Sepakbola Indonesia kembali gonjang-ganjing. Pelaksanaan turnamen Piala Dunia U-20 yang sejatinya digelar di Indonesia mengalami hambatan. Beberapa pihak menolak kehadiran tim nasional Israel berlaga di Indonesia sebagai bentuk solidaritas terhadap bangsa Palestina. Drawing piala dunia yang akan digelar di Bali, jelas dibatalkan. Namun pelaksanaan piala dunia U-20 ini masih dalam lobi-lobi pemerintah. Bisa tetap berjalan, bisa juga dibatalkan. Untuk hal ini, kita tunggu saja rilis resmi dari FIFA, PSSI, dan pemerintah.

Namun yang ingin menjadi sorotan adalah, bahwa ratusan nyawa yang melayang di Stadion Kanjuruhan, Malang, masih belum mendapatkan keadilan. Pemerintah tidak serius mengusut tuntas kasus ini. Padahal ini merupakan kasus yang sangat besar, besar untuk menampung air mata ratusan orang tua di Malang Raya. Malang benar-benar menjadi kota yang malang.

Beberapa vonis pengadilan yang menghukum ringan dan bahkan membebaskan beberapa terdakwa, menuai kecaman publik. Saya tidak dalam kapasitas untuk mengkritik hasil putusan-putusan yang dimaksud. Sebagai orang yang belajar hukum, bisa jadi, putusan-putusan hakim itu didasarkan pada fakta persidangan yang fair. Tapi bisa juga hasil manipulasi. Entahlah. Namun yang jelas, hilangnya nyawa ratusan orang harus diusut hingga ada orang yang dijatuhi hukuman maksimal.

Selama nyawa 135 arek-arek Malang itu tidak jelas juntrungannya, disaat itu pula seharusnya kita berhenti berbicara tentang sepakbola. Negeri ini sangat payah dalam urusan bola.

Okelah, pengajuan tuan rumah piala dunia U-20 ini telah dilakukan pemerintah dan PSSI jauh-jauh hari, bahkan sebelum jatuhnya tragedi Kanjuruhan. Tidak masalah juga PSSI dan pemerintah fokus untuk menyukseskan acara ini, karena keberhasilan pelaksanaan piala dunia U-20 merupakan citra baik bagi bangsa dan negara Indonesia dimata dunia.

Namun apa upaya maksimal dari PSSI dan pemerintah terkait tragedi Kanjuruhan?

Hal ini tidak boleh dibiarkan berlalu saja. Presiden yang sigap memberikan keterangan pers saat gonjang-ganjing pelaksanaan piala dunia U-20 beberapa hari lalu, seharusnya juga sigap untuk memberikan dukungan penegakan hukum dalam kasus Kanjuruhan. Menkopolhukam yang ikut berkomentar saat gonjang-ganjing pelaksanaan piala dunia U-20 ini, harusnya tetap berkomentar pedas saat hasil putusan bagi terdakwa kasus Kanjuruhan dikecam publik. Beberapa putusan terkait penundaan pemilu dikritik habis-habisan oleh Menkopolhukam, tapi beliau bungkam pada putusan kasus Kanjuruhan.

Ketua PSSI yang merangkap sebagai menteri BUMN, rela naik turun pesawat ke berbagai negara nan jauh disana untuk melobi FIFA agar pelaksanaan piala dunia U-20 di Indonesia tidak dibatalkan. Beberapa exco PSSI melakukan usaha terbaiknya dalam hal ini. Namun apakah usaha serupa dilakukan saat menghadapi kasus Kanjuruhan? Itu tidak terlihat sama sekali. Kebanyakan malah terkesan mencuci tangan.

Hal-hal semacam ini yang menyinggung rasa keadilan di masyarakat. Standar-standar ganda yang dipertontonkan beberapa pihak yang memiliki kekuasaan, menjadi hal yang sangat dibenci oleh publik. Hingga akhirnya kita akan bertanya, “Apakah kasus Kanjuruhan hanya akan menjadi mitos dan legenda yang tidak akan pernah diakui sebagai tragedi besar dalam perjalanan sepakbola di Indonesia?”

 

~~~~~~~~~~~~~~

Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri

(idikms@gmail.com)

~~~~~~~~~~~~~~