Mari membuat skenario kasus lagi. Iwan membuat suatu perjanjian jual beli dengan Rizal. Iwan sebagai penjual, Rizal sebagai pembeli. Anggap saja jual beli laptop. Keduanya membuat perjanjian tertulis. Dijelaskan dalam kontrak perjanjian, Iwan harus mengirimkan laptop maksimal tanggal 15 Januari. Sementara Rizal harus sudah melunasi pembayaran maksimal tanggal 20 Januari.

Ternyata eh ternyata, Rizal baru melunasi pembayaran pada tanggal 23 Januari. Iwan pun jengkel dan menganggap Rizal melakukan wanprestasi (tidak melaksanakan isi perjanjian). Iwan pun mengajukan gugatan perdata ke pengadilan.

Bagaimana prosesnya? Oke kita jelaskan singkat ya.

  1. Iwan karena bukan mahasiswa hukum, dia akan mendatangi kantor advokat.
  2. Advokat akan membuatkan surat kuasa dari Iwan kepada advokat yang bersangkutan.
  3. Kemudian advokat tersebut akan membuat surat gugatan.
  4. Surat gugatan pun didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
  5. Seperti biasa, pendaftaran gugatan tersebut akan diberikan nomor registrasi oleh pihak pengadilan.
  6. Kemudian ketua pengadilan akan membentuk majelis hakim berisi 3 orang hakim.
  7. Majelis hakim pun menetapkan jadwal sidang pertama, misalnya tanggal 15 Februari.
  8. Pihak pengadilan melakukan pemanggilan kepada para pihak, yaitu penggugat atas nama Iwan dan tergugat atas nama Rizal.
  9. Agenda sidang pertama pada tanggal 15 Februari adalah upaya majelis hakim untuk meminta para pihak menyelesaikan sengketanya melalui jalur mediasi, baik mediasi di dalam pengadilan maupun diluar pengadilan.
  10. Anggaplah dalam mediasi yang dilakukan, Iwan dan Rizal tidak berdamai.
  11. Maka akta hasil mediasi yang berisi tidak berdamainya Iwan dan Rizal diajukan kepada majelis hakim.
  12. Kemudian majelis hakim akan melanjutkan prosesnya ke pembacaan gugatan.
  13. Agenda sidang kedua adalah pembacaan gugatan oleh pihak penggugat yaitu Iwan.
  14. Agenda sidang berikutnya adalah pembacaan jawaban oleh pihak tergugat yaitu Rizal.
  15. Agenda sidang selanjutnya lagi adalah pembacaan replik oleh pihak penggugat yaitu Iwan.
  16. Agenda sidang berikutnya adalah pembacaan duplik oleh pihak tergugat yaitu Rizal.
  17. Setelah itu, barulah masuk ke agenda sidang paling penting, yaitu proses pembuktian. Disini akan dibuktikan apakah betul Rizal telah melakukan wanprestasi. Alat bukti dalam perdata adalah: surat, keterangan saksi, persangkaan, pengakuan, dan sumpah.
  18. Kemudian setelah Rizal terbukti melakukan wanprestasi, agenda sidang selanjutnya adalah pembacaan kesimpulan oleh para pihak.
  19. Agenda sidang terakhir adalah pembacaan putusan oleh majelis hakim. Misalnya Rizal divonis membayar ganti rugi sebesar 10 juta rupiah.
  20. Rizal tidak terima dengan putusan tersebut. Kemudian dia mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi.
  21. Di Pengadilan Tinggi pun akan diperiksa kembali sengketa wanprestasi ini.
  22. Misalnya majelis hakim di tingkat banding menjatuhkan putusan yang memperkuat putusan di tingkat pertama, bahwa Rizal harus membayar ganti rugi sebesar 10 juta rupiah.
  23. Lagi-lagi Rizal tidak terima dengan putusan tersebut. Dia mengajukan upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung.
  24. Dan Mahkamah Agung pun tetap memperkuat putusan di tingkat pertama dan di tingkat banding.
  25. Setelah putusan di MA dibacakan, maka putusannya sudah berkekuatan hukum tetap. Putusan itu bisa dilakukan eksekusi. Pelaksana eksekusi dalam perkara perdata adalah ketua pengadilan dan juru sita.

Oke, saudara harus paham, bahwa dibandingkan hukum acara pidana, hukum acara perdata itu jauh lebih seru. Dalam hukum acara pidana, setiap rangkaian alur proses hukum acaranya, itu tidak jauh berbeda dengan yang saya kasih contoh di bagian sebelumnya, yaitu di kasusnya Musdalifah.

Namun dalam hukum acara perdata, skenarionya bisa banyak sekali. Misalnya dengan munculnya gugatan rekonvensi. Gugatan rekonvensi itu adalah gugatan balik dari pihak tergugat. Jadi Rizal, bisa saja mengajukan gugatan rekonvensi, sehingga dalam satu proses hukum, terdapat dua gugatan sekaligus.

Belum lagi dengan munculnya pihak ketiga, bisa voeging, tussenkomst, dan vrijwaring. Masih kurang aneh? Dalam hukum acara perdata dikenal dengan putusan gugur dan putusan verstek. Putusan gugur bisa dilakukan upaya dengan mengajukan gugatan baru, sementara putusan verstek bisa dilakukan perlawanan verzet.

Apa cukup demikian? Nggak lah. Saking seru nya hukum acara perdata, dikenal juga istilah aanmaning, yaitu teguran terhadap pihak yang kalah yang tidak mau melaksanakan isi putusan. Kemudian dalam proses sita eksekusi bisa lebih seru lagi, karena jika dalam eksekusi itu menyerobot benda milik pihak ketiga, maka pihak ketiga ini bisa mengajukan upaya hukum luar biasa berupa dendenverzet.

Masih kurang seru? Dalam hukum acara perdata itu dikenal gugatan voluntair dan gugatan contentiosa. Untuk gugatan voluntair, upaya hukumnya tidak ada banding, tapi langsung kasasi ke Mahkamah Agung. Ribet si sebenernya hukum acara perdata itu, tapi kalo serius belajar disini, yakin pasti seru banget. Saya pribadi, jauh lebih suka belajar hukum acara perdata ketimbang hukum acara pidana. Hukum acara pidana itu monoton, nggak menantang, sementarra hukum acara perdata kemungkinan-kemungkinannya banyak dan bisa tidak terduga sama sekali.

Nah, terakhir, saya ingin sampaikan kepada mahasiswa, bahwa saudara wajib betul-betul menguasai hukum acara perdata (selain juga hukum acara pidana). Mengapa hukum acara perdata begitu penting? Karena selain proses litigasi perdata di PN, hukum acara perdata juga diadopsi di Pengadilan Agama dan Pengadilan Tata Usaha Negara. Jadi kalo misalkan saudara menguasai hukum acara perdata, secara otomatis saudara juga menguasai peradilan lain selain peradilan umum.

 

~~~~~~~~~~~~~~~

Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri

(idikms@gmail.com)

~~~~~~~~~~~~~~~