Diantara 4 imam madzhab fikih yang diakui di dalam dunia Islam, madzhab Syafi’i adalah madzhab yang paling banyak diminati oleh mayoritas umat muslim di Indonesia. Pandangan-pandangan imam Syafi’i yang sangat hebat membuat madzhab ini adalah salah satu madzhab terbesar di dunia. Pengikut madzhab ini tak terhitung jumlahnya, menyebar dari Asia paling timur hingga Afrika.
Sudah kita singgung sebelumnya, bahwa bermadzhab adalah sesuatu hal yang dianggap penting di era sekarang. Kita bukanlah orang-orang sehebat para imam kita terdahulu untuk bisa memahami al-Qur’an dan as-Sunnah, maka kita dianjurkan untuk berkiblat kepada salah satu imam yang telah menyusun konsep tertentu untuk memudahkan kita memahami agama ini. Tapi juga bukan berarti kita taklid buta. Bagi pembaca yang masih memiliki waktu luang untuk belajar agama, teruslah mencari ilmu agama tidak terbatas pada satu madzhab saja. Tapi bagi yang tidak memiliki banyak waktu untuk belajar, berkiblat kepada satu imam, penulis kira sudah cukup, ketimbang mencoba menafsirkan sendiri ajaran al-Qur’an dan as-Sunnah.
Slogan “kembali kepada al-Qur’an dan as-Sunnah” adalah slogan yang agak kurang tepat. Seharusnya slogan ini dilengkapi dengan kalimat “berdasarkan pemahaman para ulama”. Karena melalui peran ulama inilah, kita dengan mudah memahami makna dari setiap ajaran Tuhan yang kita anggap sebagai ajaran paling benar ini.
Pada hakikatnya, setiap imam tidak membuat madzhab dengan kehendaknya sendiri. Para imam hanya mengkonsep ajaran yang dipahaminya dengan bimbingan guru-guru mereka yang ilmunya diturunkan dari ulama sebelumnya, dan menyusunnya menjadi sebuah panduan yang mudah dipahami oleh umat muslim setelahnya. Karena banyaknya orang yang mengikuti fatwa-fatwa para imam, maka terbentuklah sebuah madzhab yang kita kenal sekarang ini.
Tentang Imam Syafi’i
Abū ʿAbdullāh Muhammad bin Idrīs al-Syafiʿī atau Muhammad bin Idris asy-Syafi`i yang akrab dipanggil Imam Syafi’i (Ashkelon, Gaza, Palestina, 150 H / 767M – Fusthat, Mesir 204H / 819M) adalah seorang mufti besar Sunni Islam. Imam Syafi’i juga tergolong kerabat dari Rasulullah, ia termasuk dalam Bani Muththalib, yaitu keturunan dari al-Muththalib, saudara dari Hasyim, yang merupakan kakek Muhammad.
Imam Syafi’i berasal dari keturunan bangsawan Quraisy dan masih keluarga jauh Rasulullah saw. dari ayahnya, garis keturunannya bertemu di Abdul Manaf (kakek ketiga Rasulullah) dan dari ibunya masih merupakan cicit Ali bin Abi Thalib r.a. Semasa dalam kandungan, kedua orang tuanya meninggalkan Mekkah menuju Palestina. Setibanya di Gaza, ayahnya jatuh sakit dan berpulang ke rahmatullah, kemudian beliau diasuh dan dibesarkan oleh ibunya dalam kondisi yang sangat prihatin dan seba kekurangan, pada usia 2 tahun, ia bersama ibunya kembali ke mekkah dan di kota inilah Imam Syafi’i mendapat pengasuhan dari ibu dan keluarganya secara lebih intensif.
Kisah Kelahiran
Idris bin Abbas (ayah Imam Syafi’i) menyertai istrinya dalam sebuah perjalanan yang cukup jauh, yaitu menuju kampung Gaza, Palestina, dimana saat itu umat Islam sedang berperang membela negeri Islam di kota Asqalan.
Pada saat itu Fatimah al-Azdiyyah (ibu Imam Syafi’i) sedang mengandung, Idris bin Abbas gembira dengan hal ini, lalu ia berkata, “Jika engkau melahirkan seorang putra, maka akan kunamakan Muhammad, dan akan aku panggil dengan nama salah seorang kakeknya yaitu Syafi’i bin Asy-Syaib.”
Akhirnya Fatimah melahirkan di Gaza, dan terbuktilah apa yang dicita-citakan ayahnya. Anak itu dinamakan Muhammad, dan dipanggil dengan nama “asy-Syafi’i”.
Kebanyakan ahli sejarah berpendapat bahwa Imam Syafi’i lahir di Gaza, Palestina, namun di antara pendapat ini terdapat pula yang menyatakan bahwa dia lahir di Asqalan; sebuah kota yang berjarak sekitar tiga farsakh dari Gaza. Menurut para ahli sejarah pula, Imam Syafi’i lahir pada tahun 150 H, yang mana pada tahun ini wafat pula seorang ulama besar Sunni yang bernama Imam Abu Hanifah.
Imam Ahmad bin Hambal berkata, “Sesungguhnya Allah telah menakdirkan pada setiap seratus tahun ada seseorang yang akan mengajarkan Sunnah dan akan menyingkirkan para pendusta terhadap Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam. Kami berpendapat pada seratus tahun yang pertama Allah menakdirkan Umar bin Abdul Aziz dan pada seratus tahun berikutnya Allah menakdirkan Imam Asy-Syafi`i.
Kecerdasan Imam Syafi’i
Kecerdasan adalah anugerah dan karunia Allah yang diberikan kepada hambanya sebagai nikmat yang sangat besar. Di antara hal-hal yang menunjukkan kecerdasan Imam Syafi’i adalah sebagai berikut:
- Kemampuannya menghafal Al-Qur’an di luar kepala pada usianya yang masih belia, tujuh tahun;
- Cepatnya menghafal kitab Hadits Al Muwathta’ karya Imam Darul Hijrah, Imam Malik bin Anas pada usia sepuluh tahun;
- Rekomendasi para ulama sezamannya atas kecerdasannya, hingga ada yang mengatakan bahwa ia belum pernah melihat manusia yang lebih cerdas dari Imam Asy-Syafi`i;
- Beliau diberi wewenang berfatawa pada umur 15 tahun. Muslim bin Khalid Az-Zanji berkata kepada Imam Asy-Syafi`i: “Berfatwalah wahai Abu Abdillah, sungguh demi Allah sekarang engkau telah berhak untuk berfatwa.”
Pemikiran Imam Syafi’i
Dalam pandangannya, sunnah nabi mempunyai kedudukan yang sangat tinggi. Menurut beliau, setiap hukum yang ditetapkan oleh Rasulullah pada hakikatnya merupakan hasil pemahaman yang diperoleh nabi dari pemahamannya terhadap Al-Quran. Selain kedua sumber tersebut (Al Quran dan Hadis), dalam mengambil suatu ketetapan hukum, Imam Syafi’i juga menggunakan Ijma’, Qiyash dan istidlal (penalaran) sebagai dasar hukum Islam.
Berkaitan dengan bid’ah, Imam Syafi’i berpendapat bahwa bid’ah itu terbagi menjadi dua macam, yaitu bid’ah terpuji dan sesat, dikatakan terpuji jika bid’ah tersebut selaras dengan prinsip-prinsip Al-Quran dan Sunnah.
Dalam soal taklid, beliau selalu memberikan perhatian kepada murid muridnya agar tidak menerima begitu saja pendapat-pendapat dan hasil ijtihadnya, beliau tidak senang murid-muridnya bertaklid buta pada pendapat dan ijtihadnya, sebaliknya malah menyuruh untuk bersikap kritis dan berhati hati dalam menerima suatu pendapat, sebagaimana ungkapan beliau ” Inilah ijtihadku, apabila kalian menemukan ijtihad lain yang lebih baik dari ijtihadku maka ikutilah ijtihad tersebut “.
Karya Imam Syafi’i
Diantara karya-karya Imam Syafi’i yaitu Al Risalah dan Al Umm. Selain itu juga buku Al Musnad berisi tentang hadits-hadits Rasulullah yang dihimpun dalam kitab Umm serta ikhtilaf Al-Hadis.
Sanad Keilmuan Imam Syafi’i
Beliau mengawali mengambil ilmu dari ulama-ulama yang berada di negerinya, di antara mereka adalah:
- Muslim bin Khalid Az-Zanji mufti Mekkah
- Muhammad bin Syafi’ paman beliau sendiri
- Abbas kakeknya Imam Asy-Syafi`i
- Sufyan bin Uyainah
- Fudhail bin Iyadl, serta beberapa ulama yang lain.
Demikian juga beliau mengambil ilmu dari ulama-ulama Madinah di antara mereka adalah:
- Malik bin Anas
- Ibrahim bin Abu Yahya Al Aslamy Al Madany
- Abdul Aziz Ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Ismail bin Ja’far dan Ibrahim bin Sa’ad serta para ulama yang berada pada tingkatannya
Beliau juga mengambil ilmu dari ulama-ulama negeri Yaman di antaranya:
- Mutharrif bin Mazin
- Hisyam bin Yusuf Al Qadhi, dan sejumlah ulama lainnya.
Dan di Baghdad beliau mengambil ilmu dari:
- Muhammad bin Al Hasan, ulamanya bangsa Irak, beliau bermulazamah bersama ulama tersebut, dan mengambil darinya ilmu yang banyak.
- Ismail bin Ulayah.
- Abdulwahab Ats-Tsaqafy, serta yang lainnya.
Beliau mempunyai banyak murid, yang umumnya menjadi tokoh dan pembesar ulama dan Imam umat islam, yang paling menonjol adalah:
- Ahmad bin Hambal, Ahli Hadits dan sekaligus juga Ahli Fiqih dan Imam Ahlus Sunnah dengan kesepakatan kaum muslimin.
- Al-Hasan bin Muhammad Az-Za’farani
- Ishaq bin Rahawaih,
- Harmalah bin Yahya
- Sulaiman bin Dawud Al Hasyimi
- Abu Tsaur Ibrahim bin Khalid Al Kalbi dan lain-lainnya.
Wallahu A’lam.
~~~~~~~~~~~~~~~
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri
(idikms@gmail.com)
~~~~~~~~~~~~~~~