A. Latar Belakang Masalah Penelitian

International Monetary Fund atau disingkat IMF pada tanggal 20 Februari 2019 memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dianggap akan masuk 10 (sepuluh) besar dunia pada tahun 2023. IMF menyebut Indonesia bisa menyalip eksistensi Inggris dan Rusia dengan menempati posisi ke 6 (enam) dunia, diprediksi pertumbuhan ekonominya sebesar 5,4% dan Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita Indonesia akan mencapai 5.120 per dollar Amerika.[1] Lebih dari itu, Standard Chartered Plc—sebuah  perusahaan jasa keuangan multinasional yang berpusat di London—merilis proyeksi jangka panjang yang menyebutkan Indonesia akan berada di posisi 4 (empat) besar ekonomi dunia pada tahun 2030.[2] Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi lembaga-lembaga internasional tersebut menguatkan proyeksi bangsa Indonesia kedepan yang memang sudah merumuskan kemajuan ekonomi bangsa untuk menjangkau kepentingan jangka panjang dan sesuai kebutuhan bangsa.[3]

Proyeksi tersebut telah nyata tercantum dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia, disusun secara mandiri di Bab XIV tentang perekonomian nasional dan kesejahteraan sosial. Pasal 33 ayat (4) UUD Negara Republik Indonesia menyatakan bahwa perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Proyeksi jangka panjang tersebut dapat diwujudkan dengan penguatan ekonomi secara merata antara pusat dan daerah, antara kota dengan desa. Harapan-harapan di atas mulai diimplementasikan oleh pemerintah melalui Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi dengan mengeluarkan Peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2015 tentang Pendirian, Pengurusan dan Pengelolaan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Desa (selanjutnya akan disebut dengan Peraturan Menteri Desa Nomor 4 Tahun 2015), yang memiliki tujuan salah satunya untuk meningkatkan perekonomian desa; meningkatkan usaha masyarakat dalam pengelolaan potensi ekonomi desa; dan membuka lapangan pekerjaan.

Salah satu poin penting dalam Peraturan Menteri Desa Nomor 4 Tahun 2015 menjelaskan bahwa Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) bisa menjalankan bisnis sosial sederhana yang memberikan pelayanan umum (serving), menjalankan bisnis penyewaan (renting), menjalankan usaha perantara (brokering), menjalankan bisnis yang memproduksi dan/atau berdagang (trading), menjalankan bisnis keuangan (financial business), dan menjalankan usaha bersama (holding). Luasnya bisnis yang ditawarkan dalam Peraturan Menteri tersebut tentu menimbulkan beberapa masalah krusial yang luput dari pandangan banyak pihak, salah satunya yang penulis angkat dalam penelitian ini adalah masalah di bidang ketenagakerjaan. Pelaksanaan kegiatan usaha di BUM Desa tentu membutuhkan peran pekerja sehingga bisa menjadi unit usaha yang semakin besar dan bekerja secara optimal.

Permasalahan yang sering muncul di lingkaran kasus-kasus ketenagakerjaan salah satunya adalah perlindungan upah bagi pekerja. Upah merupakan elemen penting yang menjadi fondasi lahirnya hubungan kerja. Menurut Pasal 1 angka 30 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menjelaskan bahwa upah adalah hak bagi pekerja yang diterima dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha dengan mengacu pada perjanjian kerja yang telah disepakati oleh kedua belah pihak. Telah nyata dalam definisi tersebut bahwa upah bagi pekerja merupakan bentuk dari hak hukum, dimana hak tersebut dijamin dan diakui oleh hukum positif terhadap subjek hukum tertentu serta enforceable di depan pengadilan. Jaminan hak upah dapat pula dijelaskan dengan pemberian kepastian tentang besaran jumlah yang harus dibayarkan oleh pengusaha terhadap pekerjanya.

Para pekerja yang bekerja di BUM Desa umumnya tidak mendapatkan kepastian hukum dalam hal upah kerja yang harus diterima, karena dalam implementasi di lapangan pengupahan terhadap pekerja di lingkungan BUM Desa ditentukan oleh kemampuan BUM Desa itu sendiri.[4] Realita pengupahan tersebut tentu tidak memberikan perlindungan bagi para pekerja karena upah yang diberikan bisa saja di bawah upah minimum sebagaimana telah ditentukan oleh pemerintah daerah. Hal ini tentu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Lebih dari itu, tidak adanya satu pasal yang mengatur tentang perlindungan upah bagi para pekerja BUM Desa baik di Peraturan Menteri Nomor 4 Tahun 2015 tentang BUM Desa maupun di Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, menyulitkan bagi para pengurus/pengelola di BUM Desa dalam mengatur besaran upah yang harus diberikan.

Masalah esensial lain adalah hubungan hukum diantara para pihak yang juga perlu untuk ditelaah lebih jauh. Apakah hubungan hukum antara BUM Desa dengan para pekerjanya bisa dikategorikan sebagai hubungan kerja? Jika ditarik definisi umum tentang hubungan kerja di Pasal 1 angka 15 UU Ketenagakerjaan, disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dalam implementasi di lapangan, pekerjaan yang ditetapkan oleh unit usaha BUM Desa seringkali bisa dikerjakan di rumah dan memiliki jam kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan. Inkonsistensi antara norma dan realita inilah yang memerlukan penelitian lebih mendalam tentang hubungan hukum diantara BUM Desa dengan para pekerjanya, apakah merupakan bentuk hubungan kerja atau merupakan mitra kerja dengan masyarakat.

Konsep kemitraan bukan merupakan hubungan kerja karena tidak didasarkan pada perjanjian kerja, namun didasarkan pada perjanjian kemitraan (partnership agreement). Praktik di lapangan istilah perjanjian kemitraan dan perjanjian kerja seringkali digunakan oleh pengusaha dengan tidak tepat, sehingga suatu perjanjian kerja bisa jadi dalam pandangan hukum masuk kategori perjanjian kemitraan, begitu sebaliknya. Agus Mulya Karsona berpendapat bahwa hubungan kemitraan bersifat mutualisme, sehingga posisi para pihak adalah setara. Hal ini berbeda dengan hubungan kerja dimana posisi pengusaha dan pekerja bersifat atasan-bawahan/subordinasi.[5] Jika hubungan hukum antara BUM Desa dengan pekerjanya dalam pandangan hukum dianggap sebagai hubungan kemitraan, maka setiap pengupahan tidak tunduk terhadap peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan, dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Permasalahan-permasalahan di atas mengenai bidang ketenagakerjaan di BUM Desa terkhusus dalam hal pengupahan menarik perhatian penulis untuk menelaahnya lebih jauh. Penulis tertarik untuk meneliti kesesuaian norma yang diatur dalam UU Ketenagakerjaan, peraturan perundang-undangan tentang BUM Desa dan juga peraturan tentang pengupahan. Berdasarkan norma yang ada, penulis meneliti implementasi nyata di lapangan dalam memenuhi hak-hak pekerja di BUM Desa, utamanya mengenai upah. Oleh karena itu, penulis meneliti tentang masalah ini dengan mengambil sampel di BUM Desa X, di Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul.

Penulis mengambil sampel di BUM Desa X dikarenakan BUM Desa ini merupakan salah satu yang terbesar di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan merupakan salah satu BUM Desa percontohan tingkat nasional. BUM Desa ini telah berdiri sejak Maret 2013 yang lalu melalui Peraturan Desa Nomor 07 Tahun 2013 tentang Pembentukan Badan Usaha Milik Desa, dan sekarang telah memiliki enam unit usaha, yaitu: UJPL; unit KM; unit CwS; unit Swadesa; Unit Agro; dan unit AK. Dari enam unit tersebut, yang paling aktif dan memberikan penghasilan yang besar bagi BUM Desa adalah UJPL dan KM. Pada tahun 2015, BUM Desa X telah membawa nama desanya mendapatkan predikat sebagai juara nasional dalam lomba desa.

Modal awal BUM Desa ini hanya sebesar Rp. 37 juta dan ditambah penyertaan modal dari pemerintah desa sebesar Rp. 287 juta pada tahun 2015. Berkat dorongan kreativitas masyarakat desa dan pengelolaan yang baik, BUM Desa ini mampu mendapatkan income  hingga lebih dari Rp.5 milyar per tahun.[6] Inilah yang menghantarkan BUM Desa X sebagai BUM Desa rujukan bagi 250 desa di Indonesia hingga saat ini. Berdasarkan besarnya income dan reputasi BUM Desa X sebagai salah satu BUM Desa terbaik di Indonesia, telah layak dijadikan sampel penelitian oleh penulis dalam membantu menguraikan permasalahan yang penulis angkat dalam penelitian ini. Penulis ingin mengkaji implementasi pengupahan di BUM Desa ini yang kemudian bisa penulis analisis dari sudut pandang hukum ketenagakerjaan di bidang pengupahan.

Berdasarkan realita BUM Desa dengan pendapatan yang besar, tentu BUM Desa X memiliki banyak pekerja dalam mengoptimalkan kinerja BUM Desa dan unit usahanya. Tercatat hingga awal 2019 terdapat 77 orang pekerja yang menjadi bagian dari BUM Desa X.[7] Jumlah ini cukup besar untuk ukuran Badan Usaha Milik Desa, maka perlu dikaji tentang perlindungan hukum bagi para pekerja tersebut khususnya dalam hal pengupahan. Kajian terhadap perlindungan upah tersebut, tentu dibutuhkan penelitian awal tentang hubungan hukum diantara BUM Desa dan para pekerjanya, sehingga akan memunculkan penelitian berikutnya yaitu tentang keberlakuan peraturan perundang-undangan di bidang pengupahan dalam melindungi hak-hak pekerja di BUM Desa.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk meneliti masalah ini dengan mengambil judul “Perlindungan Upah Bagi Pekerja di Badan Usaha Milik Desa Ditinjau dari Hukum Ketenagakerjaan (Studi Kasus BUM Desa X)”. Penulis akan memulai penelitiannya dari memadukan konsep hukum ketenagakerjaan dengan konsep BUM Desa, sehingga mencapai titik temu diantara keduanya. Setelah mendapatkan kesimpulan ada atau tidaknya benang merah diantara konsep hukum ketenagakerjaan dan konsep BUM Desa, maka penulis akan meneliti bagaimana perlindungan upah bagi para pekerja di BUM Desa.

 

B. Rumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang diatas, terdapat dua rumusan masalah yang penulis angkat dalam penelitian ini, yaitu:

  1. Bagaimana hubungan hukumantara BUM Desa X  dengan para pekerjanya ditinjau dari Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan?
  2. Apakah sistem pengupahan di BUM DesaX telah memberikan perlindungan bagi para pekerjanya?

 

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, penulis membagi tujuan penelitian ini menjadi dua, yaitu tujuan objektif dan tujuan subjektif.

Tujuan Objektif

  • Untuk mengetahui dan menganalisis tentang hubungan hukumyang terjadi antara pihak BUM Desa dengan para pekerjanya.
  • Untuk mengkaji dan menganalisis dapat tidaknya penerapan konsep upahdalam peraturan perundang-undangan di bidang hukum ketenagakerjaan bagi para pekerja di BUM Desa, dalam hal ini penulis mengambil sampel di  BUM Desa X.

Tujuan Subjektif

Adapun tujuan subjektif dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data guna menyusun tesis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar master dalam bidang hukum di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

 

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini dapat memberikan manfaat diantaranya :

  1. Manfaat teoretis
  2. Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk memberikan sumbangan pemikiran dalam bidang hukum ketenagakerjaandan memperjelas konsep BUM Desa yang dari sudut pandang hukum masih merupakan konsep baru karena Peraturan Menteri yang mengatur BUM Desa baru disahkan pada tahun 2015.
  3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai rujukan dan menjadi bahan kajian dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yang mengatur aspek ketenagakerjaandi bidang BUM Desa.
  4. Selain itu, hasil penelitian ini juga penulis harapkan dapat dijadikan rujukan bagi penelitian-penelitian selanjutnya dalam bidang hukum ketenagakerjaandi BUM Desa. Hasil penelitian ini jika sukses menjabarkan secara konkret rumusan masalah yang telah penulis buat di atas, bisa memunculkan isu-isu lain dalam bidang ketenagakerjaan di BUM Desa, seperti perlindungan hukum pekerja BUM Desa dari sudut pandang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan peran Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) dalam penyelesaian PHK tersebut.
  5. Manfaat Praktis
  6. Selain manfaat teoretis sebagaimana dijelaskan di atas, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan kontribusi positif bagi dunia praktik, khususnya bagi BUM Desadalam mengambil langkah-langkah pengupahan bagi para pekerjanya di unit usaha BUM Desa.
  7. Penelitian ini juga diharapkan dapat bermanfaat bagi para pekerjayang membutuhkan informasi perlindungan hukum bagi dirinya yang bekerja di unit usaha BUM Desa, sehingga bisa mengambil langkah-langkah strategis jika terjadi penunggakan upah dari BUM Desa.
  8. Penelitian ini juga penulis harapkan dapat memberikan manfaat bagi para praktisi hukum seperti advokat, hakim, dan lainnya, sehingga bisa menganalisis masalah-masalah di lapangan jika terjadi sengketa antara pekerjadengan BUM Desa dalam konflik upah.

 

E. Keaslian Penelitian

Sebelum melakukan penelitian ini, penulis melakukan penelusuran kepustakaan khususnya di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada dan perpustakaan kampus pusat Universitas Gadjah Mada yang terkait dengan topik penelitian yang penulis angkat. Hasil dari penelusuran itu, penulis tidak menemukan penelitian yang sama/identik dengan topik ini, namun terdapat beberapa penelitian yang memiliki satu variabel sama tapi memiliki fokus penelitian yang berbeda, antara lain yang penulis dapatkan:

Penelitian yang dilakukan oleh Shinta Nora Puspita,[8] pada tahun 2017 mengambil topik tesis: Perlindungan Upah bagi Calon Notaris yang Magang di Kantor Notaris Wilayah Kota Yogyakarta, dengan rumusan masalah sebagai berikut:

  • Apakah magang yang dilakukan oleh calon notaris dapat dipersamakan dengan pekerjadalam Undang-Undang Ketenagakerjaan sehingga berhak untuk mendapatkan hak upah?
  • Bagaimanakah perlindungan hukumpreventif (hak upah) bagi calon notaris yang magang di kantor notaris wilayah Kota Yogyakarta?

Hasil jawaban dari rumusan masalah dalam penelitiannya, Shinta Nora Puspita berkesimpulan:

  1. bahwa magang yang dilakukan oleh calon notaris telah memenuhi unsursebagai pekerja yaitu adanya pekerjaan, adanya waktu untuk melakukan pekerjaan, adanya pelayanan.
  2. bahwa perlindungan hukumpreventif bagi calon notaris magang belum berjalan dengan baik dikarenakan munculnya perbedaan pengertian magang dalam UU Jabatan Notaris dan magang dalam UU Ketenagakerjaan.

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat bahwa penelitian yang dilakukan Shinta Nora Puspita memiliki kesamaan satu variabel dengan penelitian yang penulis angkat, yaitu mengenai perlindungan upah. Perbedaan yang mencolok adalah objek kajiannya, dimana penelitian Shinta Nora Puspita meneliti tentang perlindungan upah bagi calon notaris magang, sementara penulis memfokuskan diri meneliti perlindungan upah bagi pekerja di BUM Desa, baik bagi pengelola BUM Desa itu sendiri maupun pekerja yang bekerja di unit usahanya.

Putri Raodah[9] pada tahun 2018 melakukan penelitian dengan mengambil judul: Badan Hukumdan Pemisahan Kekayaan pada Permodalan Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) Sebelum dan Setelah Berlakunya Undang-Undang Momor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Studi di Kecamatan Sape dan Kecamatan Bolo Kabupaten Bima), dengan rumusan masalah sebagai berikut:

  • Bagaimana status badan hukum BUM Desasebelum dan setelah berlakunya Undang-Undang Desa di Kecamatan Sape dan Kecamatan Bolo Kabupaten Bima?
  • Bagaimana pertanggungjawaban pengelola BUM Desakepada Pemerintah Desa atas pengelolaan kekayaan desa yang dipisahkan setelah berlakunya Undang-Undang Desa di Kecamatan Sape dan Kecamatan Bolo Kabupaten Bima?

Putri Raodah dalam penelitian tersebut berkesimpulan:

  1. bahwa sebelum berlakunya UU Desa, status badan hukum BUM Desadi Kabupaten Bima belum jelas karena berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bima Nomor 5 Tahun 2007, Pemerintah Daerah masih menunggu peraturan perundang-undangan terkait status badan usaha BUM Desa. Setelah berlakunya UU Desa, BUM Desa telah memiliki ciri-ciri sebagai badan hukum.
  2. bahwa terdapat dua pertanggungjawaban kerugian BUM Desa, yaitu pertanggungjawaban kerugian dari pelaksana operasional dan kerugian yang menjadi beban BUM Desa.

Penelitian Putri Raodah tersebut akan banyak membantu dalam penelitian yang penulis angkat ini, khususnya dalam menjelaskan konsep-konsep dasar tentang BUM Desa. Terdapat perbedaan krusial diantara penelitian Putri Raodah dengan penelitian penulis, yaitu mengenai variabel utama yang diangkat, dimana Putri Raodah menganalisis BUM Desa dari sudut pandang status badan hukumnya, sementara penulis akan fokus meneliti perlindungan hukum di bidang pengupahan bagi para pekerja, baik selaku pelaksana operasional BUM Desa maupun pekerja di unit-unit usahanya.

 

~~~~~~~~~~~~~~~

Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri

(idikms@gmail.com)

~~~~~~~~~~~~~~~

 

_______________

[1] Yoga Sukmana, “IMF: 2023 Ekonomi Indonesia akan Lebih Besar dari Inggris dan Rusia”, https://ekonomi.kompas.com/read/2019/02/20/164203026/imf-2023-ekonomi-indonesia-akan-lebih-besar-dari-inggris-dan-rusia, diakses pada tanggal 1 Maret 2019, pukul 11:51.

[2] Sakina Rakhma Diah Setiawan, “2030 Indonesia Diprediksi jadi Negara Ekonomi Terbesar Keempat di Dunia”, https://ekonomi.kompas.com/read/2019/01/09/124556326/2030-indonesia-diprediksi-jadi-negara-ekonomi-terbesar-keempat-di-dunia, diakses pada tanggal 1 Maret 2019, pukul 11:57.

[3] Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia, 2005, Panduan Pemasyarakatan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Sesuai dengan Urutan Bab, Pasal, dan Ayat, Sekretariat Jenderal MPR RI, Jakarta, hlm. 125.

[4]“Penentuan Besaran Gaji untuk Pengelola BUM Desa”,  https://bumdes.id/2018/03/penentuan-besaran-gaji-untuk-pengelola-bum-desa/, diakses pada tanggal 19 Maret 2019, pukul 10:05.

[5] Letezia Tobing, “Sopir Taksi Karyawan atau Mitra Usaha?”, https://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt51d2eb82cc175/sopir-taksi–karyawan-atau-mitra-usaha/, diakses pada tanggal 14 April 2019, pukul 15:20.

[6] Hasil wawancara dengan PS, Staf Sekretaris BUM Desa X, pada tanggal 3 Januari 2019 pukul 10:14, dalam rangka pra-penelitian.

[7] Hasil wawancara dengan PS, Staf Sekretaris BUM Desa X, pada tanggal 3 Januari 2019 pukul 10:14, dalam rangka pra-penelitian.

[8] Shinta Nora Puspita, 2017, “Perlindungan Upah bagi Calon Notaris yang Magang di Kantor Notaris Wilayah Kota Yogyakarta”, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dipublikasikan.

[9] Putri Raodah, 2018, “Status Badan Hukum dan Pemisahan Kekayaan pada Permodalan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Sebelum dan Setelah Berlakunya Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (Studi di Kecamatan Sape dan Kecamatan Bolo Kabupaten Bima)”, Tesis, Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dipublikasikan.