Ahlussunnah Wal-Jama’ah dalam sejarah merupakan istilah yang menjadi nama bagi golongan kaum Muslimin yang memiliki kesamaan dalam beberapa prinsip dan memiliki kesepakatan dalam beberapa pandangan. Istilah Ahlussunnah Wal-Jama’ah ini bukan istilah yang datang dari Nabi saw sebagai nama bagi kelompok tertentu. Istilah tersebut datangnya dari kalangan sahabat seperti Abdullah bin Umar, Abu Sa’id al-Khudri dan Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhum, serta kesepakatan mereka, sebagai nama bagi kaum Muslimin yang mengikuti ajaran Islam yang murni dan asli seperti yang diajarkan oleh Nabi saw dan sahabatnya. (Syarh Ushul I’tiqad Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah, juz 1, hal. 72 dan Tafsir Ibn Katsir, juz 1, hal. 508).
Pada masa Rasulullah saw, nama Ahlussunnah Wal-Jama’ah belum lahir. Demikian pula nama-nama aliran yang lain. Pada waktu itu kaum Muslimin masih bersatu padu, baik dalam amaliyah maupun dalam akidah. Baru kemudian, pada masa-masa akhir generasi sahabat, setelah merebaknya aliran-aliran yang keluar dari ajaran Islam yang murni, seperti aliran Khawarij, para sahabat Nabi saw, memberikan nama kaum Muslimin yang masih konsisten dengan ajaran Islam yang murni dengan nama Ahlussunnah Wal-Jama’ah, untuk membedakannya dengan kelompok-kelompok yang menyempal dari ajaran Islam yang murni seperti Khawarij, Syi’ah, Murji’ah dan lain-lain.
Di Indonesia, Ahlussunnah Wal-Jama’ah merupakan ajaran Islam yang pertama kali menyebar dan diikuti oleh seluruh umat Islam Nusantara selama ratusan tahun. Aliran-aliran sempalan seperti Wahhabi, Syiah, Kebatinan dan lain-lain baru muncul di Indonesia sekitar tahun 1330 H/1912 M. Dalam hal ini Hadhratusysyaikh Kiai Muhammad Hasyim Asy’ari, pendiri jam’iyah Nahdlatul Ulama, radhiyallahu ‘anhu mengatakan,
فَصْلٌ فِيْ بَيَانِ تَمَسُّكِ اَهْلِ جَاوَى بِمَذْهَبِ اَهْلِ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ، وَبَيَانِ ابْتِدَاءِ ظُهُوْرِ الْبِدَعِ وَانْتِشَارِهَا فِيْ اَرْضِ جَاوَى، وَبَيَانِ الْمُبْتَدِعِيْنَ الْمَوْجُوْدِيْنَ فِي هَذَا الزَّمَانِ. قَدْ كَانَ مُسْلِمُو اْلأَقْطَارِ الْجَاوِيَةِ فِي اْلاَزْمَانِ السَّالِفَةِ الْخَالِيَةِ مُتَّفِقِي اْلآرَاءِ وَالْمَذْهَبِ وَمُتَّخِذِي الْمَأْخَذِ وَالْمَشْرَبِ، فَكُلُّهُمْ فِي الْفِقْهِ عَلَى الْمَذْهَبِ النَّفِيْسِ مَذْهَبِ اْلإِمَامِ مُحَمَّدِ بْنِ اِدْرِيْسَ، وَفِيْ أُصُوْلِ الدِّيْنِ عَلَى مَذْهَبِ اْلإِمَامِ أَبِي الْحَسَنِ اْلأَشْعَرِيِّ، وَفِي التَّصَوُّفِ عَلَى مَذْهَبِ اْلإِمَامِ الْغَزَالِيِّ وَاْلاِمَامِ اَبِي الْحَسَنِ الشَّاذِلِيِّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، ثُمَّ اِنَّهُ حَدَثَ فِي عَامِ اَلْفٍ وَثَلاَثِمِائَةٍ وَثَلاَثِيْنَ أَحْزَاٌب مُتَنَوِّعَةٌ وَآرَاءُ مُتَدَافِعَةٌ وَرِجَالٌ مُتَجَاذِبَةٌ.. (الشيخ هاشم أشعري، رسالة أهل السنة والجماعة، ص/9).
Bagian ini menjelaskan konsistensi penduduk Nusantara (Indonesia) dengan madzhab Ahlussunnah Wal-Jama’ah, penjelasan tentang awal munculnya bid’ah, penyebarannya di Nusantara dan penjelasan macam-macam ahli bid’ah yang ada di masa sekarang (zaman Kiai Hasyim Asy’ari). Kaum Muslimin di seluruh Nusantara pada zaman dahulu, sepakat dalam hal pendapat dan madzhab, satu dalam aliran dan kecondongan. Mereka seluruhnya dalam hal fiqih mengikuti madzhab yang indah, yaitu madzhab al-Imam Muhammad bin Idris (al-Syafi’i), dalam pokok-pokok agama (akidah) mengikuti madzhab al-Imam Abu al-Hasan al-Asy’ari dan dalam hal tashawuf mengikuti madzhab al-Imam al-Ghazali dan al-Imam Abu al-Hasan al-Syadzili, semoga Allah meridai mereka semua. Kemudian pada tahun 1330 H/1912 M, muncul golongan yang bermacam-macam, pendapat-pendapat yang bertentangan dan dan tokoh-tokoh yang saling tarik menarik.
Pengertian Ahlussunnah Wal-Jama’ah
Dewasa ini, kita seringkali mendengar istilah Ahlussunnah Wal-Jama’ah yang diklaim oleh kelompok tertentu untuk suatu kepentingan. Oleh karena itu, di sini perlu dijelaskan terlebih dahulu tentang definisi dan hakikat Ahlussunnah Wal-Jama’ah, agar semua pihak mengetahui apa dan siapa sebenarnya Ahlussunnah Wal-Jama’ah.
Secara kebahasaan, Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah istilah yang tersusun dari tiga kata.
Pertama, kata Ahl, yang berarti kerabat (al-qarabah), pengikut (al-atba’) atau keluarga (al-al).
Kedua, kata al-sunnah. Secara etimologis (lughawi) kata al-sunnah memiliki arti al-thariqah (jalan dan prilaku), baik jalan dan prilaku tersebut benar atau salah. Sedangkan secara terminologis, jalan yang ditempuh oleh Nabi saw dan sahabatnya (ma ana ‘alaihi al-yauma wa ashhabi). Dalam hal ini, al-Imam Ibn Rajab al-Hanbali mengatakan,
وَمُرَادُ اْلأَئِمَّةِ بِالسُّنَّةِ طَرِيْقَةُ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم الَّتِيْ كَانَ عَلَيْهَا وَأَصْحَابُهُ السَّالِمَةُ مِنَ الشُّبُهَاتِ وَالشَّهَوَاتِ. (ابن رجب الحنبلي، كشف الكربة في وصف أهل الغربة ص/19-20).
Yang dimaksud dengan kata al-sunnah oleh para ulama yang menjadi panutan adalah jalan yang ditempuh oleh Nabi saw dan para sahabatnya yang selamat dari keserupaan (syubhat) dan syahwat.
Pernyataan Ibn Rajab tersebut memberikan kesimpulan bahwa Ahlussunnah itu adalah golongan yang mengikuti ajaran Nabi saw dan ajaran sahabatnya. Pengertian demikian ini sebenarnya merupakan pengertian yang baku dalam istilah Ahlussunnah Wal-Jama’ah di kalangan ulama. Hal ini dapat dilihat dengan memperhatikan pernyataan beberapa ulama, seperti pernyataan al-Imam Abu al-Baqa’ Ayyub bin Musa al-Husaini al-Hanafi (w. 1094 H/1683 M), yang dikutip oleh Hadhratusysyaikh Kiai Hasyim Asy’ari berikuti ini,
اَلسُّنَّةُ كَمَا قَالَ اَبُو الْبَقَاءِ فِيْ كُلِّيَّاتِهِ: لُغَةً الطَّرِيْقَةُ وَلَوْ غَيْرَ مَرْضِيَّةً، وَشَرْعًا اِسْمٌ لِلطَّرِيْقَةِ الْمَرْضِيَّةِ الْمَسْلُوْكَةِ فِي الدِّيْنِ سَلَكَهَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم اَوْ غَيْرُهُ مِمَّنْ هُوَ عَلَمٌ فِي الدِّيْنِ كَالصَّحَابَةِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمْ، لِقَوْلِهِ J، عَلَيْكُمْ بِسُنَّتِيْ وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ. (الشيخ محمد هاشم اشعري، رسالة اهل السنة والجماعة، ص/5).
Sunnah seperti dikatakan oleh Abu al-Baqa’ dalam kitab al-Kulliyyat, karangannya, secara kebahasaan adalah jalan, meskipun tidak diridai. Sedangkan al-sunnah menurut istilah syara’ ialah nama bagi jalan dan prilaku yang diridai dalam agama yang ditempuh oleh Rasulullah saw atau orang-orang yang dapat menjadi teladan dalam beragama seperti para sahabat –radhiyallahu ‘anhum-, berdasarkan sabda Nabi saw, “Ikutilah sunnahku dan sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahku.”
Ketiga kata al-jama’ah. Secara etimologis kata al-jama’ah ialah orang-orang yang memelihara kebersamaan dan kolektifitas dalam mencapai suatu tujuan, sebagai kebalikan dari kata al-furqah, yang berarti orang-orang yang bercerai-berai dan mengucilkan diri dari golongannya. Sedangkan secara terminologis, para ulama berpandangan bahwa al-jama’ah adalah golongan mayoritas kaum Muslimin.
Dari penjelasan di atas dapatlah disimpulkan bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah kaum Muslimin yang mengikuti jejak Nabi saw dan sahabatnya serta diikuti oleh golongan mayoritas kaum Muslimin. Demikian pengertian Ahlussunnah Wal-Jama’ah secara terminologis.
Di sisi lain, Ahlussunnah Wal-Jama’ah juga identik dengan pengikut madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi. Hal ini seperti ditegaskan oleh al-Hafih Muhammad Murtadha al-Zabidi, pakar hadits terkemuka:
وَقَالَ اْلإِمَامُ الْمُرْتَضَى الزَّبِيْدِيُّ – رَحِمَهُ اللهُ تَعَالىَ: (إِذَا أُطْلِقَ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ فَالْمُرَادُ بِهِمُ اْلأَشَاعِرَةُ وَالْمَاتُرِيْدِيَّةُ) اهـ.
Apabila Ahlussunnah Wal-Jama’ah disebutkan maka yang dimaksud adalah pengikut madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi.
Kiai Hasyim Asy’ari juga menegaskan dalam kitabnya Risalah Ahl al-Sunnah wa al-Jama’ah,
قَالَ الشِّهَابُ الْخَفَاجِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى فِي نَسِيْمِ الرِيَاضِ: وَالْفِرْقَةُ النَّاجِيَةُ هُمْ أَهْلُ السُّنَّةِ وَالْجَمَاعَةِ. و…هُمْ أَبُو الْحَسَنِ اْلأَشْعَرِيُّ وَجَمَاعَتُهُ أَهْلُ السُّنَّةِ وَأَئِمَّةُ الْعُلَمَاءِ، لأن اللهَ تَعَالى جَعَلَهُمْ حُجَّةً عَلىَ خَلْقِهِ، وَإِلَيْهِمْ تَفْزَعُ الْعَامَّةُ فِيْ دِيْنِهِمْ، وَهُمُ الْمَعْنِيُّوْنَ بِقَوْلِهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ اللهَ لاَ يَجْمَعُ أُمَّتِيْ عَلىَ ضَلاَلَةٍ. (الشيخ محمد هاشم أشعري، رسالة أهل السنة والجماعة ص/23).
Al-Syihab al-Khafaji berkata dalam kitab Nasim al-Riyadh, “Golongan yang selamat adalah Ahlussunnah Wal-Jama’ah.” Dan… mereka [Ahlussunnah Wal-Jama’ah] adalah Abu al-Hasan al-Asy’ari dan pengikutnya yang merupakan Ahlussunnah dan pemimpin para ulama. Karena Allah SWT menjadikan para ulama Ahlussunnah Wal-Jama’ah sebagai pembawa ajaran agama kepada manusia. Merekalah yang menjadi rujukan kaum Muslimin dalam urusan agama. Mereka pula yang dimaksudkan dengan sabda Rasulullah saw: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengumpulkan umatku pada kesesatan.”
Sedangkan dalam fiqih, Ahlussunnah Wal-Jama’ah dewasa ini menyatu di bawah naungan madzhab fiqih yang empat. Dalam hal ini, Kiai Hasyim Asy’ari mengatakan,
أَمَّا أَهْلُ السُّنَّةِ فَهُمْ أَهْلُ التَّفْسِيْرِ وَالْحَدِيْثِ وَالْفِقْهِ فَإِنَّهُمُ الْمُهْتَدُوْنَ الْمُتَمَسِّكُوْنَ بِسُنَّةِ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم وَالْخُلَفَاءِ بَعْدَهُ الرَّاشِدِيْنَ، وَهُمُ الطَّائِفَةُ النَّاجِيَةُ، قَالُوْا وَقَدِ اجْتَمَعَتِ الْيَوْمَ فِي مَذَاهِبَ أَرْبَعَةٍ الْحَنَفِيُّوْنَ وَالشَّافِعِيُّوْنَ وَالْمَالِكِيّوْنَ وَالْحَنْبَلِيُّوْنَ، وَمَنْ كَانَ خَارِجًا عَنْ هَذِهِ اْلاَرْبَعَةِ فِي هَذَا الزَّمَانِ فَهُوَ مِنَ الْمُبْتَدِعَةِ. اهـ (الشيخ محمد هاشم أشعري، زيادة تعليقات، ص/23).
Adapun Ahlussunnah Wal-Jama’ah, adalah ahli tafsir, ahli hadits dan ahli fiqih, karena mereka yang mengikuti petunjuk agama dan berpegangan dengan sunnah Nabi saw dan ajaran Khulafaur Rasyidin sesudahnya. Mereka adalah golongan yang selamat. Para ulama mengatakan, golongan yang selamat dewasa ini terhimpun dalam madzhab fiqih yang empat, yaitu madzhab Hanafi, Syafi’i, Maliki dan Hanbali. Sedangkan orang yang keluar dari madzhab empat ini pada zaman sekarang, maka termasuk golongan ahli bid’ah.
Dari paparan di atas dapat disimpulkan, bahwa Ahlussunnah Wal-Jama’ah adalah golongan yang mengikuti madzhab al-Asy’ari dan al-Maturidi dalam bidang akidah dan mengikuti salah satu madzhab yang empat dalam bidang fiqih, yaitu madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali. Dalam bidang tashawuf atau akhlaq mengikuti konsep Hujjatul Islam al-Ghazali dan al-Quthb Abu al-Hasan al-Syadzili.