Latar Belakang Masalah
Konferensi dunia pertama kali terkait narkotika dan psikotropika dilaksanakan di Wina, Austria pada tanggal 11 Januari-21 Februari 1971 oleh The United National Conference for the Adoption of Protocol an Psicotropic Substance[1] (sic: Psychotropic) dan menghasilkan Convention Psycotropic Substances 1971. Materi muatan konvensi tersebut didasarkan pada resolusi The United Nations Economic and Social Council Nomor 1474 (XLVIII) tanggal 24 Maret 1970 merupakan aturan-aturan untuk disepakati menjadi kebiasaan internasional sehingga harus dipatuhi oleh semua negara, bagi kepentingan bangsa-bangsa beradab.[2]
Pelaksanaan konferensi tersebut tidak lain merupakan reaksi banyak pihak di dunia yang menganggap kejahatan narkotika sebagai suatu kejahatan yang besar dan luar biasa. Perhatian dunia terhadap upaya perang negara terhadap narkotika sudah dimulai dari berpuluh-puluh tahun yang lalu. Narkotika dianggap sebagai ancaman bagi keberlangsungan bangsa dan negara secara keseluruhan. Generasi muda yang diharapkan menjadi pemimpin di masa depan sedikit demi sedikit dirusak jiwa dan raganya dengan mengkonsumsi narkotika secara ilegal.[3] Maka pantaslah banyak pemimpin negara di dunia yang bersatu dan bekerjasama dalam menghadapi peredaran narkotika masuk ke negaranya. Berbagai macam upaya dilakukan, bahkan dengan pemberian sanksi pidana berupa hukuman mati.[4]
Indonesia yang secara geografis berada di jalur ramai yang menghubungkan benua Asia dan Australia dan dihimpit oleh dua samudera tentu menjadi salah satu target peredaran narkotika jaringan internasional. Hal ini bukan tanpa alasan, sudah begitu banyak kasus penangkapan penyelundupan narkotika dari luar negeri oleh pihak kepolisian. Angka penyalahgunaan narkotika di Indonesia juga setiap tahun semakin naik berdasarkan data dari Badan Narkotika Nasional.[5]
Bahaya penyalahgunaan narkotika dan psikotropika dapat merusak moral dan fisik generasi penerus bangsa yang pada akhirnya akan menghambat proses pembangunan menuju kehidupan masyarakat berbangsa dan bernegara yang dicita-citakan.[6] Korban penyalahgunaan narkotika di Indonesia, akhir-akhir ini cenderung meningkat dan mencakup tidak hanya terbatas pada kelompok masyarakat yang mampu, tetapi juga telah merambah kepada kalangan masyarakat yang kurang mampu, baik di kota maupun di pedesaan. Tidak hanya melibatkan pelajar sekolah lanjutan atas dan mahasiswa, namun telah merambah pelajar setingkat sekolah lanjutan pertama dan SD.[7]
Faktor-faktor penyalahgunaan narkotika di bawah umur (di kalangan anak) biasanya menyangkut faktor individu dan lingkungan. Faktor individu yang paling sering terjadi adalah menyangkut rasa ingin tahu untuk mencoba. Adapun faktor lingkungan sering datang dari lingkungan keluarga, biasanya terjadi terhadap keluarga yang kurang harmonis sehingga anak menjadi korban keretakan kedua orang tuanya. Selain lingkungan keluarga, lingkungan sosial lain seperti sekolah juga kerap menjadi faktor penyalahgunaan di kalangan anak-anak.[8]
Selain faktor-faktor tersebut diatas, penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi di bidang komunikasi dan informasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang tua, telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan perilaku anak.[9]
Kenakalan-kenakalan anak pada zaman ini sudah sangat memprihatinkan. Tidak seperti dahulu yang mana pelanggaran-pelanggaran dari kenakalan anak jarang menyangkut kasus pidana. Kenakalan anak ini berlangsung serentak di seluruh penjuru dunia pasca-globalisasi. Bahkan istilah kenakalan anak berasal dari Amerika Serikat yaitu dari kata Juvenile delinquency yang artinya: “Kenakalan anak, kenakalan remaja, dan sebagainya”.[10]
Menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang dimaksud dengan anak adalah orang yang dalam perkara Anak Nakal telah mencapai umur 8 (delapan) tahun tetapi belum mencapai umur 18 (delapan belas) tahun dan belum pernah kawin.[11] Anak yang akan menuju generasi muda sangat terasa didalam aktivitas yaitu mudah cemas tergoncang emosinya bahkan mudah tersinggung dan sangat peka terhadap kritikan karena jiwanya belum stabil, terkadang mereka ingin terlepas dari aturan yang ada bahkan mudah menerima pengaruh dari luar lingkungannya dan ingin hidup dengan gayanya sendiri. Maka tidak heran jika banyak anak melakukan penyimpangan dan kejahatan di tempat umum seperti minum-minuman keras di pinggir jalan, coret-coret tembok atau bangunan-bangunan, kebut-kebutan di jalan umum, mencuri dan sebagainya.[12] Adapun upaya untuk masalah sosial terutama masalah penyalahgunaan Napza[13] merupakan tugas dan tanggung jawab dari Pemerintah Daerah, yang sebagaimana tertuang didalam Undang-Undang 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang menyebutkan bahwa urusan masalah penyalahgunaan Napza tugas dari pemerintah daerah yang berkaitan dengan kesejahteraan sosial.[14]
Penyalahgunaan narkotika di bawah umur memang sudah menjadi masalah nasional, tidak hanya di perkotaan, tapi sudah mulai masuk ke Kabupaten-Kabupaten kecil, salah satunya Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Kabupaten Kuningan dengan jumlah penduduk 1.140.777 jiwa yang tersebar di 32 kecamatan, 361 desa dan 15 kelurahan memiliki kondisi wilayah yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Cirebon, Kabupaten Majalengka, Kabupaten Ciamis, Kabupaten Brebes Jawa Tengah, Kabupaten Cilacap Jawa Tengah. Tidak sedikit masyarakat Kabupaten Kuningan yang mencari pekerjaan di luar kota. Hal ini tidak menutup kemungkinan masuknya narkotika ke dalam wilayah Kabupaten Kuningan. Arus lintas Kabupaten maupun lintas provinsi sangat rawan akan peredaran gelap narkotika. Kasus penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Kuningan saat ini bukan hanya didominasi oleh orang dewasa, namun sudah merambah ke usia remaja bahkan kalangan pelajar. Hal ini disebabkan oleh kondisi mental yang masih labil dan tergiur dengan keuntungan besar sehingga dijadikan ajang bisnis barang haram.[15]
Sebagai jalur utama lintas kota besar (Cirebon-Bandung), sangat wajar Kabupaten Kuningan menjadi salah satu Kabupaten yang dituntut mengeluarkan Perda (Peraturan Daerah) khusus tentang Pencegahan Narkotika.[16] Keresahan masyarakat melihat kondisi nyata dimana banyak penyalahgunaan narkotika di kalangan anak membuat keprihatinan bersama. Kasus-kasus Drop Out (DO) siswa-siswa di Kabupaten Kuningan karena penyalahgunaan narkotika sudah banyak terjadi.
Berikut penyusun sampaikan data-data statistik penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Kuningan sebagai bahan pra-penelitian yang akan menunjang pelaksanaan penelitian skripsi ini. Penyusun menyiapkan beberapa data pada kurun waktu tahun 2013/2014 untuk kemudian dianalisis pada bab selanjutnya dengan data statistik terbaru.[17]
NO | KARAKTERISTIK | TAHUN 2013 | TAHUN 2014 |
1 | Kasus Kejahatan Narkotika | 26 Kasus | 19 Kasus |
2 | Jumlah Tersangka Peredaran Gelap Narkotika | 52 Orang | 34 Orang |
3 | Kegiatan Produksi Narkotika | 0 Kasus | 0 Kasus |
4 | Jumlah Pecandu Narkotika | 30 Orang | 23 Orang |
Tabel 1.1. Data Statistik Kasus Narkotika Kabupaten Kuningan Tahun 2013/2014.
Dari tabel tersebut diatas, dapat dilihat adanya peningkatan dalam kasus penyalahgunaan narkotika dari tahun 2013 sampai tahun 2014. Namun begitu, jumlah tersangka dan pelaku menunjukkan penurunan. Data ini memberikan suatu pemahaman yang paradoks, karena itu berarti penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Kuningan hanya dikontrol oleh beberapa kelompok saja, sehingga antara jumlah kasus dengan penyalah guna tidak sinkron. Sehingga penyusun memiliki hipotesis sementara bahwa kasus penyalahgunaan narkotika di Kabupaten Kuningan hanya dilakukan oleh kelompok yang sama. Selain itu, ketidak-adaan proses produksi narkotika di Kabupaten Kuningan memunculkan suatu kesimpulan sementara bahwa narkotika yang disalahgunakan di Kabupaten Kuningan merupakan barang hasil selundupan dari daerah lain.
Jika dikerucutkan ke dalam penyalahgunaan narkotika dikalangan anak, maka data yang penyusun dapatkan dari kantor BNN Kabupaten Kuningan dapat digambarkan sebagai berikut:[18]
NO | UMUR (Dalam Tahun) | JUMLAH |
1 | <18 (Anak) | 10 Tersangka |
2 | 18-25 | 19 Tersangka |
3 | 26-30 | 10 Tersangka |
4 | 31-35 | 5 Tersangka |
5 | 36-40 | 3 Tersangka |
6 | >41 | 5 Tersangka |
Jumlah Total | 52 Tersangka |
Tabel 1.2. Tersangka Narkotika Berdasarkan Umur Kabupaten Kuningan Tahun 2013.
Dari data diatas, dapat dipahami bahwa tingkat penyalahgunaan narkotika dikalangan anak mencapai angka 19,23%. Ketika penyusun mencermati data aslinya, rata-rata umur dari penyalah guna anak berkisar di dua umur, yaitu umur 16 tahun dan umur 17 tahun, dengan jumlah penyalah guna anak berumur 16 tahun jumlahnya sebanyak 4 anak, sementara yang berumur 17 tahun sebanyak 6 anak.
Adapun barang bukti berupa narkotika yang sudah diamankan oleh Polres Kuningan hanya mencakup tiga jenis, yaitu sabu (0,06 gram pada tahun 2013, meningkat menjadi 15,98 gram pada tahun 2014), ganja (2.341,29 gram pada tahun 2013, turun menjadi 1.070,09 gram pada tahun 2014), dan dekstro (hanya terjadi pada tahun 2013 dengan 231 butir). Adapun jumlah kurir pemasok narkotika di Kabupaten Kuningan berjumlah 22 orang pada tahun 2013, turun menjadi 11 orang pada tahun 2014.[19]
Selain itu, Polres Kuningan dan BNN Kabupaten Kuningan juga memberikan data penyelundupan narkotika di Kabupaten Kuningan melalui 7 jalur, yaitu:[20]
NO | JALUR | ASAL |
1 | Jalur Utara | – Cilimus (Kuningan) dari Beber (Cirebon);
– Mandirancan (Kuningan) dari Sumber (Cirebon). |
2 | Jalur Timur | – Cidahu (Kuningan) dari Ciledug (Cirebon);
– Cibingbin (Kuningan) dari Kabupaten Brebes. |
3 | Jalur Selatan | – Darma (Kuningan) dari Cikijing (Majalengka);
– Salajambe (Kuningan) dari Rancah (Ciamis); – Subang (Kuningan) dari Kabupaten Cilacap. |
Tabel 1.3. Jalur Penyalahgunaan Narkotika Kabupaten Kuningan.
Terhadap penyalahgunaan narkotika, jenis sanksi yang akan penyusun dalami adalah tentang rehabilitasi yang tertuang dalam sanksi pidana peringatan seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak. Rehabilitasi yang harus dijalani oleh anak tentu memiliki perbedaan dengan rehabilitasi yang dijalani oleh orang dewasa. Aturan hukum yang mengaturnya pun berbeda, jika rehabilitasi narkotika untuk orang dewasa dibahas di dalam Undang-Undang Narkotika, maka rehabilitasi anak secara khusus tertuang di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak.
Perbedaan aturan ini adalah upaya untuk mengedepankan asas keadilan di dalam hukum. Anak yang memiliki kontrol emosi yang berbeda dengan orang dewasa harus memiliki aturan berbeda walaupun dalam kasus yang sama. Maka kepastian hukum tersebut ditampilkan dengan pemikiran akan keadilan hukum. Bahkan menurut Mertokusumo, andaikan keadilan hukum dan kepastian hukum terjadi benturan, maka yang harus didahulukan adalah keadilan hukum.[21]
Berdasarkan urian-uraian diatas, maka penyusun tertarik untuk melakukan penelitian secara lebih mendalam dan ilmiah dengan menggunakan judul:
“Pelaksanaan Hak Anak dalam Proses Rehabilitasi Narkotika Menurut UU Perlindungan Anak (Studi di BNN Kabupaten Kuningan)”.
Rumusan Masalah
Dari uraian permasalahan yang telah digambarkan dalam latar belakang diatas, penyusun akan merumuskan beberapa pokok permasalahan yang kemudian menjadi fokus pembahasan penyusun dalam penyusunan karya ilmiah skripsi. Adapun rumusan masalah yang dimaksud adalah sebagai berikut:
- Apakah pelaksanaan rehabilitasi penyalah guna narkotika anak di Kabupaten Kuningan sudah sesuai dengan UU Perlindungan Anak?
- Sejauh mana tanggung jawab BNN Kabupaten Kuningan dalam mengawasi pelaksanaan rehabilitasi penyalah guna narkotika anak di Kabupaten Kuningan?
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan dan kegunaan dalam penelitian ini adalah untuk melihat seberapa jauh pelaksanaan rehabilitasi yang ada di Kabupaten Kuningan dengan tolak ukur perundang-undangan. Berikut beberapa tujuan dan kegunaan yang secara khusus diharapkan oleh penyusun, yaitu:
- Tujuan
Berdasarkan uraian latar belakang masalah dan rumusan masalah tersebut diatas, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
- Untuk mengetahui kesesuaian peraturan perundang-undangan dalam pelaksanaan rehabilitasi narkotika terhadap anak.
- Untuk mengetahui kinerja Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Kuningan dan Pemerintah Daerah Kabupaten Kuningan dalam pemenuhan fasilitas terhadap penyalah guna narkotika anak.
- Untuk mengetahui kendala yang dialami oleh tempat rehabilitasi dalam pemenuhan hak penyalah guna narkotika anak.
- Kegunaan
Sementara kegunaan dalam penelitian ini diharapkan memberikan manfaat baik secara praktis maupun secara teoretis.
Kegunaan Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran dan menjadi bahan kajian dalam perundang-undangan tentang rehabilitasi penyalah guna narkotika di kalangan anak, dan diharapkan dapat menjadi bahan referensi dalam rangka pembaharuan dari sistem pemenuhan hak terhadap penyalah guna narkotika anak.
Kegunaan Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan bagi penyusun secara khusus dan pembaca pada umumnya serta dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi Badan Narkotika Nasional (BNN) baik yang lingkup Kabupaten Kuningan maupun nasional dalam pelaksanaan rehabilitasi penyalah guna narkotika anak.
Telaah Pustaka
Agar dapat menyelesaikan masalah dan mencapai tujuan dalam penelitian, maka penelitian ini menggunakan beberapa literatur hasil penelitian terdahulu yang membahas tentang pelaksanaan rehabilitasi dan penyalahgunaan narkotika. Disamping itu, hal ini juga dimaksudkan untuk menghindari terjadinya kesamaan terhadap penelitian yang telah ada. Oleh sebab itu, penyusun merasa berkepentingan mengadakan penelusuran terhadap penelitian-penelitian yang terdahulu. Sejauh pengamatan penyusun belum menemukan penelitian yang memfokuskan pada pelaksanaan rehabilitasi penyalah guna narkotika anak. Namun berikut ini penyusun hadirkan beberapa penelitian yang nantinya akan menjadi salah satu sumber rujukan penyusun.
Sebuah tesis yang berjudul, “Penegakan Hukum terhadap Anak Pelaku Kejahatan Narkotika di Wilayah Kabupaten Sleman”, karya R.A. Norma Estarina di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.[22] Tesis ini lebih dalam mengkaji proses penegakan hukum kejahatan narkotika terhadap anak, termasuk di dalamnya mengkaji tentang sistem peradilan pidana anak. Lebih jauh lagi, tesis ini hanya fokus terhadap pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan bagi anak yang terlibat kejahatan narkotika. Norma Estarina mengemukakan kendala-kendala yang dihadapi seorang hakim dalam memberikan putusan terhadap anak yang terlibat kejahatan narkotika. Disamping itu, Norma Estarina juga memberikan suatu solusi berupa upaya atau tindakan yang efektif bagi seorang hakim dalam menghadapi kendala pemberian putusan terhadap anak. Perbedaan yang terlihat dengan penelitian yang dilakukan penyusun terletak pada bentuk kajiannya, dimana penyusun lebih khusus mengkaji pelaksanaan rehabilitasi terhadap anak. Artinya, kajian penyusun adalah langkah lanjutan dari penelitian yang dilakukan oleh R.A. Norma Estarina dalam tesisnya.
Skripsi karya Jodia Putra yang berjudul, “Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dan Upaya Rehabilitasinya (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta)”, mengkaji dalam proses penyalahgunaan narkotika berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika beserta pembahasan cara rehabilitasi terhadap pelaku penyalah guna.[23] Jodia Putra meneliti terlalu umum terhadap tindak pidana penyalahgunaan narkotika, walaupun bahasannya dibatasi di Lembaga Pemasyarakatan Klas II A Yogyakarta. Dalam kajiannya, Jodia Putra menjelaskan teori dan pelaksanaan dari tindak pidana narkotika lengkap dengan proses rehabilitasinya. Namun proses rehabilitasi yang disampaikan oleh Jodia Putra mencakup proses rehabilitasi secara umum, sehingga dasar hukum yang digunakan menggunakan Undang-Undang Narkotika. Adapun perbedaan penelitian yang diangkat oleh penyusun dengan skripsi tersebut terletak pada objeknya. Jika dalam skripsi Jodia Putra menjelaskan bentuk rehabilitasi secara umum, maka penyusun lebih khusus mengkaji rehabilitasi terhadap penyalah guna narkotika di kalangan anak. Ketentuan perundang-undangan yang digunakan pun berbeda. Jodia Putra menggunakan Undang-Undang Narkotika dalam membedah permasalahanya, sementara penyusun menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak.
Selanjutnya adalah skripsi dari Dwi Purwaningsih yang berjudul, “Pelaksanaan Rehabilitasi Medis dan Sosial bagi Narapidana Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus di Lapas Narkotika Klas II A Yogyakarta).[24] Skripsi ini lebih umum menjelaskan apakah pelaksanaan rehabilitasi di Lapas Narkotika Klas II A Yogyakarta sesuai dengan Undang-Undang Narkotika. Dwi Purwaningsih hanya membahas pelaksanaan rehabilitasi terhadap penyalah guna narkotika yang sudah mencapai umur dewasa. Hal ini menjadi sisi utama skripsi Dwi Purwaningsih, karena memang dalam Undang-Undang Narkotika hanya menjelaskan proses rehabilitasi terhadap penyalah guna narkotika yang sudah dewasa. Adapun aturan yang mengatur proses rehabilitasi terhadap penyalah guna narkotika di kalangan anak lebih banyak diatur di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Kembali penyusun tekankan perbedaan antara penelitian yang penyusun lakukan dengan skripsi karya Dwi Purwaningsih. Perbedaan yang sangat jelas terletak pada objek kajian, yakni penyusun lebih fokus terhadap penyalah guna narkotika di kalangan anak, sehingga implikasi logisnya adalah penyusun lebih banyak menggunakan Undang-Undang Perlindungan Anak bukan menggunakan Undang-Undang Narkotika.
Skripsi berjudul, “Upaya Badan Narkotika Provinsi (BNP) Yogyakarta dalam Penanggulangan Penyalahgunaan Narkotika di Kalangan Anak (Studi Atas Pelaksanaan Undang-Undang Perlindungan Anak)”, karya Tri Adi Mulyono di Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga. Dalam skripsi ini, Tri Adi Mulyono menjelaskan secara rinci tentang upaya-upaya pencegahan atau strategi yang dilaksanakan oleh Badan Narkotika Provinsi (BNP) Yogyakarta dalam menanggulangi penyalahgunaan narkotika di kalangan anak. Skripsi ini hanya fokus pada antisipasi yang dilakukan oleh Badan Narkotika Provinsi (BNP) Yogyakarta, tidak sampai membahas terhadap proses rehabilitasinya. Adapun penelitian penyusun justru lebih khusus membahas pelaksanaan rehabilitasi penyalah guna narkotika di kalangan anak.
Penulisan hukum yang dilakukan oleh Misbahul Anwar yang berjudul, “Dasar Penjatuhan Sanksi Tindakan Rehabilitasi oleh Hakim terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika”.[25] Penulisan hukum ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar sarjana hukum di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Misbahul Anwar dengan rinci menjelaskan pertimbangan hakim dalam memutuskan sanksi rehabilitasi terhadap penyalah guna narkotika. Adapun perbedaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penyusun terletak pada kekhususan kajiannya, dimana penyusun lebih mengerucut hanya membahas tentang pelaksanaan rehabilitasi, lebih khusus lagi rehabilitasi yang dimaksud hanya dalam lingkup penyalah guna narkotika di kalangan anak.
Laporan Tugas Akhir karya Elinna yang berjudul, “Upaya Pencegahan (BNNP DIY) dalam Menanggulangi Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Lingkungan Pendidikan”.[26] Laporan Tugas Akhir ini merupakan syarat kelulusan sekolah vokasi program diploma 3 hukum di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Elinna dalam laporannya ini mengkaji tentang upaya dan strategi pencegahan yang dilakukan oleh Badan Narkotika Provinsi DIY terhadap penyalahgunaan dan peredaran narkotika di kalangan pelajar (anak). Objek kajiannya sama dengan penelitian yang diangkat oleh penyusun yakni berkenaan dengan penyalah guna anak, hanya saja memiliki segi perbedaan dalam pelaksanaan penelitiannya, dimana penyusun lebih khusus dalam pelaksanaan rehabilitasi yang dilakukan oleh Badan Narkotika Nasional Kabupaten Kuningan, tidak fokus dalam upaya penanggulangan penyebaran narkotika.
Kerangka Teoretik
- Teori Tujuan Hukum
Penemuan hukum lazimnya diartikan sebagai proses pembentukan hukum oleh hakim atau petugas-petugas hukum lainnya yang berwenang untuk itu dengan diberi tugas untuk melaksanakan hukum terhadap peristiwa-peristiwa hukum yang konkret.[27] Dibutuhkan tujuan-tujuan murni dari hukum untuk membentuk karakter hukum yang ideal. Di kalangan para ahli hukum dikenal tiga buah teori dalam menggambarkan tujuan hukum, yaitu:[28]
- Teori Etis (Ethische Theory)
Teori etis memandang bahwa hukum ditempatkan pada perwujudan keadilan yang semaksimal mungkin dalam tata tertib masyarakat. Dalam arti kata, tujuan hukum semata-mata untuk keadilan. Menurut Hans Kelsen, suatu peraturan umum dikatakan adil jika benar-benar diterapkan kepada semua kasus, yang menurut isinya peraturan ini harus diterapkan. Suatu peraturan umum dikatakan tidak adil jika diterapkan kepada suatu kasus dan tidak diterapkan kepada kasus lain yang sama.
- Teori Utilitis (Utiliteis Theory)
Teori utilitis dari Jeremy Bentham berpendapat bahwa tujuan hukum adalah untuk memberikan kepada manusia kebahagiaan yang sebesar-besarnya. Pandangan teori tujuan hukum ini bercorak sepihak karena hukum barulah sesuai dengan daya guna atau bermanfaat dalam menghasilkan kebahagiaan dan tidak memperhatikan keadilan. Padahal kebahagiaan itu tidak mungkin tercapai tanpa keadilan.
- Teori Gabungan
Teori tujuan hukum yang ketiga merupakan teori yang menggabungkan teori etis dan teori utilitis. Dimana teori ini berpendapat bahwa antara keadilan dan kebahagiaan terhadap hukum harus saling melengkapi.
- Teori Pemidanaan
Teori Rehabilitasi
Menurut teori rehabilitasi (teori pembinaan), tujuan pemidanaan adalah untuk merubah tingkah laku atau perilaku terpidana agar ia meninggalkan kebiasaan jelek yang bertentangan atau melawan norma-norma hukum, dan agar supaya ia lebih cenderung menaati norma-norma yang berlaku. Dengan singkat tujuan pidana atau pemidanaan menurut teori ini adalah memperbaiki diri terpidana.[29]
Fokus dari teori rehabilitasi ini adalah upaya reformasi atau memperbaiki pelaku. Menurut pandangan teori ini, kejahatan dianggap sebagai penyakit sosial yang disintegratif dalam masyarakat. Pemidanaan dipandang sebagai proses terapi atas suatu penyakit yang ada, bukan sebagai penjeraan atau penangkalan dalam konteks deterrence. Selain itu, dalam pandangan teori ini seorang pelaku kejahatan merupakan orang yang perlu ditolong. Teori rehabilitasi ini pada dasarnya juga dapat menentukan keputusan seorang hakim dalam menentukan sanksi pidana. Hakim dituntut untuk menentukan model pemidanaan mana yang cocok sebagai sarana terapi bagi pelaku.
Teori Deterrence
Teori deterrence (teori pencegahan) ini sering dikaitkan dengan pandangan utilitarian. Utilitarianis Bentham mengemukakan bahwa tujuan-tujuan dari pidana ialah:
- Mencegah semua pelanggaran (to prevent all offences);
- Mencegah pelanggaran yang paling jahat (to prevent the worst offences);
- Menekan kejahatan (to keep down mischief );
- Menekan kerugian sekecil-kecilnya (to act the least expense).
Teori ini membenarkan pemidanaan berdasarkan kepada tujuan pemidanaan yaitu untuk melindungi masyarakat atau pencegahan terjadinya kejahatan. Untuk mencapai tujuan tersebut harus ada ancaman pidana dan pemidanaan (penjatuhan) pidana kepada si pelaku kejahatan atau tindak pidana. Sedangkan sifat pencegahan dari teori ini adalah:[30]
- Pencegahan umum
Diantara teori-teori pencegahan umum ini, teori pidana yang bersifat menakut-nakuti adalah teori yang paling lama dianut orang. Menurut teori pencegahan umum ini ialah pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan agar orang-orang menjadi takut untuk berbuat kejahatan dan penjahat yang dijatuhi pidana dijadikan sebagai contoh agar masyarakat tidak meniru.
- Pencegahan khusus
Menurut teori ini, tujuan pidana adalah mencegah pelaku kejahatan yang telah dipidana agar ia tidak mengulangi lagi melakukan kejahatan, dan mencegah agar orang yang telah berniat buruk untuk mewujudkan niatnya itu kedalam bentuk perbuatan nyata.
Penganjur teori ini adalah Paul Anselm van Feurbach yang mengemukakan hanya dengan mengadakan ancaman pidana saja tidak akan memadai, melainkan diperlukan penjatuhan pidana kepada si penjahat.[31] Pembalasan itu sendiri tidak mempunyai nilai tetapi sebagai sarana untuk melindungi kepentingan masyarakat, maka teori ini disebut teori perlindungan masyarakat.
Penjatuhan pidana yang dimaksudkan agar tidak ada perbuatan jahat sebenarnya tidak begitu bisa dipertanggungjawabkan, karena terbukti semakin hari kualitas dan kuantitas kejahatan semakin bertambah, jadi penjatuhan pidana tidak menjamin berkurangnya kejahatan. Teori ini lebih mempersoalkan akibat-akibat dari pemidanaan kepada terpidana atau kepada kepentingan masyarakat juga dipertimbangkan pencegahannya untuk masa mendatang.
Resosialisasi
Menurut teori resosialisasi ini, pemidanaan dengan cara desosialisasi yaitu memisahkan pelaku dari kehidupan sosial masyarakat dan membatasinya untuk dapat berkomunikasi dengan masyarakat, pada dasarnya dapat menghancurkan pelaku.[32] Resosialisasi merupakan proses yang mengakomodasi dan memenuhi kebutuhan pelaku tindak pidana akan kebutuhan sosialnya. Kebutuhan sosial tersebut pada dasarnya adalah kebutuhan untuk bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan masyarakat.
Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu cara atau tindakan menurut sistem aturan tertentu yang bertujuan agar kegiatan praktis terlaksana secara terarah dan tersistematis sehingga dapat diperoleh hasil maksimal. Selain itu juga penelitian adalah mencari fakta menurut objektivitas untuk menentukan fakta dan menghasilkan dalil atau hukum. Untuk mencapai apa yang diharapkan dengan tepat dan terarah dalam penelitian, penyusun menggunakan metode penelitian sebagai berikut:
- Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research), ialah penelitian yang langsung dilakukan ke objek penelitian untuk mendapatkan data yang erat kaitannya dengan penelitian, dalam hal ini penyusun akan mengambil data langsung dari BNN Kabupaten Kuningan dan beberapa pihak yang terlibat didalam target penelitian.
- Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menggunakan sumber data yang telah terkumpul yang erat kaitannya dengan penelitian, untuk kemudian penyusun analisis dan deskripsikan dari data yang diperoleh.
- Sumber Data
Dalam melakukan penelitian ini, penyusun menggunakan sumber data primer, sekunder dan tersier.
- Data Primer
Data primer dalam penelitian hukum dapat dilihat sebagai data yang merupakan perilaku hukum dari warga masyarakat. [33] Data primer yang dimaksud ini yaitu data yang diambil dari hasil wawancara langsung dengan berbagai narasumber, dalam hal ini narasumber di kantor BNN Kabupaten Kuningan. Disamping itu, penyusun juga memasukkan Undang-Undang Perlindungan Anak sebagai bagian dari data primer, karena undang-undang tersebut akan penyusun gunakan sebagai alat inti dalam menganalisis hasil penelitian.
- Data Sekunder
Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang dapat memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, yang dapat berupa rancangan perundang-undangan, hasil penelitian, buku-buku teks, jurnal ilmiah, surat kabar (koran), pamflet, brosur, dan lain-lain.[34] Adapun sumber data tersebut dapat digolongkan yaitu:
1) UUD 1945 (Pasal 31).
2) KUHP dan KUHAP.
3) Beberapa undang-undang, antara lain: Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak; Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika; Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah.
4) Peraturan lain dibawah undang-undang, yaitu: Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana; Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 83 Tahun 2007 Tentang Badan Narkotika Nasional, Badan Narkotika Provinsi, dan Badan Narkotika Kabupaten/Kota.
- Data Tersier
Data tersier adalah sumber data yang digunakan untuk mendukung dari sumber data primer dan data sekunder yang erat kaitannya dengan penelitian, berupa: Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kamus terjemahan bahasa asing, wikipedia, website ataupun sumber lain yang relevan dalam penelitian ini.
Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini ialah dengan pendekatan yuridis empiris. Yuridis merupakan pendekatan suatu masalah berdasarkan aturan perundang-undangan yang ada, sedangkan empiris yakni penelitian yang menekankan pada kenyataan atau fakta-fakta yang terdapat di lapangan, dalam hal ini berkaitan dengan pelaksanaan rehabilitasi penyalah guna narkotika di bawah umur.
Teknik Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data, penyusun menggunakan beberapa teknik, yaitu: observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik-teknik tersebut penyusun gunakan untuk mengumpulkan data secara efektif, dan teknik-teknik tersebut akan digunakan oleh penyusun secara konsisten.
- Observasi
Observasi merupakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.[35] Selanjutnya observasi berfungsi sebagai eksplorasi, dari hasil ini dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang masalahnya serta mendapatkan petunjuk-petunjuk cara memecahkannya.[36] Sehingga, hal ini dilakukan untuk melihat secara langsung dan melakukan pengamatan terhadap objek penelitian.
- Wawancara
Salah satu alat untuk mendapatkan data dengan menggunakan teknik wawancara. Teknik ini sebagai alat pengumpul informasi dengan cara mengajukan sejumlah pertanyaan secara lisan untuk dijawab secara lisan pula.[37] Atau sebuah dialog yang dilukan pewawancara untuk memperoleh informasi dari responden.[38] Wawancara yang digunakan dalam penelitian dilaksanakan dengan beberapa pertanyaan, tetapi tidak menutup kemungkinan muncul pertanyaan yang baru yang ada hubungan dengan permasalahan, dengan ini penyusun ingin mendapatkan informasi atau data untuk menjawab masalah penelitian yang tidak dapat diperoleh dengan teknik pengumpulan data lain. Dalam hal ini penyusun akan menggunakan teknik wawancara untuk mengumpulkan data dari pihak BNN Kabupaten Kuningan.
- Dokumentasi
Metode pengumpulan data dengan dokumentasi ini diharapkan bermanfaat untuk menguji, menafsirkan, dan bahkan untuk meramalkan. Selain itu dokumen juga bermanfaat sebagai bukti untuk suatu pengujian.[39] Dalam hal ini penyusun akan mengumpulkan data berupa berkas-berkas, arsip-arsip, serta literatur lainnya yang erat dalam penelitian terkait.
- Analisis Data
Setelah data terkumpul, maka tahap selanjutnya adalah analisis data. Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan mengurut data kedalam pola kategori menjadi satu uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja. Namun hal ini belum dapat dipakai untuk menyusun suatu konstruktif deskriptif fakta. Kemudian untuk menganalisa data yang diperoleh, penyusun menggunakan metode deskriptif analitis, artinya data yang berupa ucapan, tulisan dan perilaku yang dapat diperoleh dalam penelitian dilaporkan secara kualitatif untuk memperoleh kesimpulan. Setelah data yang dibutuhkan terkumpul dengan melalui metode penelitian, data tersebut perlu diolah dan dianalisa dengan baik agar data tersebut bermakna. Adapun metode yang penyusun gunakan adalah deduktif, yaitu cara berfikir analitik yang berangkat dari dasar-dasar pertanyaan yang bersifat umum menuju pada pertanyaan yang bersifat khusus, dengan penalaran yang bersifat rasional. Kemudian dianalisis secara komparatif, yaitu mengkaji proses rehabilitasi penyalah guna narkotika di kalangan anak dengan cara membandingkan dengan data yang diperoleh.
Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam memahami dan membahas permasalahan yang diteliti, maka penyusun membuat sistematika pembahasan terdiri dari 5 (lima) bab yang terdiri dari:
Bab Pertama, dalam bab ini penyusun akan menguraikan latar belakang masalah, rumusan masalah atau pokok-pokok masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, telaah pustaka, kerangka teoretik, metode penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab Kedua, dalam bab ini penyusun akan menjelaskan secara lengkap definisi anak dan konsep tentang anak, baik menurut undang-undang maupun menurut para ahli hukum. Selain itu juga penyusun akan menjelaskan mengenai definisi dari rehabilitasi dan jenis-jenisnya. Lebih jauh lagi, penyusun akan menggambarkan konsep tentang narkotika, hal ini penting untuk melihat dampak buruk zat-zat yang ada dalam narkotika terhadap pertumbuhan anak.
Bab Ketiga, dalam bab ini penyusun akan menjelaskan lebih khusus tentang Badan Narkotika Nasional (BNN), dari mulai sejarah terbentuknya BNN, kedudukan, tugas, fungsi, dan wewenang. Lebih dalam lagi, penyusun akan menggambarkan Badan Narkotika Nasional (BNN) Kabupaten Kuningan sebagai tujuan penelitian penyusun.
Bab Keempat, dalam bab ini penyusun akan menganalisis dari data yang penyusun dapatkan dari narasumber, dibandingkan dengan kondisi ideal yang diatur di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, dalam hal ini mengenai proses rehabilitasi anak.
Bab Kelima, dalam bab ini penyusun akan menutup penelitian ini dengan memberikan kesimpulan yang berisi ringkasan dari serangkaian pembahasaan pada bab-bab sebelumnya. Di bab ini pula penyusun akan memberikan saran yang berisi masukan-masukan yang diharapkan memberikan manfaat bagi generasi penerus khususnya di kalangan anak agar bisa terhindar dari penyalahgunaan narkotika.
~~~~~~~~~~~~~~~
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri
(idikms@gmail.com)
~~~~~~~~~~~~~~~
________________
[1] Konvensi Psikotropika pada tahun 1971 adalah perjanjian PBB yang dirancang untuk mengontrol obat-obatan psikoaktif seperti ATS, barbiturat, benzodiazepin, dan psychedelics dan ditandatangani di Wina, Austria pada tanggal 21 Februari 1971. Sebelum konvensi ini juga sebenarnya telah dilaksanakan Konvensi Narkotika tahun 1961, namun konvensi tahun 1961 masih terbatas pada beberapa jenis obat-obatan seperti ganja, coca, dan opium, sehingga tidak bisa melarang banyak obat-obatan psikotropika yang baru ditemukan di kemudian hari.
[2] Sarwoto, “Pemidanaan terhadap Pelaku Penyalahgunaan Narkotika Berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 di Kota Yogyakarta”, Tesis, (Yogyakarta: Magister Hukum Litigasi Universitas Gadjah Mada, 2013), hlm. 1.
[3] Yang dimaksud “Ilegal” disini adalah upaya konsumsi narkotika tanpa izin resmi kedokteran yang merupakan wakil negara.
[4] Beberapa negara yang menerapkan hukuman mati antara lain adalah negara Filipina, Tiongkok, dan Indonesia.
[5] Pengguna Narkoba di Indonesia terus Meningkat, http://wartakota.tribunnews.com, akses 5 November 2016, pukul 19:25. Atau bisa juga dilihat melalui website resmi Badan Narkotika Nasional.
[6] Nanang Herjunanto, “Fungsi Hakim Pidana dalam Memeriksa dan Mengadili Tindak Pidana Narkotika dan Psikotropika terhadap Perlindungan Hukum”, Tesis, (Yogyakarta: Magister Hukum Kenegaraan Universitas Gadjah Mada, 2004), hlm. 1.
[7] Wsr. Aris Suprihadi, “Kebijaksanaan Pembinaan Narapidana di Lapas Klas IIA Narkotika Yogyakarta”, Tesis, (Yogyakarta: Magister Hukum Kenegaraan Universitas Gadjah Mada, 2011), hlm. 10.
[8]Faktor-faktor Penyebab Penyalahgunaan Narkotika, http://dedihumas.bnn.go.id, akses 22 September 2016, pukul 12:16.
[9] R.A. Norma Estarina, “Penegakan Hukum terhadap Anak Pelaku Kejahatan Narkotika di Wilayah Kabupaten Sleman”, Tesis, (Yogyakarta: Magister Hukum Litigasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2013), hlm. 2.
[10] B. Simandjuntak, Latar Belakang Kenakalan Remaja (Etiplogi Juvenile Delinquency), (Bandung: Alumni, 1979), hlm. 55.
[11] Lihat Pasal 1 ayat (1). Dasar hukum mengenai batasan usia anak menurut Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak sudah diganti dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
[12] Zakiah Darajat, Problema Remaja di Indonesia, Cetakan Kedua, (Jakarta: Penerbit Bulan Bintang, 1975), hlm. 219.
[13] NAPZA adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. Menurut UU Perlindungan Anak pada Pasal 67, NAPZA merupakan singkatan dari Narkotika, Alkohol, Psikotropika, dan Zat Adiktif.
[14] Undang-Undang 23 tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah pada bagian menimbang.
[15] BNN Kabupaten Kuningan, http://jabar.bnn.go.id/bnnk/kuningan, akses 22 September 2016, pukul 12:59.
[16]Kuningan Butuh Perda Pencegahan Narkoba, http://www.koran-sindo.com, akses 9 Oktober 2016, pukul 15:28.
[17] Data diambil langsung dari database BNN Kabupaten Kuningan, yang juga merupakan kerjasama database di Polres Kuningan.
[18] Data diambil langsung dari database BNN Kabupaten Kuningan, dengan keterangan kasus penyalahgunaan narkotika pada tahun 2013.
[19] Data diambil langsung dari database Polres Kuningan.
[20] Data diambil langsung dari database BNN Kabupaten Kuningan dan Polres Kuningan.
[21] Sudikno Mertokusumo, Penemuan Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1996), hlm. 90.
[22] R.A. Norma Estarina, “Penegakan Hukum terhadap Anak Pelaku Kejahatan Narkotika di Wilayah Kabupaten Sleman”, Tesis, (Yogyakarta: Magister Hukum Litigasi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, 2013).
[23] Jodia Putra, “Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika dan Upaya Rehabilitasinya (Studi di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Klas II A Yogyakarta)”, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2013).
[24] Dwi Purwaningsih, “Pelaksanaan Rehabilitasi Medis dan Sosial bagi Narapidana Tindak Pidana Narkotika (Studi Kasus di Lapas Narkotika Klas II A Yogyakarta)”, Skripsi, (Yogyakarta: Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga, 2014).
[25] Misbahul Anwar, “Dasar Penjatuhan Sanksi Tindakan Rehabilitasi oleh Hakim terhadap Pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Narkotika”, Penulisan Hukum, (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, 2015).
[26] Elinna, “Upaya Pencegahan (BNNP) DIY) dalam Menanggulangi Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di Lingkungan Pendidikan”, Laporan Tugas Akhir, (Yogyakarta: Sekolah Vokasi Program Diploma 3 Hukum Universitas Gadjah Mada, 2015).
[27] Sudikno Mertokusumo dan A.Pitlo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), (Yogyakarta: Liberty, 1991), hlm. 136.
[28] Tujuan dan Fungsi Hukum Menurut Pakar, http://www.pengertianpakar.com, akses 9 Oktober 2016, pukul 13:38.
[29] Saifullah, Buku Ajar…, hlm. 42.
[30] Adami Chazawi, Pelajaran Hukum…, hlm. 158.
[31] Ibid.
[32] Eva Achjani Zulfa dan Indriyanto Seno Adji, Pergeseran Paradigma Pemidanaan, (Bandung: Lubuk Agung, 2011), hlm. 52.
[33] Mukti Fajar dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), hlm. 156.
[34] Ibid., hlm. 158.
[35] Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, (Yogyakarta: UGM Press, 2007), hlm. 106.
[36] S. Nasution, Metode Penelitian, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2004), hlm. 106.
[37] Nurul Zuriah, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan, Teori dan Praktik, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), hlm. 179.
[38] Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam Teori dan Peraktek, (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 1993), hlm. 7.
[39] Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1991), hlm. 161.