Mungkin sebagian teman saya ada yang tau, bahwa ketika ada seleksi masuk perguruan tinggi jilid pertama yaitu SNMPTN, saya dinyatakan lolos yaitu di UIN Sunan Gunung Djati, Bandung, dengan Program Studi Fisika. Namun sebagian teman saya mungkin tidak tau, bahwa saya lulus itu di pilihan kedua.
Karena merasa tidak lolos di pilihan pertama, saya ikut tes tertulis yang diselenggarakan negara, namanya SBMPTN. Saya ikut tes kalo tidak salah di sekolah SMA yang sekitaran IAIN Cirebon. Saya lupa lagi nama SMA nya.
Dan sebagian teman saya juga tau bahwa saya juga lolos di SBMPTN tersebut, diterima di Universitas Sriwijaya (UNSRI) dengan Program Studi Ilmu Hukum. Namun pasti sebagian teman saya tidak tau bahwa UNSRI tersebut hanyalah pilihan kedua saya, saya tetap tidak lolos di pilihan pertama.
Kemudian beberapa minggu saya nyantai-nyantai dulu di rumah, mungkin karena frustasi. Nah, ketika itu sudah masuk bulan puasa. Saya tidak sempat ke warnet (karena waktu itu akses internet masih terbatas) untuk mengecek apakah kampus pilihan pertama saya sudah tutup pendaftaran apa belum.
Ketika mendekati idul fitri, saya beranikan ke warnet. Dan… kampus tujuan saya ternyata sudah menutup pendaftaran, sehingga saya tidak bisa ikut tes mandiri.
Saya mulai frustasi. Ibu saya menyuruh saya meneruskan pendidikan ke Universitas Kuningan (UNIKU), namun saya tetap ingin merantau. Dulu saya membayangkan orang yang merantau itu agak-agak keren, walaupun ketika saya merantau saya ralat pikiran tersebut.
Nah, herannya lagi, kampus-kampus negeri ternama di Indonesia, sebut saja UNPAD, ITB, UI, dan lain-lain termasuk UIN Jakarta sudah menutup pendaftaran.
Besoknya entah apa latar belakangnya, saya sms an dengan teman masa kecil, namanya Fadli. Dia bersyukur bisa keterima di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Kemudian karena refleks saya tanya, “masih buka pendaftaran tidak?”
Kemudian agak lama dia balas, “masih”.
Tanpa pikir panjang, saya ke warnet dan saya dapatkan nomor teleponnya. Saya telepon pake telepon rumah dan langsung diangkat. Saya tanyakan prosedur pendaftaran tes mandirinya, kemudian saya transfer biaya tes nya.
Setelah lebaran, saya dijadwalkan tes di UIN Yogyakarta. Nah, ada sedikit kisah menarik disini. Saya daftar di UIN tidak mau mengambil jurusan-jurusan yang berbau Islam, saya ingin jurusan umum murni. Sesuai selera saya di SMA, pilihan paling menggiurkan adalah Prodi Fisika.
Namun ketika saya cek di web nya, ternyata ada salah satu syarat yang saya tidak bisa ikuti. Bahwa Fakultas Sains dan Teknologi di UIN Yogyakarta tidak memperkenankan calon mahasiswa yang buta warna mendaftar, bahkan di sana ditulis secara jelas tidak boleh buta warna parsial.
Sialnya, saya penderita buta warna parsial. Padahal fakultas sains dan teknologi di kampus-kampus lain biasanya tidak seketat itu, buta warna parsial masih diperbolehkan, parsial tidak boleh untuk beberapa prodi saja misalnya teknik kimia.
Karena tidak bisa daftar di SAINTEK, akhirnya saya cari prodi lain selain Islam. Ternyata di UIN Yogyakarta hanya tinggal 2 prodi, yaitu Ilmu Hukum dan Psikologi. Karena beberapa pertimbangan, saya pilih yang Ilmu Hukum sebagai pilihan pertama ketika tes mandiri. Dan alhamdulillah lulus…
Itulah sedikit lika-liku mengapa saya bisa terdampar di prodi Ilmu Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
Yang mungkin menjadi pertanyaan yang bikin penasaran bagi beberapa teman hingga saat ini (karena saya jarang menceritakan kisah ini), adalah sebenarnya pilihan pertama saya ketika tes SNMPTN dan SBMPTN itu apa sehingga saya sangat tergila-gila.
Saya jawab disini, prodi dan kampus yang saya tulis dalam pilihan pertama di tes SNMPTN dan SBMPTN adalah prodi Teknik Nuklir di UGM, saat itu merupakan prodi satu-satunya di Asia Tenggara. Saya masih ingat, pendaftar di prodi ini mencapai angka seribu, namun kursi yang tersedia hanya 45 orang saja. Gila kan?
~~~~~~~~~~~~~~~
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri
(idikms@gmail.com)
~~~~~~~~~~~~~~~