Marhaban ya Ramadhan. Selamat datang bulan penuh kemuliaan.
Saat tulisan ini dibuat, kita sudah memasuki hari ketujuh berpuasa. Gonjang-ganjing penentuan awal ramadhan dan juga hari lebaran selalu menjadi momen yang banyak ditunggu-tunggu, utamanya bagi kaum muslimin di Indonesia.
Tolak ukur yang digunakan untuk menentukan awal puasa dan hari lebaran biasanya menggunakan dua metode, yaitu metode hisab dan rukyatul hilal. Sebetulnya, dua metode ini merupakan suatu kesatuan yang tidak bisa dipisah. Rukyatul hilal jelas membutuhkan hitungan-hitungan matematis (hisab), dan hisab juga membutuhkan verifikasi faktual. Namun banyak masyarakat yang fanatik diantara salah satunya saja.
Perbedaan antara Kementerian Agama dan organisasi kemasyarakatan Muhammadiyah, sebetulnya bukan karena metodenya, tapi karena besaran kriterianya. Muhammadiyah menerapkan standar 0 derajat, dimana hasil hisab yang sudah berada diatas 0 derajat (walaupun hanya 0,01 derajat), dianggap telah memenuhi kriteria untuk memasuki bulan baru. Berbeda dengan Kementerian Agama—termasuk ormas lainnya seperti Nahdlatul Ulama—yang memiliki kriteria diatas 3 derajat dan batas minimal elongasi sebesar 6,4 derajat.
Kembali dalam pokok bahasan dalam judul, biasanya media termasuk netizen, salah mengartikan awal tanggal dalam hitungan hijriyyah. Misalnya untuk awal bulan Ramadhan tahun 1444 Hijriyyah ini, orang sering menyebut jatuh pada hari kamis tanggal 23 Maret 2023. Bagi mereka, pergantian tanggal di hijriyyah ini serupa dengan pergantian hari dalam hitungan masehi atau syamsiyyah. Padahal keduanya berbeda.
Bagi hitungan masehi atau syamsiyyah, perbedaan hari dihitung saat tengah malam (jam 00.00). Sementara hitungan hijriyyah, pergantian hari itu dihitung sejak terbenamnya matahari dan memasuki waktu malam, atau bisa juga kita sebut pada waktu maghrib.
Jadi sebetulnya, hari rabu malam kamis tepat saat maghrib (masih tanggal 22 Maret 2023), secara hitungan hijriyyah sudah memasuki bulan Ramadhan. Itulah alasan kenapa saat rabu malam kamis itu, kita sudah memulai ibadah sholat tarawih.
Begitupun nanti saat hari lebaran. Jika mengikuti hitungan hisab, kemungkinan lebaran versi Kementerian Agama akan jatuh pada tanggal 22 April 2023. Namun sejatinya, hari lebaran atau 1 Syawwal 1444 Hijriyah, dimulai sejak tanggal 21 April 2023 di saat waktu maghrib.
Kesalahan semacam ini bisa disebabkan oleh 2 hal :
- Karena ketidaktahuan. Ini mungkin saja terjadi. Beberapa teman saya bahkan ada yang baru mengetahui bahwa pergantian hari dalam hitungan hijriyyah itu dimulai sejak maghrib, bukan sejak tengah malam jam 00. Sehingga bisa jadi, beberapa awak media di Indonesia pun berpikir hal demikian.
- Karena untuk memudahkan sarana informasi. Ini bisa juga terjadi. Beberapa media mungkin sudah mengetahui hitungan pergantian hari dalam kalender hijriyyah, namun untuk memudahkan informasi, mereka tetap menjadikan tanggal masehi sebagai patokan agar masyarakat bisa menyerap informasi dengan mudah.
Namun dari tulisan ini, saya hanya ingin berbagi, bahwa sejatinya dalam hitungan hijriyyah, hitungan pergantian hari itu dimulai sejak waktu maghrib, bukan tengah malam jam 00 sebagaimana digunakan dalam hitungan masehi. Sekian.
~~~~~~~~~~~~~~
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri
(idikms@gmail.com)
~~~~~~~~~~~~~~