Pentingnya Agama
Manusia jelas tidak kuasa untuk menciptakan dirinya, dan memang tidak sanggup untuk menjadikan sesuatu untuk dirinya. Maka jelas bahwa dirinya dan segala sesuatu yang menjadi keperluan hidupnya itu, ada yang menciptakan. Itulah Tuhan semesta alam yang disebut Allah.
Sudah tidak diragukan lagi dan tidak ada yang menyangkal bahwa manusia mempunyai tabiat untuk mementingkan dirinya sendiri dibandingkan kepentingan orang lain. Lebih jelasnya, manusia mempunyai sifat tamak. Akibatnya, terjadilah kekacauan dan perpecahan di kalangan manusia, sebab yang satu ingin menguasai yang lain. Sejarah telah membuktikan bahwa dunia ini telah lama tenggelam di dalam kegelapan. Hukum yang berlaku pada saat itu adalah hukum rimba, yakni siapa yang kuat dia yang menang, dan manusia menghalalkan segala cara untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Untuk menjaga agar manusia dalam keadaan damai dan aman, Tuhan lalu mengutus manusia pilihan, yang membawa ajaran berupa hukum, ketetapan, dan ketentuan Tuhan (Syariat) ke tengah-tengah mereka.
Syariat atau ketentuan Tuhan itu disampaikan oleh nabi dan rasul yang berbeda di berbagai zaman. Di mulai dari nabi Adam hingga nabi Muhammad. Lantas, ajaran mana yang seharusnya kita ikuti? Ajaran nabi Adam, nabi Ibrahim, nabi Musa, nabi Isa, atau nabi Muhammad?
Salah satu asas dalam ilmu hukum dikenal sebuah istilah Lex Posteriori Derogat Legi Priori yang memiliki makna bahwa peraturan yang baru menggantikan peraturan yang lama. Di dalam kaidah agama pun, asas ini ternyata berlaku. Jika pembaca merupakan orang yang fanatik terhadap nabi Adam, ketika Tuhan mengutus nabi Nuh, maka mau tidak mau pembaca harus menggunakan kaidah nabi Nuh dalam beribadah kepada Tuhan. Begitu pun jika pembaca adalah pengikut setia nabi Musa, jika Tuhan mengutus Isa al-Masih, maka mau tidak mau pembaca harus menggunakan Injil sebagai pegangan pribadi. Pun demikian, ketika Tuhan mengutus orang bernama Muhammad, maka seluruh ketentuan hukum sebelum Muhammad, dinyatakan tidak berlaku.
Oleh karena itu, kita yang hidup di zaman setelah nabi Muhammad, wajib hukumnya untuk menerima apa yang memang menjadi ajaran nabi Muhammad. Karena pada hakikatnya, ajaran setiap nabi tidak ada yang saling bersinggungan. Antara satu ajaran nabi dengan ajaran yang lainnya saling melengkapi antara satu dengan yang lainnya. Dan ajaran nabi Muhammad merupakan pelengkap dan penyempurna bagi ajaran-ajaran sebelumnya.
Islam adalah Agama Hak
Kita sering mendengar istilah “Hak Asasi Manusia”. Istilah “Hak” memang sering sekali kita sebut dan kadang menjadi bahan rujukan bagi setiap permasalahan. Hanya saja kadang kita tidak memahami hakikat dari pengertian “Hak” yang dimaksud.
Dalam pengertian yang menjadi judul tersebut diatas, istilah “Hak” yang dimaksud memiliki arti “Benar”. Itu artinya, Islam adalah agama yang paling benar dan yang paling sempurna ketimbang agama yang lain. Ini merupakan sesuatu hal yan harus kita yakini. Tidak ada agama yang lebih baik kecuali Islam. Tapi walau begitu, sejatinya kita hanya meyakini ajaran Islam sebagai ajaran yang hak, sementara dalam masalah sosial, tidak dianjurkan bagi kita untuk menghindari orang-orang non-Muslim. Dengan kenyataan Islam sebagai agama yang paling hak, bukan berarti kita haram melakukan jual beli dengan orang non-Muslim, bukan berarti haram bagi kita untuk bergaul dengan orang non-Muslim. Bukan itu maksudnya. Biarkan masalah agama menggunakan dalil “Lakum dinukum waliyadin”, sementara masalah sosial kita menggunakan kaidah bahwa manusia adalah makhluk sosial.
Ayat yang menjadi patokan inti untuk menyatakan bahwa Islam adalah agama yang paling hak adalah surat al-Imran ayat 19. Dikatakan disana bahwa agama yang hak disisi Allah hanyalah Islam. Hal ini sudah tidak ada lagi pertentangan dikalangan para ulama. Jadi jelas, kita tidak perlu lagi meragukan hakikat Islam sebagai agama yang paling benar.
Trilogi Agama
Ada tiga kaidah paling inti dalam ajaran agama ini, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Ketiganya merupakan penguat antara satu dengan yang lainnya. Ketiganya memiliki prinsip dasar yang berbeda-beda, tapi merupakan sebuah kesatuan yang tidak bisa dipisahkan.
Agama ini dibentuk oleh rukun-rukun Islam yang salah satunya adalah membaca kalimatus syahadat. Dengan membaca kalimat shahadat, maka orang tersebut telah resmi menjadi seorang Muslim. Tapi ternyata, menjadi Muslim saja belum lah cukup. Orang tersebut harus memahami arti Iman, salah satunya memahami Allah sebagai Tuhan. Maka jadilah orang tersebut sebagai orang yang beriman. Ternyata hal ini pun belum cukup, karena ada sebuah kaidah satu lagi untuk menjadi penyempurna keimanan seseorang, yaitu Ihsan.
Singkatnya bisa kita ambil sebuah kerangka pemikiran, bahwa rukun agama ada 3, yaitu:
- Islam;
- Iman;
- Ihsan.
Memahami Islam
Pengertian sederhana dari Islam adalah melaksanakan dan menunaikan hukum-hukum Syariat yang dibawa oleh nabi Muhammad. Ia merupakan agama yang diterima di sisi Allah, dan yang dipilihNya untuk hamba-hambaNya yang taat. Allah tidak akan meridhai agama selain Islam.
Islam ini didirikan oleh 5 pilar inti, yaitu:
- Syahadat
- Shalat
- Zakat
- Puasa
- Haji
Rukun pertama dari 5 pilar tersebut adalah dua kalimat syahadat. Untuk sahnya menjadi orang Islam, mau tidak mau orang tersebut harus mengucapkan dua kalimat syahadat. Ada dua kategori dalam syahadat ini, yang pertama mempercayai akan ketuhanan Allah dan mempercayai kenabian Muhammad. Keduanya merupakan suatu rangkaian padu yang tidak bisa dipisahkan.
Rukun yang kedua adalah mendirikan shalat. Ada 5 waktu yang menjadi kewajiban umat Muslim, yaitu shalat Subuh, Dzuhur, Ashar, Maghrib, dan Isya. Shalat merupakan salah satu syi’ar agama yang paling penting dan ibadah utama dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah.
Rukun Islam yang ketiga adalah zakat. Zakat merupakan ibadah sosial yang paling penting dalam dunia Islam. Dengan membayar zakat kepada orang yang semestinya, membuat Islam merupakan agama sosial yang mencintai sesama.
Rukun selanjutnya yang keempat adalah puasa. Puasa yang dimaksud disini tentu saja puasa wajib yang dilakukan di bulan Ramadhan selama satu bulan penuh. Puasa diwajibkan oleh Allah kepada orang yang memang sanggup untuk melaksanakannya.
Dan rukun terakhir dalam Islam adalah berhaji ke Baitullah. Rangkaian haji ini merupakan penyempurnaan dari ritual ibadah di zaman nabi Ibrahim. Sama seperti halnya puasa dan zakat, ibadah haji ini hanya diwajibkan kepada mereka yang memang sanggup menjalankannya, baik dalam masalah kesehatan maupun dari segi materi.
Memahami Iman
Iman adalah membenarkan dengan sungguh-sungguh segala sesuatu yang diketahui sebagai berita yang dibawa oleh nabi Muhammad saw. Dikatakan pula bahwa Iman ini harus dibenarkan dengan hati, diperkuat dengan ucapan, dan diamalkan dengan perbuatan.
Setidaknya ada 6 rukun Iman yang sudah menjadi patokan umat Muslim di seluruh dunia, yaitu:
- Iman kepada Allah;
- Iman kepada malaikat-malaikat Allah;
- Iman kepada kitab-kitab Allah;
- Iman kepada para nabi dan rasul Allah;
- Iman kepada datangnya hari kiamat;
- Iman kepada Qadla dan Qadar Allah.
Yang dimaksud dengan Iman kepada Allah adalah membenarkan adanya Allah dengan cara meyakini dan mengetahui bahwa Allah wajib ada-Nya karena zat-Nya sendiri, mengakui ke-esaan Allah, mengakui ke-mahakuasaan Allah, serta mengakui dan mengimani sifat-sifat wajib bagi Allah yang jumlahnya 20.
Sementara iman kepada malaikat, bahwasanya kita harus mengakui dan mempercayai bahwa Allah telah menciptakan malaikat dari cahaya untuk menjadi pengawal-pengawalNya. Jumlah malaikat tidak ada yang mengetahui kecuali Allah. Hanya saja, kita diwajibkan untuk mengimani malaikat yang jumlahnya 10.
Begitu pun dengan iman kepada kitab-kitab Allah serta kepada nabi dan rasul yang diutus Allah. Kita diwajibkan untuk menngetahui 25 nabi dan rasul serta juga wajib untuk mengetahui 4 kitab yang diturunkan Allah kepada nabi dan rasulNya, yaitu kitab Zabur kepada nabi Daud, kitab Taurat kepada nabi Musa, kitab Injil kepada nabi Isa, dan kitab al-Qur’an kepada nabi Muhammad.
Kita juga diwajibkan untuk mengimani kedatangan hari kiamat. Termasuk didalamnya kita harus mengakui dan meyakini akan skenario sebelum hari kiamat, seperti munculnya al-Mahdi, turunnya nabi Isa, keluarnya Dajjal, keluarnya Yakjuj Makjuj, dan tanda-tanda besar yang lainnya, serta kita juga diwajibkan untuk meyakini hari setelah kiamat, yaitu hari kebangkitan, hari hisab, dan hari timbangan atau al-mizan.
Sementara yang terakhir adalah kita diwajibkan untuk meyakini bahwa Allah telah menentukan kebaikan dan keburukan sejak azali, sebelum manusia diciptakan. Karena itu, tidak ada suatu pun yang baik dan buruk, yang bermanfaat dan yang mudarat, kecuali atas ketetapan Allah Azza wa Jalla. Dengan demikian, apa yang dikehendaki oleh Allah adalah sesuatu hal yang sudah ada dan sudah pasti akan terjadi.
Memahami Ihsan
Rukun agama yang ketiga adalah Ihsan. Ihsan adalah melaksanakan ibadah dalam bentuknya yang diperintahkan oleh Allah, seakan-akan kita melihat dan menyadari keberadaan Allah. Seolah-olah dalam beribadah itu, kita merasa menghadirkan kebesaran dan keagungan Allah, merasa melihat Allah. Hanya saja, memang tingkatan Ihsan yang seperti ini merupakan tingkatan yang sudah level tinggi. Itu artinya, harus melalui perjalanan yang panjang untuk menuju sikap Ihsan yang demikian.
Tapi tidak usah khawatir, sesuai dengan sabda nabi, bahwa “jika engkau tidak melihatNya, maka Dia pasti melihatmu”. Hadits ini mungkin lebih cocok untuk kita yang dalam beribadah tidak terlalu khusyuk. Jika kita belum sanggup untuk menghadirkan Allah dalam setiap ibadah kita, atau kita kesulitan untuk melihat Allah, maka hendaknya kita harus meyakini bahwa Allah tentu akan melihat kita kapanpun dan dimanapun.
Itu artinya, setiap gerak-gerik kita, setiap amal perbuatan kita, sedikitpun tidak ada yang luput dari pengetahuan Allah. Sikap seperti ini merupakan penyempurna dari keislaman dan keimanan seseorang. Dengan menyadari akan kehadiran Allah, maka orang tersebut akan melakukan setiap ibadahnya hanya semata-mata untuk Allah.
Lebih jauh lagi pemahaman Ihsan ini bisa melahirkan ajaran-ajaran tasawwuf yang merupakan ajaran filsafati di dalam Islam. Dengan memahami hakikat ketuhanan, hakikat hidup, dan hakikat dirinya sebagai manusia, orang-orang sufi biasanya memiliki kebijaksanaan yang tinggi dalam menghadapi setiap permasalahan hidup di dunia yang fana ini.
Dalam puncaknya, ilmu Ihsan ini juga yang melahirkan sifat zuhud, sabar, syukur, ikhlas, tawakal, ridha, dan mahabbah (cinta) kepada Allah sebagai Sang Pencipta yang tidak memiliki pembanding. Wallahu A’lam.
~~~~~~~~~~~~~~~
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri
(idikms@gmail.com)
~~~~~~~~~~~~~~~
_________
Referensi:
Habib Zain bin Ibrahim bin Sumaith, Mengenal Mudah Rukun Islam Rukun Iman Rukun Ihsan Secara Padu, Bandung: Penerbit Al-Bayan, 1998.
Jamaluddin Kafie, Tuntutan Pelaksanaan Rukun Iman, Islam, dan Ihsan, Surabaya: Al-Ikhlas, 1981.
Sachiko Murata & William C. Chittick, Trilogi Islam (Islam, Iman & Ihsan), Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1997.