Istilah Jihad memang terkesan menakutkan. Mengapa tidak, istilah ini sering disandingkan dengan istilah peperangan. Jika sudah dihubungkan dengan peperangan, maka implikasinya akan memunculkan istilah kekerasan, pedang, alat perang, dan terakhir mengnai kematian. Konotasi ini perlu penulis luruskan, karena bisa merusak pemahaman kita akan makna penting dalam Jihad.
Penulis tidak menyangkal, istilah Jihad telah dirusak oleh media, khususnya media-media Barat. Mereka mempropagandakan istilah Jihad ini untuk menakut-nakuti masyarakat dunia yang non-Muslim terhadap agama Islam. Hal ini tidak lain merupakan dampak dari terus meluasnya dakwah Islam ke wilayah-wilayah mereka. Maka untuk menghentikan semakin besarnya umat Islam, Barat harus menentukan sikap dengan mengeluarkan banyak propaganda yang menyudutkan Islam.
Propaganda Barat ini semakin hari semakin kuat, bahkan merusak kestabilan dalam tubuh internal Islam itu sendiri. Hal ini akhirnya menghasilkan sikap radikalisme anti-Barat yang kebablasan, tanpa bisa ditahan-tahan. Luapan emosi yang dituangkan, ternyata justru menghalalkan segala cara. Hal yang tidak kita sepakati. Walau kita dicurangi oleh Barat, seharusnya kita tidak mencurangi balik terhadap mereka.
Tapi apa daya, nasi telah menjadi bubur. Sikap radikalisme setiap hari semakin tumbuh. Radikalisme Islam juga tidak bisa dipisahkan dari kejadian revolusi Iran tahun 1979. Dari mulai kehancuran kekaisaran Islam di dunia sejak runtuhnya Baghdad oleh Mongol, kekuasaan dunia diambil alih oleh Barat. Kekuasaan Barat ini memiliki 2 fase, yaitu fase kekuasaan Eropa Barat, dan sekarang fase kekuasaan Amerika Serikat.
Tapi walau terbagi ke dalam 2 fase, kita sepakat bahwa mereka semua tetaplah satu kubu yang tidak bisa dipisahkan. Maka dapat ditarik kesimpulan, Barat telah memimpin dunia sekitar 400 tahun dari sejak runtuhnya era Islam.
Pertumbuhan Barat semakin hari semakin hebat. Hal ini tidak lain merupakan eksistensi pendewaan akal yang dilakukan oleh bangsa Barat. Semakin Barat unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi, disudut yang lain, Islam semakin terpojok.
Maka lahirlah revolusi Iran pada tahun 1979 yang menandakan era baru dalam Islam. Iran secara tegas siap hidup mandiri tanpa kekangan dari Barat. Dan ternyata, negara Persia tersebut memang berhasil dalam membangun negara yang super power, bahkan menjadi salah satu negara yang paling ditakuti oleh Amerika Serikat. Keberhasilan Iran ini, memunculkan optimisme dikalangan umat Islam lain untuk siap keluar dari rongrongan Barat. Hanya saja, kelompok Islam ini tidak seperti Iran yang meningkatkan kemajuan teknologi, tapi lebih kepada pemberontakan terhadap Barat. Dan akhirnya terjadilah situasi tidak menyenangkan yang dialami oleh umat Islam saat ini.
Sebenarnya penulis tidak menyangkal, bahwa makna Jihad yang sebenarnya memang mengenai peperangan. Hanya saja, situasi sekitar kita yang sudah digerogoti oleh doktrin Barat, maka pembahasan kita hanya fokus pada menuntut ilmu. Hal ini sebenarnya tidak keluar dari koridor tema kita mengenai Jihad, karena menuntut ilmu merupakan bagian dari Jihad fi Sabilillah.
Pentingnya Ilmu
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mujadilah : 11).
Ayat di atas merupakan perintah langsung dari Allah untuk setiap ummatnya, agar terus berlomba-lomba menuntut ilmu setinggi-tingginya. Ilmu yang dimaksud dalam ayat tersebut memang diartikan berbeda, sebagian kalangan berpendapat merupakan ilmu pengetahuan agama, sebagian lainnya adalah ilmu pengetahuan umum. Kalau boleh penulis memberikan sedikit penengah diantara kedua pendapat tersebut, mengenai tafsiran bahwa istilah ilmu itu merujuk pada ilmu agama merupakan tafsiran yang diterima oleh semua kalangan. Yang diperselisihkan adalah tafsiran mengenai ilmu pengetahuan umum. Menurut penulis, tidak terlalu masalah mengenai ilmu pengetahuan umum, hanya saja pembaca harus memiliki waktu luang untuk sekedar memperdalam ajaran agama yang pembaca yakini.
Ada beberapa keutamaan bagi para penuntut ilmu, diantaranya:
Pertama, Allah swt akan meninggikan derajat orang yang berilmu di akhirat dan di dunia. Di akhirat, Allah akan meninggikan derajat orang yang berilmu beberapa derajat berbanding lurus dengan amal dan dakwah yang mereka lakukan. Sedangkan di dunia, Allah meninggikan orang yang berilmu dari hamba-hamba yang lain sesuai dengan ilmu dan amalan yang dia lakukan. “Katakanlah, samakah orang-orang yang berilmu dan orang-orang yang tidak berilmu” (QS, Az-Zumar : 9).
Kedua, ilmu adalah warisan para Nabi. Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya para Nabi Saw tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.” (HR. Abu Dawud).
Ketiga, orang yang berilmu, akan mendapatkan seluruh kebaikan. Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa yang Allah kehendaki mendapatkan seluruh kebaikan, maka Allah swt akan memahamkan dia tentang agama.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pandangan Ulama tentang Ilmu
Imam As-Syafi’i mengatakan, “Barang siapa menghendaki (kebaikan) dunia, maka hendaknya ia menggunakan ilmu, dan barang siapa menghendaki kebaikan akhirat, maka hendaknya menggunakan ilmu”.
Menurut Al-Ghazali, ilmu pengetahuan itu indah, mulia dan utama. Tetapi, selama keutamaan itu sendiri masih belum dipaham, dan yang diharapkan dari keutamaan itu masih belum terwujud, maka tidak mungkin diketahui bahwa ilmu adalah utama.
Keutamaan adalah kelebihan. Jika ada dua benda yang sama, sementara salah satunya mempunyai kelebihan, maka benda itu bisa disebut utama, kalau memang kelebihan yang dimaksud adalah kelebihan dalam sifat kesempurnaan.
Sesuatu yang indah dan disenangi ada tiga macam, yaitu sesuatu yang disenangi karena ada faktor lain diluarnya, sesuatu yang disenangi karena nilai eksentriknya dan sesuatu yang dicari karena nilai eksentriknya.
Ali bin Abi Thalib berkata kepada Kumail, “Wahai Kumail, ilmu itu lebih utama dari pada harta karena ilmu itu menjagamu, sedangkan kamu menjaga harta. Ilmu adalah hakim, sedang harta adalah yang dihakimi. Harta menjadi berkurang jika dibelanjakan, sedangkan ilmu akan berkembang dengan diajarkan kepada orang lain”.
Menurut Al-Mawardi, keutamaan dan pentingnya ilmu dapat diketahui oleh semua orang. Yang tidak dapat mengetahuinya hanya orang-orang bodoh. Perkataan ini adalah petunjuk bagi keutamaan ilmu yang lebih mengena, karena keutamaan ilmu hanya dapat diketahui oleh ilmu itu sendiri. Ketika seseorang tidak berilmu untuk mengetahui keutamaan ilmu, maka ia meremehkan ilmu, menganggap hina para pemiliknya, dan menyangka bahwa hanyalah kekayaan dunia yang akan mengantarkannya kepada sebuah kebahagiaan.
Al-Mawardi juga mengatakan bahwa, ilmu amatlah luas, jika di pelajari tidak akan pernah selesai, selama bumi masih berputar. Selama hayat di kandung badan, selama itu pula manusia memerlukan ilmu pengetahuan. Islam tidak hanya cukup pada perintah menuntut ilmu, tetapi menghendaki agar seseorang itu terus menerus melakukan belajar, karena manusia hidup di dunia ini perlu senantiasa menyesuaikan dengan alam dan perkembangan zaman. Jika manusia berhenti belajar sementara zaman terus berkembang, maka manusia akan tertinggal oleh zaman sehingga tidak dapat hidup layak sesuai dengan tuntutan zaman, terutama pada zaman sekarang ini, zaman yang di sebut dengan era globalisasi, orang di tuntut untuk memiliki bekal yang cukup banyak, berupa ilmu pengetahuan. Wallahu A’lam.
~~~~~~~~~~~~~~~
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri
(idikms@gmail.com)
~~~~~~~~~~~~~~~