Sudah kita bahas sebelumnya, bahwa ada 4 kitab yang harus dipercayai sebagai firman Allah, yaitu kitab Taurat, Zabur, Injil, dan al-Qur’an. Setiap kitab itu diturunkan oleh Allah kepada rasul yang berbeda. Dan perlu kita pahami, bahwa setiap kitab yang baru saja diturunkan, secara otomatis menggantikan peran kitab sebelumnya. Ketika kitab Taurat diturunkan oleh Allah, maka seluruh ketentuan agama sebelum zaman nabi Musa, semuanya dianggap tidak berlaku. Ketika kitab Zabur diturunkan, kitab Taurat masih berlaku, karena Zabur tidak berisi aturan-aturan agama secara rinci. Tapi ketika Injil diwahyukan oleh Allah kepada nabi Isa, maka secara otomatis ketentuan hukum agama di dunia ini diambil alih oleh Injil. Dan ketika al-Qur’an diturunkan, maka seluruhnya dinyatakan harus berkiblat kepada al-Qur’an.
Al-Qur’an ini diwahyukan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada nabi besar Muhammad saw, nabi yang merupakan penutup dari seluruh nabi. Nabi yang perangainya merupakan suri tauladan bagi seluruh makhluk. Nabi yang merupakan makhluk yang paling dikasihi oleh Allah. Nabi yang merupakan manusia paling sempurna yang diciptakan oleh Allah. Nabi yang merupakan imam diantara nabi yang lain.
Al-Qur’an secara bahasa bisa kita artikan sebagai bahan bacaan, sesuatu hal yang dibaca. Hal ini juga ditegaskan dengan perintah pertama dalam al-Qur’an, yakni membaca. Sementara menurut istilah Syara, al-Qur’an adalah kalamullah yang diturunkan kepada nabi Muhammad dalam bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawatir, sebagai bagian dari mukjizat nabi dan sebagai hidayah atau petunjuk bagi umat manusia.
Mari kita singgung sedikit makna dari definisi al-Qur’an menurut istilah. Disebutkan salah satunya adalah kalamullah, atau firman Allah. Hal ini menjadi pembahasan yang menarik, karena ada yang berpendapat bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Nanti penulis akan bahas ini di bagian bawah. Tapi yang jelas, Ahlussunnah wal Jamaah meyakini bahwa al-Qur’an adalah firman Allah (Kalamullah).
Al-Qur’an juga sampai kepada kita secara mutawatir. Artinya periwayatan al-Qur’an dari masa ke masa sangat baik sekali. Allah menurunkan kepada nabi Muhammad. Nabi mengajarkan kepada para sahabat. Para sahabat mengajarkan lagi kepada ulama tabi’in. Ulama tabi’in mengajarkan kepada ulama tabiut tabi’in. Ulama tabiut tabi’in mengajarkan kepada ulama yang hidup setelahnya. Ulama tersebut mengajarkan kepada ulama setelahnya lagi. Terus hingga kepada ulama khalaf, dan dari ulama khalaf inilah sampai kepada kita. Itu artinya, al-Qur’an yang sering kita baca ini masih sama dengan al-Qur’an dari sejak zaman nabi. Sementara ada beberapa golongan Syiah yang meragukan keaslian al-Qur’an. Penulis kira, keraguan orang Syiah ini sangat tidak beralasan.
Disamping itu, al-Qur’an juga merupakan salah satu mukjizat dari Allah kepada nabi Muhammad. Bahkan disebutkan bahwa al-Qur’an inilah yang dianggap sebagai mukjizat terbesar nabi. Kita paham, bahwa Allah memberikan mukjizat terbesar kepada setiap nabi dan rasul dengan kebutuhan di zamannya. Nabi Musa yang hidup diantara orang-orang yang mengagungkan dan mendewa-dewakan sihir, maka Allah memberikan mukjizat yang seperti sihir, tapi jauh lebih keren. Nabi Isa yang hidup diantara masyarakat yang membutuhkan pengobatan, maka Allah memberikan mukjizat agar nabi Isa bisa mengobati penyakit-penyakit yang sulit diobati. Sementara nabi Muhammad, lahir ditengah-tengah orang yang mengagung-agungkan sastra. Orang Arab adalah orang-orang yang setiap harinya hidup dengan penuh warna. Syair, puisi cinta, rayuan-rayuan gombal, hadir di tengah-tengah kaum Arab yang pada waktu itu sangat terbelakang secara politik. Maka dari itu, Allah menjadikan al-Qur’an sebagai mukjizat terbesar nabi. Karena al-Qur’an inilah adalah sastra abadi, sastra yang jauh mengungguli ciptaan makhluk, baik jin dan manusia. Al-Qur’an adalah karya maha dahsyat, karya Tuhan.
Sementara al-Qur’an sebagai petunjuk, jelas sekali tidak bisa disangkal. Didalam al-Qur’an memuat banyak aturan hukum yang harus diikuti oleh umat manusia dan jin. Terdapat kabar baik berupa surga, juga peringatan berupa neraka. Semuanya merupakan hukum dan ketetapan universal yang dibuat oleh Allah Azza wa Jalla.
Di dalam dunia Islam, tidak ada satu pun aliran yang meragukan kebenaran al-Qur’an. Dan memang tidak ada lagi pertentangan, bahwa al-Qur’an ini merupakan sumber utama dari ajaran agama yang hak ini. Secara hierarki, al-Qur’an berada diposisi paling atas diantara sumber hukum yang lain di dalam Islam.
Al-Qur’an Masih Asli
Banyak yang meragukan keaslian al-Qur’an, terkhusus golongan Syiah. Mereka berpendapat, bahwa al-Qur’an saat ini telah ternodai oleh tangan-tangan politik, sejak Abu Bakar hingga Utsman. Demi Allah, hal ini tidaklah benar. Al-Qur’an masih sama dengan yang diturunkan oleh Allah kepada nabi Muhammad. Al-Qur’an disampaikan antar zaman secara mutawatir, sanad yang tidak bisa lagi dibantah kebenarannya. Lagi pula, Allah berjanji bahwa al-Qur’an ini akan dijaga kemurniannya.
Adapun mengenai sejarah pembukuan al-Qur’an, pemberian harokat dan yang lainnya, itu hanyalah bagian dari sejarah dan tidak lain merupakan kehendak Allah Azza wa Jalla. Keputusan Abu Bakar, Umar, hingga Utsman, tidak lain merupakan janji Allah untuk menjaga keutuhan al-Qur’an.
Jadi intinya, penulis tidak benar-benar menganjurkan pembaca untuk masih meragukan keautentikan al-Qur’an. Al-Qur’an masih orisinil, masih murni, tidak ada satu huruf pun yang hilang atau ditambah, dan tidak ada satu pun makna yang berubah sejak 1.400 tahun yang lalu.
Al-Qur’an Bukan Makhluk
Golongan rasionalis terkenal dalam dunia Islam adalah golongan Muktazilah. Golongan ini terus mengkaji agama hanya dengan pendekatan rasional. Dengan memahami agama lewat akal, golongan ini menabrak kaidah-kaidah inti yang seharusnya tidak ditembus oleh akal manusia.
Kontroversi yang paling terkenal dari aliran ini ialah mereka mengatakan bahwa al-Qur’an adalah makhluk. Logis memang. Allah adalah Tuhan yang tidak memiliki awal dan tidak memiliki akhir. Sementara al-Qur’an hadir pada zaman Muhammad diutus menjadi seorang nabi. Pertanyaannya, dimana al-Qur’an sebelum zaman nabi Muhammad? Dimana al-Qur’an ketika zaman nabi Adam, nabi Ibrahim, nabi Musa, nabi Isa, dan di masa-masa nabi yang lain? Itu artinya, al-Qur’an adalah sesuatu hal yang baru. Sementara sesuatu hal yang baru adalah makhluk. Maka artinya al-Qur’an adalah makhluk. Begitulah kurang lebih logika cerdas Muktazilah.
Para ulama Ahlussunnah awalnya agak kesulitan membantah pemikiran Muktazilah ini. Disatu sisi mereka mempercayai bahwa al-Qur’an adalah Kalamullah, tapi disisi yang lain, Muktazilah hadir dengan pemikiran yang sangat brilian.
Tapi ulama Ahlussunnah bukanlah orang-orang yang jahil. Mereka adalah ulama-ulama pewaris nabi. Seluruh aliran Islam, akan mengambil sanad hadits lewat jalur Ahlussunnah. Maka tidak logis, jika mereka harus tunduk dan patuh dengan logika Muktazilah. Mereka harus berbuat sesuatu.
Diketahui bahwa sifat-sifat Allah adalah sesuatu hal yang melekat bagi Allah, tapi juga bukan Allah. Pembaca mungkin agak bingung, tapi ini logika yang keren. Itu artinya, setiap yang dihasilkan dari suatu sifat yang merupakan bentuk sifat tersebut, maka hal itu tidak dianggap makhluk. Allah berfirman setiap waktu. Firman itu masih dikategorikan sebagai kalam, bukan lagi masuk dalam kategori makhluk. Hal ini jelas berbeda dengan konsep sifat yang lain, sifat kudrat misalnya. Allah menciptakan alam raya ini dengan kekuasaannya. Hasilnya yaitu alam raya ini kita sebut sebagai makhluk. Mengapa? Karena sifat kudrat Allah dengan hasil dari pekerjaan Allah, adalah suatu hal yang berbeda. Sementara firman Allah adalah sesuatu hal yang merupakan bagian dari sifat Kalam. Jadi firman Allah bukanlah hasil dari sifat kalam Allah, tapi masih bagian di dalamnya. Itulah yang membuat al-Qur’an adalah kalamullah, bukan makhluk.
Kandungan al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan kumpulan dari berbagai macam kandungan. Dari sekian banyak ayat di dalam al-Qur’an, setiap ayat mewakili setiap spesifikasi yang ingin disampaikan oleh Allah kepada ummatNya. Berikut beberapa kandungan inti di dalam al-Qur’an:
- Akidah
Hal pertama yang ditekankan oleh al-Qur’an adalah mengenai keimanan akan tauhid. Akidah adalah sesuatu hal yang sangat penting di dalam Islam. Kita telah mengkajinya lebih jauh di pembahasan sebelumnya. Banyak ayat al-Qur’an yang membahas mengenai akidah ini, salah satu yang paling terkenal adalah surat al-Ikhlas.
- Syariat
Syariat atau hukum ini merupakan panduan bagi umat Muslim untuk melaksanakan keimanannya. Islam harus diaktualisasikan di dalam kehidupan kita, lafdzon wa ma’nan. Jangan seperti kaum Wahabi yang hanya fokus pada lafadz, tapi juga jangan pula seperti Islam Liberal yang hanya mengkaji ma’na. Dengan al-Qur’an inilah, kita bisa melaksanakan ibadah sesuai yang dikehendaki Allah. Sementara penjelasan lebih lengkapnya, hal itu bisa kita lihat dalam penjelasan para ulama fiqh. Mengapa? Karena al-Qur’an tidak menjelaskan secara spesifik. Tidak ada yang mengetahui bagaimana shalat yang benar jika kita hanya membaca al-Qur’an. Penjelasan shalat yang dilakukan nabi, tentu disampaikan kepada kita melalui jalur para ulama secara mutawatir. Itu pentingnya fiqh.
- Akhlak
Isi al-Qur’an juga memuat anjuran-anjuran untuk berbuat baik, berbudi pekerti luhur. Bahkan nabi merupakan suri tauladan terbaik bagi seluruh makhluk. Maka jelas disini, al-Qur’an tetap menganjurkan ummatnya untuk berdakwah dengan santun. Dakwah yang baik. Dakwah yang tidak membenturkan dirinya dengan masyarakat umum.
Jumlah Ayat al-Qur’an
Terjadi perbedaan pendapat mengenai jumlah ayat al-Qur’an. Ada banyak pendapat, tapi setidaknya ada 2 yang paling terkenal di Indonesia. Satu kubu mengatakan jumlah ayat al-Qur’an adalah 6.666, dan satunya lagi adalah 6.236. Mana yang benar?
Kedua-duanya benar. Keduanya melihat ayat al-Qur’an dengan pendekatan yang berbeda. satu pendekatan merupakan pengkajian hikmah, sementara satunya lagi menggunakan pendekatan kalkulator. Jika mau jujur, memang yang benar adalah 6.236 ayat. Tapi bukan berarti yang mengatakan 6.666 adalah orang yang salah.
Tentu ulama-ulama yang mengatakan jumlah ayat al-Qur’an adalah 6.666 pasti memiliki alasan yang kuat. Hanya saja penulis belum bisa menguraikan alasan itu. Penulis masih terkendala dengan keterbatasan penulis. Wallahu A’lam.
~~~~~~~~~~~~~~~
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri
(idikms@gmail.com)
~~~~~~~~~~~~~~~