah sistem hukum Islam bertentangan dengan Pancasila? Apa perbedaan dari Syariat Islam, Fiqh, dan Qanun? (POIN 5)
Jika Islam nyatanya memiliki produk hukum sendiri yang disahkan di DPR, apakah boleh agama lain, sebut saja Katolik misalnya, membuat suatu produk hukum yang bernuansa Katolik di Indonesia? Apa parameter suatu produk hukum di Indonesia bertentangan atau tidak bertentangan dengan Pancasila? (POIN 10)
- Masyarakat Papua mungkin sudah tidak asing lagi jika diperdengarkan istilah Organisasi Papua Merdeka (OPM). Beberapa minggu yang lalu, terjadi perubahan istilah atau redefinisi terhadap kelompok tersebut. Pemerintah Pusat Republik Indonesia secara sah merubah istilah kelompok tersebut dari yang semula Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) menjadi Kelompok Separatis Teroris (KST).
Saudara sebagai mahasiswa yang belajar aturan tentang kewarganegaraan, dengan adanya redefinisi tersebut, analisislah apakah orang-orang yang berafiliasi dengan KST masih diakui sebagai warga negara Indonesia? (POIN 5)
Selain orang-orang yang terlibat langsung dan berafiliasi dengan KST, banyak disaksikan di media, sebagian kecil masyarakat Papua yang—mohon maaf dalam tanda petik—mendukung gerakan tersebut. Terlihat misalnya puluhan mahasiswa dari salah satu universitas di Papua turun ke jalan raya dan menuntut referendum bagi Papua. Menurut saudara, apakah orang-orang tersebut bisa bermasalah dalam hal kewarganegaaan jika kita tarik dalam sudut pandang aturan di UU Kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia? (POIN 5)
- Salah satu hak warga negara yang diatur dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI 1945), bahwa negara menjamin persamaan hak setiap warga negara dihadapan hukum, tanpa adanya diskriminasi. Namun sebagaimana pernah disampaikan dalam proses perkuliahan, bahwasanya dalam realita yang ada (das sein) terjadi diskriminasi yang sangat kuat, dan itu dirasakan oleh warga minoritas. Baru-baru ini, terdapat kasus penggusuran suatu situs makam leluhur yang diagungkan oleh masyarakat yang beragama Sunda Wiwitan (suatu kepercayaan lokal), di kawasan Kabupaten Kuningan, Cirebon, Jawa Barat.[3]
Tidak tanggung-tanggung, yang melakukan diskriminasi tersebut dilakukan oleh perangkat negara, yaitu Pemerintah Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pemda Kuningan menyegel situs makam leluhur tersebut, karena adanya desakan dari beberapa organisasi Islam yang menganggap bahwa makam tersebut menjadi ajang kemusyrikan (suatu hal yang dianggap menyekutukan Tuhan).
Pertanyaannya, bagaimana negara bisa memulihkan hak-hak warga lokal beragama Sunda Wiwitan tersebut? (POIN 15)
[1] Bupati Terpilih di NTT Ternyata Warga Negara AS”, https://www.kompas.com/tren/read/2021/02/03/130500665/bupati-terpilih-di-ntt-ternyata-warga-negara-as-apakah-kewarganegaraan?page=all, diakses pada tanggal 23 April 2021, pukul 21:30.
[2] Silahkan buka portal resmi Mahkamah Konstitusi pada bagian Putusan, melalui laman: https://www.mkri.id/index.php?page=web.Putusan&id=1&kat=1&menu=5
[3] “Makam Sunda Wiwitan Disegel, Dikeroyok Negara dan Kaum Intoleran”, https://tirto.id/makam-sunda-wiwitan-disegel-dikeroyok-negara-dan-kaum-intoleran-fTXc, diakses pada tanggal 23 Mei 2021, pukul 22:25.
SOAL UAS
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
Isilah soal-soal berikut disertai jawaban yang selaras dengan soal, logis dan argumentatif. Pertanyaan UAS dibawah ini semuanya berbentuk argumentasi pribadi setiap mahasiswa, sehingga tidak dimungkinkan ada jawaban yang sama persis.
Soal-soal UAS ini menguji tingkat integritas mahasiswa sebagai seorang Warga Negara Indonesia. Meskipun seluruh jawaban dari soal UAS dibawah ini merupakan argumentasi pribadi dan subjektif setiap mahasiswa, namun penilaian diberikan terhadap jawaban-jawaban yang paling logis.
- Investigasi bersama Greenpeace International dengan Forensic Architecture menemukan dugaan anak usaha perusahaan Korea Selatan, Korindo Group di Papua melakukan pembakaran hutan di provinsi itu secara sengaja untuk usaha perkebunan kelapa sawit. Mengutip rilis dari situs Greenpeace, perusahaan Korindo memiliki perkebunan kelapa sawit terbesar di Papua dan telah menghancurkan sekitar 57.000 hektare hutan di provinsi tersebut sejak 2001, hampir seluas Seoul, ibu kota Korea Selatan.[1]
Namun terlepas pro-kontra atas kasus tersebut, yang menjadi pertanyaan mendasar, kelompok-kelompok masyarakat di Papua (misalnya organisasi masyarakat, lembaga-lembaga, termasuk juga dari kalangan mahasiswa) justru tidak mengetahui gerak-gerik Korindo Group dalam mengelola perkebunan sawit di wilayah hutan Papua. Hal ini tentu membuat miris, karena itu berarti skema check and balances dari warga negara sebagai bagian dari negara demokrasi belum terwujud di tanah Papua. Bahkan, rekan-rekan jurnalistik di Papua juga belum sepenuhnya optimal sebagai pilar demokrasi dalam mengawasi kinerja pemerintahan.
Adanya dugaan pembalakan hutan oleh perusahaan asal Korea Selatan tersebut tentu diawali dari pemberian izin yang serampangan dari beberapa oknum di pejabat pemerintahan daerah. Hal ini seharusnya dapat diawasi oleh segenap komponen masyarakat dan kalangan jurnalistik termasuk juga mahasiswa, sehingga pemerintahan daerah bisa diawasi secara langsung oleh rakyat.
Kurangnya kesadaran masyarakat dalam mengawasi kinerja pemerintahan menjadi pintu masuknya perilaku KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme) di kalangan pejabat. Jika saudara adalah seorang dosen atau pejabat di suatu universitas, bagaimana teknik dan cara yang bisa saudara lakukan terhadap mahasiswa saudara dalam membangun kesadaran kolektif agar seluruh mahasiswa bisa tetap menjadi agen sosial dalam mengawasi pemerintahan? Bagaimana cara menumbuhkan sikap peduli dikalangan mahasiswa terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara?
- Sebagian warga negara Indonesia mengalami sikap pesimistis yang akut terhadap negaranya sendiri. Seolah-olah, Indonesia adalah negara paling miskin dan tidak layak menjadi negaru maju. Indonesia—bagi mereka—dianggap sebagai negara gagal dan tidak mungkin bersaing di kancah dunia. Pemikiran orang-orang semacam ini selalu buruk terhadap negaranya sendiri, sehingga sebetulnya keberadaan mereka justru menjadi beban bagi kemajuan bangsa dan negara.
Hal yang paling logis mengapa sebagian masyarakat Indonesia masih menganggap remeh terhadap negaranya sendiri, disebabkan karena kurangnya pengetahuan mereka terhadap Indonesia (baca: kurangnya wawasan nusantara). Mereka hanya mengaku sebagai warga Indonesia, tapi sebetulnya mereka tidak mengenal sama sekali tentang Indonesia. Mereka tinggal di Indonesia, tapi mereka tidak pernah melihat Indonesia.
Jika merujuk dari data-data yang ada (tentu saja ini data-data sebelum pandemi Covid-19), Indonesia sebetulnya sudah sangat kuat secara ekonomi untuk bersaing di tingkat dunia. Dari perhitungan Produk Domestik Bruto (PDB) atau Gross Domestic Product (GDP), Indonesia menduduki peringkat 16 besar ekonomi dunia pada tahun 2020.[2] Bahkan lebih lanjut, Indonesia merupakan negara penguasa ekonomi di Asia Tenggara dengan total PDB atau GDP sebesar 1,02 Triliun dollar Amerika Serikat, serta masuk 5 besar ekonomi raksasa Asia, setelah China, Jepang, India, dan Korea Selatan.[3]
Dalam beberapa analisis ekonomi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional, sebut saja World Economic Forum, Indonesia diproyeksikan masuk dalam jajaran 5 besar ekonomi dunia pada tahun 2024 (analisis ini sebelum adanya pandemi covid-19).[4] Lebih jauh dari itu, Standard Chartered Plc—sebuah perusahaan jasa keuangan multinasional yang berpusat di London—merilis proyeksi jangka panjang yang menyebutkan Indonesia akan berada di posisi 4 (empat) besar ekonomi dunia pada tahun 2030.[5]
Informasi-informasi semacam ini tentu tidak pernah didapatkan oleh mereka-mereka yang setiap hari sangat pesimistis terhadap negaranya sendiri. Akses informasi mereka hanya terbatas pada berita-berita buruk tentang Indonesia. Orang-orang pesimistis semacam ini, setuju ataupun tidak, menjadi benalu dalam kemajuan berpikir bangsa Indonesia. Mereka menganggap remeh kemampuan Indonesia, padahal diri mereka sendirilah yang menjadi penghambat kemajuan Indonesia.
Perlu adanya dorongan motivasi dan optimisme untuk melihat Indonesia kedepan. Dogma-dogma yang diyakini sebagian masyarakat yang menganggap hina negaranya sendiri harus dibuang jauh-jauh. Saudara sebagai seorang pendidik, bagaimana cara pengajaran yang strategis, yang bisa saudara lakukan untuk memberikan energi positif dan optimisme tentang Indonesia kepada anak didik saudara?
- Seorang mahasiswa di salah satu universitas swasta di Kota Bandung, Jawa Barat, merupakan mahasiswa yang malas kuliah. Dia tidak pernah mengikuti perkuliahan, tidak pernah mengerjakan tugas, dan tidak mengikuti ujian tengah semester (UTS). Jelas menurut aturan universitas, dia tidak diizinkan mengikuti ujian akhir semester (UAS) karena tingkat kehadirannya kurang dari 75%. Maka pantaslah, dosen memberikan nilai E kepada mahasiswa tersebut.
Namun mahasiswa yang bersangkutan tidak terima dengan pemberian nilai tersebut. Dia mendatangi dosennya dan melakukan lobi agar dirinya diistimewakan. Dia beralasan, bahwa dia telah membayar biaya kuliah. Dalam pandangannya, mahasiswa yang telah lunas membayar biaya kuliah berhak mendapatkan nilai baik walaupun tidak pernah mengikuti perkuliahan. Entah darimana doktrin itu berasal, tapi dia meyakini itu. Dengan alasan konyolnya itu, jelas, dosen dengan tegas menolak lobi yang dilakukan oleh mahasiswa tadi.
Berada diujung tanduk, kemudian mahasiswa tersebut mengeluarkan senjata ampuh khas kebanyakan oknum pejabat di Indonesia, yaitu pelicin. Dia memberikan beberapa lembar uang bergambar Soekarno-Hatta untuk merayu agar dosen berubah pikiran.
Jika saudara berkedudukan sebagai dosen tersebut, apa yang akan saudara lakukan? Bagaimana pula saudara sebagai pendidik mengajari nilai-nilai integritas terhadap mahasiswa yang bersangkutan?
- Fenomena masyarakat kita yang merendahkan produk dalam negeri hampir terjadi di banyak daerah, utamanya di kota-kota besar. Mereka lebih memilih membeli produk asing ketimbang ikut serta dalam pertumbuhan ekonomi nasional melalui pembelian produk domestik.
Sebagian besar diantaranya bahkan tidak mengetahui ternyata produk-produk disekitarnya merupakan produk yang lahir dari tangan-tangan anak negeri. Mereka sudah sangat apatis terhadap produk dalam negeri, sehingga menganggap bahwa produk-produk berkualitas pastilah dibuat di luar negeri. Pemikiran semacam ini, lagi-lagi, menjadi beban bagi kemajuan Indonesia.
Brand-brand terkenal yang bukan hanya besar di Indonesia tapi juga sudah merambah di hampir banyak negara di dunia, sebut saja: Lea Jeans; J.Co Donuts; Polygon; Specs; Hoka-Hoka Bento; Edward Forrer; Buccheri; Terry Palmer; The Executive; Eagle; Tomkins; Essenza, NHK; KYT; ProSpeed; R9 Exhaust; FDR; Corsa; adalah beberapa produk asli dari Indonesia yang bisa saudara temui di banyak mall di kota-kota besar dunia, serta sering menjadi brand yang menjadi sponsor di kejuaraan dunia.
Untuk produk-produk menengah yang paling sering dijumpai, sebut saja: Polytron; Eiger; Le Minerale; GT Radial; La Fonte; Cosmos; Sanken; California Fried Chicken (CFC); sering dianggap sebagai produk asing, padahal nama-nama tersebut tercipta dari tangan-tangan kreatif anak bangsa. Beberapa produk familier lainnya seperti: Indomie (bahkan semua produk dalam PT. Indofood); Silver Queen; Tolak Angin; Nutrisari; Kopi Kapal Api; Extra Joss; Kopiko; Kacang Dua Kelinci; Martha Tilaar; Maspion; Miyako; ternyata menjadi penguasa pasar di banyak negara di dunia.
Sikap merendahkan terhadap produk dalam negeri jelas merupakan bentuk dari kebodohan. Banyak produk-produk hebat dari Indonesia yang sudah mendunia, namun tidak dikenal oleh bangsanya sendiri. Dalam hubungan berbangsa sebagai seorang warga negara, bagaimana sikap yang bisa saudara lakukan untuk mendukung produk-produk dalam negeri agar bisa terus tumbuh dan berkembang sehingga memberikan manfaat ekonomi bagi Indonesia?
- “Mana bisa Indonesia buat pesawat, kalopun iya, paling sekali terbang langsung jatuh”, itulah sepenggal kalimat kurang ajar yang dilontarkan oleh beberapa masyarakat Indonesia, dan ternyata kalimat itu terdengar langsung oleh BJ. Habibie, seorang ilmuan asal Sulawesi jebolan Institut Teknologi Bandung (ITB) yang dikenal di Eropa dengan teorinya “Keretakan Pesawat”.
Saat Habibie diminta untuk kembali dari Jerman dan berkarier di Indonesia oleh Presiden Soeharto, awalnya Habibie menolak. Bagi Habibie, proyek pembuatan pesawat yang digagas Soeharto hanyalah pencitraan dan komoditas politik semata. Selain itu, Habibie juga sering mendapatkan antipati dari bangsanya sendiri, bahwa sebagian rakyat Indonesia saat itu sangat pesimistis dengan kemampuannya sendiri.
Karena ancaman dan paksaan dari pemerintah, Habibie pun pulang ke Indonesia dan bergabung dalam proyek pembuatan pesawat di PT. Dirgantara Indonesia, dengan proyek awal pesawat bernama N250 Gatotkaca. Setelah selesai menyelesaikan proyek tersebut, apa yang dibayangkan Habibie benar-benar terjadi. Proyek pembuatan pesawat itu hanyalah pencitraan politik dan tidak dilanjutkan dalam industri besar.
Kasus Habibie bukanlah satu-satunya di Indonesia. Ribuan orang-orang hebat di Indonesia bahkan terpaksa berkarier di luar negeri, karena setidaknya 2 alasan: tidak difasilitasi oleh negara; dan tidak mendapatkan simpati dari bangsanya sendiri.
Nama-nama seperti Reynold Tagore, Ronny Gani, Griselda Sastrawinata, Rini Sugianto, Andre Surya, adalah beberapa nama saja yang menjadi kunci sukses perfilm-an Hollywood Amerika dan selalu menjadi langganan industri film raksasa dunia dalam bidang editing film dan animator.
Nama-nama lain seperti Joe Taslim, Dita Karang, Niki Zefanya, Rich Brian, Stephanie Poetri, Agnes Monica, hanyalah beberapa nama saja yang lebih mesra berkarier di luar negeri dalam bidang akting dan musik. Ahli-ahli IT yang berhasil menjebol beberapa situs penting di dunia bahkan sekarang sudah berkarier dan menduduki jabatan tinggi di beberapa perusahaan raksasa seperti Google. Belum lagi nama-nama seperti Steven Wong, Yoshi Sudarso, Loudi, Claudia Santoso, Yannie Kim, yang menghiasi nama-nama Indonesia di kancah dunia. Yang terbaru, kita mendengar nama Indra Rudiansyah yang merupakan mahasiswa S3 di Universitas Oxford, Inggris, yang menjadi salah satu orang dibalik suksesnya pembuatan vaksin Covid-19, AstraZeneca.
Pemenang kompetisi olimpiade science dunia juga sering berasal dari Indonesia, dan juga dalam kejuaraan robotik dunia sering direbut oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia. Namun selanjutnya bagaimana? Mereka tidak mendapatkan perhatian lagi. Termasuk produk pembuatan mobil oleh anak SMK, lagi-lagi hanya sebagai komoditas politik. Mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang berhasil membuat mobil listrik dan juga mobil berbahan bakar air, hanya diapresiasi dengan pengurangan biaya kuliah saja. Termasuk juga Ridwan Kamil yang awal-awal berkarier sebagai arsitek bangunan, itu juga di luar negeri, karena dianggap profesinya tidak terlalu penting di Indonesia. Belum lagi dibidang atletik, dan lain sebagainya dan lain seterusnya.
Harus kita akui, sebagian dari ribuan orang-orang hebat Indonesia yang berkarier di luar negeri merupakan kesalahan kita sendiri. Kita tidak pernah menghargai karya mereka. Kita selalu menganggap remeh kemampuan bangsa kita sendiri. Kita sebagai orang Indonesia, ternyata tidak pernah mengenal bangsa ini secara utuh. Sikap antipati dari kebanyakan masyarakat inilah yang mengantarkan kita mendapatkan para pejabat yang sama-sama antipati.
Pertanyaannya, bagaimana cara kita menyadarkan masyarakat untuk selalu menghargai karya apapun yang lahir dari tangan-tangan kreatif anak bangsa? Selain itu, saudara sebagai seorang pendidik, bagaimana cara yang akan saudara lakukan untuk mengajarkan sikap atau rasa menghargai dan mengapresiasi di kalangan para siswa?
- Di era teknologi sekarang, Indonesia juga tidak pernah kalah dengan negera-negara lain. Saat negara-negara maju mengenalkan teknologi 5G, Indonesia juga menjadi deretan negara-negara awal yang mengadopsinya. Bahkan di beberapa spot di kota-kota penting di Jawa, akses 5G sudah bisa dirasakan. Lebih dari itu, beberapa negara sekarang ini sedang dalam pengembangan teknologi 6G, dan ternyata salah satunya adalah Indonesia. Berpusat di Bukit Algoritma di Jawa Barat, Indonesia mencanangkan diri sebagai negara pusat teknologi masa depan. Calon ibu kota baru Indonesia di pulau Kalimantan juga digadang-gadang menjadi kota paling pintar (smart city) di dunia.
Selain itu, perusahaan-perusahaan startup dibidang IT yang juga tembus sebagai perusahaan unicorn (perusahaan dengan valuasi USD 1 Miliar atau Rp. 140 Triliun) bermunculan di Indonesia. Sebut saja Gojek; Traveloka; Bukalapak; Tokopedia; Ovo; J&T Express; menjadi perusahaan penguasa bukan hanya di Indonesia tapi juga di Asia Tenggara. E-Sport sebagai cabang olahraga baru yang diperkenalkan saat Asian Games di Jakarta beberapa tahun lalu, ternyata juga sering dijuarai oleh tim-tim Indonesia dalam banyak kompetisi, baik ditingkat Asia maupun dunia. Perusahaan-perusahaan elektronik di bidang smartphone dan laptop juga bermunculan di Indonesia, misalnya Axioo, Advan, dan Maxtron. Walaupun ketiga perusahaan tersebut kalah di negeri sendiri oleh brand-brand luar negeri seperti Samsung, Apple, Xiaomi, Oppo, dan Vivo, namun setidaknya negara dan bangsa ini terus berjuang dalam banyak sektor, termasuk teknologi.
Fakta-fakta diatas membuka mata kita, bahwa kita tidak pernah tertinggal dari negara-negara lain. Namun diantara sederet data-data tadi, hal yang menjadikan kita miris dan merasa prihatin, bahwa dalam realitanya teknologi-teknologi hebat itu tidak pernah merata dirasakan oleh seluruh warga negara Indonesia, utamanya masyarakat diluar Jawa. Jangankan akses internet 5G, untuk mendapatkan jaringan 4G yang stabil saja sulit. Jaringan listrik sebagai penggerak teknologi juga sering mati dan mengganggu aktivitas masyarakat. Lantas kemajuan tadi untuk siapa?
Kalaupun ada gagasan pembangunan pusat ruang angkasa dan roket di Biak, Papua, sampai sekarang itu masih dalam kajian dan entah akan terwujud atau tidak.
Sebagai seorang warga negara yang memiliki hak mendapatkan akses teknologi-teknologi tadi, berikan kritik dan solusi bagi pemerintah tentang persoalan ini, yaitu tentang ketidakmerataan akses teknologi dan informasi.
- Jika kita melihat berita, beberapa pejabat di negara-negara maju seperti di Jepang, akan dengan mudah mengundurkan diri dari jabatannya ketika terdengar ada isu negatif yang menghantam dirinya. Namun budaya mengundurkan diri, budaya malu, dan budaya minta maaf, sepertinya belum menjadi jati diri di kalangan pejabat di Indonesia.
Jangankan isu, seseorang yang sudah divonis bersalah oleh Pengadilan dalam perkara korupsi saja, orangnya masih bisa tersenyum lebar didepan media dan tetap tidak mau mengakui dirinya bersalah. Ini tentu mencederai integritas kita sebagai sebuah bangsa besar.
Saudara sebagai seorang pendidik, bagaimana cara saudara menanamkan budaya malu dan budaya mengakui kesalahan kepada anak didik saudara?
- Sebagian orang Indonesia selalu memperbandingkan keadaan Indonesia dengan negara lain yang tidak kompatibel. Indonesia selalu dibanding-bandingkan dengan Singapura misalnya. Padahal keduanya dalam banyak hal tidak bisa kita perbandingkan, karena yang satu negara dengan luas wilayah sangat besar dan salah satu negara dengan jumlah penduduk terbanyak di dunia, sementara yang satunya lagi merupakan negara dengan luas wilayah dan jumlah penduduk yang kecil, bahkan lebih sedikit dari penduduk Jakarta.
“Itu Singapura aja bisa jadi negara maju, masa Indonesia tetap negara berkembang”, adalah salah satu dari kalimat yang keliru. Mengapa? Karena perhitungan negara itu maju atau tidak, dihitung didasarkan PDB perkapita. Cara perhitungannya adalah total PDB dibagi dengan total jumlah penduduk. Sebanyak apapun PDB Indonesia, tetap harus dibagi dengan 270 juta penduduk. Sementara PDB Singapura yang jauh lebih kecil dari PDB Indonesia dibagi hanya dengan 6 juta penduduk saja.
Hal ini bisa digambarkan berikut: si A memiliki gaji 1 juta rupiah, dan si A ini hidup sendiri. Sementara si B memiliki gaji 5 juta rupiah, jauh lebih besar dari si A, namun si B ini sudah punya seorang istri dan 7 orang anak. Maka disini terlihat, si A lebih sejahtera dari si B, karena walaupun gajinya lebih kecil, namun pembaginya hanya untuk dirinya sendiri. Sementara si B walaupun gajinya jauh lebih besar, namun harus dibagi oleh 9 orang. Itulah gambaran umum mengapa Indonesia tidak bisa disandingkan dengan Singapura. Singapura adalah si A, sementara Indonesia adalah si B. Bahkan China yang merupakan penguasa ekonomi nomor 2 di dunia sebetulnya hanya disebut sebagai negara maju oleh media-media saja, realitanya dalam catatan WTO, China masih dikategorikan sebagai negara berkembang, karena PDB China yang besar itu harus dibagi oleh 1,5 milyar rakyatnya.
Termasuk juga komparasi Indonesia dengan Singapura yang keliru dalam hal vaksinasi Covid-19. “Wah itu Singapura vaksinasinya sudah 90%, Indonesia kok belum merata?”, merupakan suatu kesimpulan yang tidak didasarkan pada pengetahuan. Hal-hal semacam ini lahir karena kurangnya daya baca di masyarakat Indonesia. Pantas saja Indonesia masuk dalam deretan negara dengan minat baca paling buruk di dunia. Hanya dengan mendengar suatu isu saja, sebagian orang Indonesia langsung bisa mempercayai dan menyimpulkan, tanpa membaca dan menganalisisnya terlebih dahulu. Ini tentu menajadi PR kita bersama sebagai suatu bangsa.
Lagi-lagi saudara sebagai seorang pendidik, bagaimana cara saudara meningkatkan minat baca dikalangan anak didik saudara, sehingga generasi Indonesia kedepan tidak mudah termakan berita-berita bohong dan menyesatkan, serta tidak mudah menyimpulkan sesuatu tanpa ilmu?
- Percaya atau tidak terhadap keberadaan Covid-19 seharusnya sudah bukan suatu isu lagi. Namun anehnya di Indonesia, ada saja beberapa pihak yang masih tidak mempercayai keberadaan Covid-19, padahal mereka bukan ahli kesehatan.
Saat kita tidak menguasai ilmu tertentu, hal yang bisa kita lakukan adalah mempercayai pendapat dari ahlinya. Dalam hal virus Covid-19, kita hanya harus mempercayai ahli kesehatan, itupun tidak seluruh ahli kesehatan secara umum, lebih spesifik adalah ahli epidemiologi sebagai cabang khusus dalam bidang penyebaran penyakit menular.
Faktanya sekarang, ribuan ahli di seluruh negara di dunia yang latar belakangnya adalah epidemiologi, semuanya sepakat mengatakan tentang adanya Covid-19. Sehingga seharusnya kita sudah bisa memilah, ketika ada seorang dokter berlatar belakang penyakit kulit misalnya, berbicara bahwa Covid-19 itu tidak ada dan hanya konspirasi, maka kita bisa dengan mudah menyikapinya.
Namun realita di masyarakat, bahkan di pejabat pusat Indonesia, banyak orang yang bukan ahli epidemiologi namun merasa paling berilmu tentang Covid-19. Seorang menteri investasi yang tidak ada latar belakang pendidikan kesehatan utamanya dibidang epidemiologi, ternyata diangkat oleh Presiden sebagai Kepala Penanganan Covid-19 di Indonesia.
Disini pentingnya kita memiliki batasan keilmuan. Bagaimana saudara menyadari batasan keilmuan saudara sehingga saudara tidak memberikan statement dibidang yang sebetulnya saudara tidak kuasai?
- Pandemi Covid-19 hampir mengacaukan semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Banyak orang-orang yang kita kenal, tetangga-tetangga kita, saudara-saudara kita, yang telah terdampak, baik secara kesehatan maupun ekonomi. Ditengah situasi yang buruk ini, tentu sikap gotong royong dan saling membantu dikalangan warga negara menjadi mutlak dan penting. Apa yang saudara akan atau telah lakukan untuk membantu orang-orang disekitar saudara sebagai bagian dari kewajiban warga negara?
SOAL TAMBAHAN (Boleh tidak dikerjakan. Soal ini hanya sebagai perbaikan nilai jika jawaban saudara terhadap 10 soal diatas kurang maksimal)
- Buatlah list minimal 150 barang atau produk, baik yang saudara miliki didalam rumah maupun barang-barang diluar rumah, yang merupakan barang buatan orang Indonesia atau buatan perusahaan Indonesia, baik yang bermerek maupun yang tidak bermerek.
[1] “Greenpeace: Perusahaan Korsel Bakar Hutan Papua”, https://www.cnnindonesia.com, diakses pada tanggal 16 Juli 2021, pukul 19:39 WIB.
[2] “List of Countries by GDP”, https://en.wikipedia.org, diakses pada tanggal 16 Juli 2021, pukul 19:52 WIB.
[3] “GDP Tembus 1,02 Triliun, Indonesia Sah Jadi Raja Ekonomi ASEAN”, https://www.goodnewsfromindonesia.id, diakses pada tanggal 16 Juli 2021, pukul 19:55 WIB.
[4]“5 Negara Asia Masuk Rangking Teratas Global untuk PDB, Bagaimana dengan Indonesia?”, https://internasional.kontan.co.id, diakses pada tanggal 16 Juli 2021, pukul 19:57 WIB.
[5] Sakina Rakhma Diah Setiawan, “2030 Indonesia Diprediksi jadi Negara Ekonomi Terbesar Keempat di Dunia”, https://ekonomi.kompas.com, diakses pada tanggal 16 Juli 2021, pukul 20.02 WIB.