Dalam mempelajari agama Islam, perlu adanya sanad yang bersambung hingga kepada Rasulullah Saw. Oleh karena itu, penulis akan mencoba menguraikan sanad keilmuan Idik Saeful Bahri dalam menuntut ilmu di bidang agama.
Guru pertama Idik Saeful Bahri di bidang agama tentu saja adalah kedua orang tuanya. Kemudian ia juga sempat mengaji di Kiai Dading hampir 4 tahun. Kemudian pindah ke Kiai Dedi musholla al-Anwar, kemudian lanjut lagi ke KH. Rohmat (menantu dari KH. Harun al-Rasyid, pendiri Pondok Pesantren Raudlatut Thalibin Lengkong).
Setelah itu, ia pindah lagi ke Kiai Toto di Mushola asy-Syifa selama 2 tahun. Dalam hal agama, Idik Saeful Bahri juga belajar banyak di Sekolah Agama al-Idrus selama 8 tahun. Dan tentunya ia juga banyak belajar kepada kakak keduanya, Kiai Iyus Rusliana yang merupakan santri dari Hadratus Syaikh KH. Maimoen Zubair.
Dari KH. Maimoen Zubair ini bisa diuraikan sanad ilmu nya bersambung kepada Nabi :
Maimoen Zubair dari Sayyid Alawi bin Abbas dari Sayyid Abbas dari Muhammad Abid dari Sayyid Ahmad Zaini Dahlan dari Syekh Utsman ad-Dimyati dari Almair dari Assaqath dari al-Zarqoni dari Abdul Baqi dari Ajhuri dari Muhammad dari Syekh Zakaria al-Anshori dari al-Hafidz Imam Hajar al-Asqonali dari Najmudin dari Muhammad dari Muhammad dari Abdul Aziz dari Ismail dari Muhammad dari Sulaiman dari Yunus dari Abi Isa Yahya dari Ubaidillah dari Yahya dari Imam Malik dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar dari Rasulullah Saw.
Dari sanad inilah corak keislaman seorang Idik Saeful Bahri berkiblat pada golongan mayoritas dunia Ahlussunnah wal Jama’ah, mengikuti Imam Abu Hasan al-Asy’ari dalam bidang akidah, mengikuti Imam Syafi’i dalam madzhab Fiqih, dan mengikuti Imam Junaid al-Baghdadi dalam bidang Tasawuf, serta Imam Ghazali dalam kaidah-kaidah Filsafat Islam.
Untuk masalah kultur keislaman, Idik Saeful Bahri lahir di lingkungan tradisi Nahdlatul Ulama (NU). Bapaknya sebenarnya tidak pernah menjadi pengurus NU, namun merupakan salah satu tokoh masyarakat, sehingga sering diajak oleh para kiai untuk menghadiri pertemuan NU dan pertemuan bersama bupati di kabupaten.
Walau terlahir di lingkungan NU, dalam perkembangan selanjutnya, pemikiran Idik Saeful Bahri dalam hal agama tidak hanya terbelenggu dalam fatwa-fatwa organisasi. Lebih dari itu, ia berani mengambil pendapat dari segala macam sumber, selama itu tidak melanggar al-Qur’an, as-Sunnah, Ijma’ Sahabat, dan Ijma’ Ulama.