SOAL UTS

HUKUM TATA NEGARA

 

Isilah soal-soal berikut disertai jawaban yang selaras dengan soal, logis dan argumentatif.

  1. Sebagaimana pernah disinggung dalam proses perkuliahan, bahwasanya kekuasaan eksekutif dan yudikatif memiliki kewenangan masing-masing dan tidak boleh saling mengintervensi antara satu dengan yang lainnya. Namun dalam tataran praktek, ada beberapa peraturan atau produk hukum dari ranah kekuasaan eksekutif yang secara jelas dan tegas mengatur pembentukan suatu lembaga peradilan yang notabennya berada dibawah kekuasaan yudikatif Mahkamah Agung.

Sebut saja dalam hal ini adalah Keppres (Keputusan Presiden) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Pembentukan Pengadilan Perikanan di wilayah Sorong, Ambon, dan Merauke. Kita ketahui bersama, dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, tidak menyebutkan Keppres sebagai bagian dari hierarki peraturan perundang-undangan yang mengikat secara hukum.

Permasalahannya terlihat lebih kompleks manakala saat kita flashback puluhan tahun kebelakang, pernah diterbitkan suatu produk hukum diatas UU berbentuk Ketatapan MPRS Nomor XX Tahun 1966 yang didalamnya mengatur hierarki peraturan perundang-undangan, salah satunya Keppres.

Tentu dalam mewujudkan negara hukum yang dilandaskan demokrasi yang sehat, suatu policy dari ranah eksekutif seharusnya tidak bisa melampaui kewenangannya lintas kekuasaan lembaga negara lainnya. Ada beberapa hal yang harus diuraikan untuk membuat permasalahan ini menjadi lebih terang, yaitu:

Walaupun sampai hari ini belum ada suatu PUU yang membatalkan Ketetapan MPRS Nomor XX Tahun 1966, namun secara hukum hal ini bertentangan dengan UU 12/2011 yang hadir setelahnya. Dalam asas hukum, suatu PUU yang hendak dipersandingkan haruslah satu level dan sejenis, namun disini terdapat dua jenis hierarki yang berbeda, yaitu Ketetapan MPR yang posisinya dibawah UUD, dihadapkan dengan PUU berbentuk UU yang notabennya berada dibawah Ketetapan MPR. Secara kaidah hukum, aturan mana yang seharusnya didahulukan? Berikan argumentasi disertai dengan dasar hukum yang kuat, baik berupa teori hukum, asas hukum, maupun kaidah hukum. (POIN 15)

Mengapa sampai detik ini masih terjadi persilangan kewenangan antara eksekutif dan yudikatif? Apa latar belakang masih terjadinya intervensi kekuasaan eksekutif di ranah yudikatif, padahal sejak amandemen UUD NRI 1945, kedudukan kekuasaan kehakiman (baik secara administrasi kelembagaan maupun secara fungsi), semuanya telah berada di bawah kekuasaan kehakiman Mahkamah Agung? Apa saran yang bisa saudara berikan, agar hal seperti ini dapat diselesaikan, sehingga kekuasaan yudikatif bisa berdiri diatas kakinya sendiri secara independen? (POIN 15)

 

  1. Pada tahun 2008, Prof. Mahfud MD pernah menyampaikan bahwa Surat Keputusan Bersama atau SKB tidak bisa diajukan JR ke Mahkamah Konstitusi, tidak bisa juga diajukan JR ke Mahkamah Agung, serta tidak bisa diajukan gugatan TUN di PTUN.[1] Namun terjadi permasalahan yang unik. Beberapa waktu yang lalu—mungkin dua bulan yang lalu—suatu SKB tentang jilbab yang menjadi kontroversi, yang ditandatangani oleh Menteri Pendidikan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri, ternyata diajukan JR ke Mahkamah Agung. Hasilnya diluar dugaan, MA malah mengabulkan permohonannya pemohon, yakni membatalkan SKB tersebut karena dianggap bertentangan dengan PUU.

Pertanyaannya, apa dasar hukum atau legal standing SKB tersebut diajukan JR ke Mahkamah Agung? Apakah itu termasuk dalam kewenangan absolut yang dimiliki MA? Mengapa tidak diajukan gugatan TUN di PTUN? (POIN 15)

 

  1. Mengapa Surat Edaran (SE) Satgas Covid-19 memiliki kedudukan hukum yang bahkan dapat mengintervensi kementerian? Jelaskan kedudukan Satgas Covid dalam sistem ketatanegaraan di Indonesia, serta analisislah kekuatan hukum dari Surat Edaran Satgas Covid-19 dalam hierarki PUU yang berlaku di Indonesia? (POIN 15)
  2. Apakah hukum perdata internasional (HPI) bagian dalam lingkup sistem hukum nasional Indonesia, sehingga masuk dalam ranah ketatanegaraan Indonesia? (POIN 10)
  3. Berikan minimal 7 argumentasi dan bukti, bahwa Indonesia sekarang ini tidak lagi menganut sistem hukum sipil (civil law system). Berikan contoh dari masing-masing argumentasi tersebut. (POIN 15)
  4. Analisislah putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019. Jelaskan para pihak dalam perkara tersebut, objek sengketanya, kesimpulan dari putusan hakim, serta analisislah dalam sudut pandang konstitusi. (POIN 15)

 

[1] “Mahfud MD: SKB Ahmadiyah Tak Bisa Digugat ke MK, MA, dan PTUN”, https://news.detik.com/berita/d-955052/mahfud-md-skb-ahmadiyah-tak-bisa-digugat-ke-mk-ma-dan-ptun, diakses pada tanggal 23 Mei 2021, pukul 20:51 WIB.

 

SOAL UAS

HUKUM KEWARISAN ISLAM

 

Isilah soal-soal berikut disertai jawaban yang selaras dengan soal, logis dan argumentatif. Soal-soal UAS dibawah ini dilengkapi pula dengan kesimpulan dari perkuliahan selama satu semester, sehingga diharapkan mahasiswa benar-benar memperhatikan dan memahami setiap soal yang ada.

  1. Jumlah sumber hukum Islam yang dikemukakan oleh ulama (ahli agama Islam) bisa berbeda-beda antara satu madzhab dengan madzhab yang lain, antara satu aliran dengan aliran yang lain. Namun diantara banyaknya aliran, tidak ada satupun madzhab yang mu’tabar (yang terkenal dan kuat) yang menyebutkan bahwa sumber hukum Islam itu hanya al-Quran dan as-Sunnah saja. Sumber hukum yang hanya terfokus pada al-Quran dan as-Sunnah hanya ada di zaman Nabi Muhammad, namun setelah Nabi Muhammad wafat, jumlah sumber hukum Islam tidak lagi dua. Bahkan di zaman Sahabat pasca wafatnya Nabi, sumber hukum Islam bertambah setidaknya menjadi 3, yaitu ditambah dengan Ijma’ Sahabat (kesepakatan para Sahabat).

Di era sekarang, sumber hukum Islam bisa berbeda-beda antara satu madzhab dengan madzhab yang lain. Ada yang menyebutkan 3, yaitu: Qur’an, Sunnah, dan Ijtihad. Ada juga madzhab lain yang mengatakan bahwa adat istiadat masyarakat Madinah (al-Urf fil Madinah) sebagai salah satu sumber hukum. Ada juga madzhab yang mengatakan bahwa istihsan juga merupakan bagian dari sumber hukum Islam.

Namun lepas apapun dari semua perbedaan pendapat yang ada, sumber hukum Islam yang masyhur atau yang dikenal oleh mayoritas masyarakat muslim di Indonesia, setidaknya ada 4, yaitu: Al-Qur’an (perkataan Tuhan); As-Sunnah (terbagi 3, ada qauliyah atau perkataan nabi Muhammad, fi’liyah atau perbuatan nabi Muhammad, dan taqririyyah atau persetujuan nabi Muhammad); Ijma’ Ulama (konsensus atau kesepakatan para ulama); Qiyash (analogi atau pendapat ulama perseorangan atau perkelompok tertentu).

Perlu juga dijelaskan disini, bahwasanya sistem hukum Islam sebetulnya berlaku di Indonesia (kecuali jinayah dan mungkin siyasah). Oleh karena sistem hukum nasional Indonesia dipengaruhi oleh banyak faktor lain selain civil law system, tapi juga dipengaruhi oleh common law system (contoh: small claim court, konstruksi dalam hukum bisnis, dll, sebagaimana pernah dijelaskan saat perkuliahan), dipengaruhi juga oleh sistem hukum Islam (contoh: perkawinan, kewarisan, sistem peradilan agama, dll), dipengaruhi sistem hukum adat (misalnya di beberapa daerah di Sumatera, Bali, dan beberapa daerah lainnya), maka tersimpullah oleh para akademisi hukum di bidang HTN menyebutkan bahwa Indonesia sudah tidak lagi menganut sistem hukum sipil, namun dikategorikan sebagai sistem hukum campuran/hibrida. Beberapa ahli HTN menyebut sistem hukum ini sebagai sistem hukum Pancasila.

Pertanyaannya: bagaimana kedudukan sistem hukum Islam dalam konstruksi sistem hukum nasional di Indonesia?

 

  1. Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur oleh UU Nomor 12 Tahun 2011, walaupun sebetulnya bisa kita diskusikan lebih lanjut dengan Ketetapan MPRS Nomor XX Tahun 1966, yang ternyata dalam beberapa jurnal disebutkan sebagai PUU yang masih berlaku di Indonesia. Anggaplah secara hukum kita mengesampingkan TAP MPRS XX/1966 tersebut, sehingga hierarki PUU yang kita sepakati sekarang—sebagaimana diatur dalam UU 12/2011—adalah sebagai berikut: UUD NRI 1945; Ketetapan MPR; UU/Perpu; PP; Perpres; Perda Provinsi; Perda Kab/Kota; Peraturan dari setiap lembaga negara yang lembaga negara tersebut dibuat oleh UU (silahkan dibaca di Pasal berikutnya).

Namun anehnya, ketentuan tentang kewarisan Islam di Indonesia diatur dalam suatu Instruksi Presiden, yaitu Inpres Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Lebih aneh lagi, ketentuan Inpres ini “seolah-olah” dalam pelaksanaannya setingkat dengan UU, karena selalu menjadi rujukan utama dalam proses sengketa kewarisan di Pengadilan Agama, baik dari tingkat pertama hingga tingkat kasasi. Padahal jika saudara lihat di hierarki PUU sebagaimana dijelaskan di atas, tidak ada satupun jenis dalam hierarki PUU yang berbentuk Inpres.

Pertanyaannya: bagaimana kedudukan Inpres dalam sistem peraturan perundang-undangan di Indonesia? Seberapa mengikat Inpres ini untuk warga negara? Bagaimana mekanisme yang bisa dilakukan terhadap Inpres ini jika saudara sebagai warga negara berkeberatan dengan isi Inpres tersebut?

 

  1. Untuk memahami hukum waris Islam, kita sebagai mahasiswa hukum juga perlu untuk memahami konstruksi hukum perkawinan terlebih dahulu. Hukum perkawinan dan kewarisan ini menjadi salah satu bagian dalam kajian al-akhwal asy-syakhsiyyah (hukum keluarga Islam), selain juga wasiat dan hibah.

Dalam perkuliahan, dosen memberikan setidaknya 3 hal yang harus disepakati bersama agar materi hukum waris ini bisa sinkron dan tidak saling kontradiktif, yaitu:

Perkawinan siri di Indonesia, walaupun dibanyak tulisan di internet mengatakan tidak sah secara negara, namun konstruksi hukum yang betul adalah bahwa perkawinan siri tetap sah baik secara agama maupun negara. Perkawinan siri hanya tidak diakui oleh negara dalam hal administrasi pencatatan sipil saja. Hal ini diperkuat dengan beberapa argumentasi: seperti realita di masyarakat yang menganggap perkawinan siri tetap sah, implikasi pasal perzinaan (yang tidak lajang) dalam KUHP jika perkawinan siri dianggap tidak sah secara negara, ketentuan UU Perkawinan utamanya di Pasal 2, serta penyelesaian sengketa jika istri ingin mengajukan gugatan cerai kepada suaminya yang ternyata tetap diakomodir oleh Pengadilan Agama.

Doktrin umum yang dianut dalam hukum Islam yang juga diadopsi dalam Pasal 43 ayat (1) UU Perkawinan, menyebutkan bahwa: anak yang dilahirkan diluar perkawinan hanya mempunyai hubungan perdata dengan ibunya dan keluarga ibunya. Artinya, anak hasil zina tidak memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya, sehingga implikasinya anak tersebut tidak berhak mendapatkan warisan jika ayah biologisnya meninggal.

Namun pasal tersebut sudah dibatalkan oleh MK dalam putusannya nomor 46/PUU-VII/2010, dan mengatakan bahwa anak hasil zina tetap bisa memiliki hubungan keperdataan dengan ayah biologisnya dengan syarat wajib melampirkan bukti ilmu pengetahuan atau bukti tes DNA. Dengan putusan ini, maka anak hasil zina masih dimungkinkan untuk mendapatkan warisan dari ayah biologisnya.

Namun perlu ditekankan disini, bahwa putusan MK tersebut hanya terbatas pada hubungan keperdataan seperti kewarisan, tidak termasuk didalamnya tentang hubungan nasab. Oleh karena itu, anak hasil zina yang berjenis kelamin perempuan yang nantinya hendak menikah, maka wali dari anak perempuan tersebut tetap tidak bisa dilakukan oleh ayah biologisnya, karena itu berimplikasi terhadap tidak sahnya perkawinan.

Perjanjian perkawinan atau prenuptial agreement dalam Pasal 29 UU Perkawinan hanya dibolehkan jika dilakukan sebelum perkawinan (perjanjian pra-nikah). Namun pasal tersebut telah dianotasi oleh Putusan MK Nomor 69/PUU-XIII/2015, yang inti kesimpulannya, perjanjian perkawinan bisa dilakukan baik sebelum, selama, maupun setelah perkawinan.

Untuk soal UAS nomor 3 ini, saudara diminta untuk melakukan analisis putusan terhadap kasus-kasus waris Islam. Saudara bisa membuka direktori http://putusan3.mahkamahagung.go.id, cari dibagian kolom perdata agama, lalu klik klaster kewarisan. Carilah putusan hakim yang belum pernah dianalisis dan dibahas sebelumnya (termasuk oleh situs internet, seperti hukum online), belum pernah juga digunakan dalam tugas perkuliahan. Cari putusan yang betul-betul belum pernah ada yang mengoreksinya. Silahkan analisis putusannya dan perkuat argumentasi saudara dengan dasar-dasar ilmu hukum, peraturan perundang-undangan dibidang waris, termasuk juga yurisprudensi yang lain, dan bila perlu perkuat jawaban saudara dengan pendapat ulama yang relevan.

 

  1. Rukun waris atau sesuatu hal yang wajib ada dalam suatu proses kewarisan adalah: Adanya pewaris (orang yang meninggal dunia. Dalam Islam harus benar-benar orangnya sudah meninggal dunia, ini yang membedakan dengan konsep waris dalam KUH Perdata); Adanya ahli waris (bisa karena 2 hal, yaitu karena nasab contohnya anak-anaknya, dan juga karena perkawinan contohnya adalah istrinya); Harta waris (harta waris ini sudah dikurangi dari harta bersama, dikurangi dengan utangnya pewaris, juga sudah dikurangi dengan biaya pengurusan jenazah, termasuk juga dikurangi dengan wasiat maksimal 1/3 dari total harta jika ada).

Selain itu, ada beberapa orang yang bisa terhalang dari mendapatkan warisan, antara lain: Ahli waris yang membunuh pewarisnya; Perceraian bukan karena cerai mati; dan Karena perbedaan agama.

Untuk soal nomor 4 ini, saudara diminta untuk memberikan rangkuman materi perkuliahan hukum waris Islam dari awal perkuliahan hingga akhir. Semakin lengkap rangkuman materinya, semakin bagus hasilnya.

 

  1. Untuk menghitung waris secara Islam, saat ini sebetulnya sudah dimudahkan dengan aplikasi yang bisa saudara dapatkan di AppStore maupun PlayStore. Contoh aplikasi yang bisa saudara gunakan adalah aplikasi i-Waris. Namun perlu disampaikan disini, aplikasi-aplikasi tersebut kadangkala tidak efektif untuk menjawab beberapa permasalahan waris, utamanya jika sudah menyangkut perhitungan aul dan rad. Sehingga tetap saja, saudara sebagai mahasiswa hukum wajib dan harus bisa menghitung secara manual terhadap kasus-kasus waris. Disini akan dijelaskan gambaran mudah untuk menghitung waris.

Misalkan ada kasus, si A (suami) menikah dengan si B (istri), kemudian memiliki anak 4, anak pertama C (laki-laki), anak kedua D (laki-laki), anak ketiga E (perempuan), anak keempat F (perempuan). Misalkan yang meninggal adalah si A (suami), berapa bagian waris yang diperoleh si B (istri) dan anak-anaknya?

Untuk menghitung waris diatas, ada beberapa step yang bisa saudara lakukan, yaitu:

Membuat pohon silsilah dengan keterangan warna putih untuk laki-laki dan warna merah untuk perempuan, seperti berikut:

GAMBAR SILSILAH SEBAGAIMANA TERLAMPIR

 

Pernah dijelaskan bahwa dalam kewarisan Islam setidaknya ada 3 lapis, yaitu:

Lapisan pertama (dzawil furud) yang dihitung terlebih dahulu, mudahnya yaitu suami/istri, bapak/ibu, dan anak perempuan jika tidak ada anak laki-laki.

Lapisan kedua adalah ashobah atau sisa, mudahnya adalah semua anak-anak dari pewaris jika ada anak laki-laki.

Lapisan ketiga adalah kerabat jauh.

Maka dari sini kita wajib menghitung lapisan pertama terlebih dahulu. Dari kasus tersebut, bagian si B atau istri wajib dihitung terlebih dahulu.

Step selanjutnya adalah melihat rumus yang sudah dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam, atau saudara bisa mencari jurnal yang membuat tabel tentang rumus-rumus waris Islam. Berikut contoh tabel yang bisa ditampilkan dihalaman berikutnya:

TABEL SEBAGAIMANA TERLAMPIR

 

Menentukan lapisan pertama, yaitu si B atau istri. Karena pewaris memiliki anak, maka si B atau istri dapat 1/8. Berarti 7/8 nya menjadi sisa. 7/8 inilah akan dibagikan untuk setiap anak.

Ada prinsip dasar dalam hukum waris Islam, bahwasanya anak laki-laki mendapatkan 2 bagian lebih banyak dari anak perempuan (2 banding 1). Nah kita hitung semua anaknya, berarti si C punya 2 bagian, si D punya 2, si E punya 1, si F punya 1. Total dari semua bagian itu, punya si C tambah punya si D tambah punya si E tambah si F, berarti 2+2+1+1=6. Berarti penyebut atau pembaginya adalah 6. Maka si C 2/6, si D 2/6, si E 1/6, si F 1/6.

Ingat, bagian si C, D, E, dan F, semuanya merupakan bagian dari 7/8 dari total harta warisan. Maka setiap bagian itu dikalikan dengan 7/8.

Bagian si C 2/6 x 7/8 = 14/48

Bagian si D 2/6 x 7/8 = 14/48

Bagian si E 1/6 x 7/8 = 7/48

Bagian si F 1/6 x 7/8 = 7/48

Karena bagian si B atau istri adalah 1/8, sementara semua anak-anaknya memiliki bagian yang penyebutnya 48, maka harus disamakan dulu penyebut nya. Caranya dengan ditambahkan (silahkan pahami cara penjumlahan pecahan dalam ilmu matematika).

1/8 + 14/48 + 14/48 + 7/48 + 7/48

Maka hasilnya, si istri atau si B mendapatkan bagian 6/48

Si C mendapatkan 14/48

Si D mendapatkan 14/48

Si E mendapatkan 7/48

Si F mendapatkan 7/48

TERLIHAT DISINI PENYEBUTNYA SAMA SEMUA YAITU 48.

 

Untuk soal UAS nomor 5 ini, saudara dipaksa untuk menghitung menggunakan aplikasi dan juga menghitung secara manual seperti alur perhitungan diatas. Dalam perhitungan di aplikasi, biasanya perhitungannya tidak tuntas dan untuk beberapa kasus seperti perhitungan aul dan rad, aplikasi tidak mampu menghitungnya dengan benar.

Untuk menghindari kebiasaan mencontek dikalangan mahasiswa, disiapkan setidaknya 10 pilihan soal. Setiap mahasiswa wajib memilih satu soal dan harus berbeda dengan teman lainnya. Silahkan diatur oleh ketua kelas dalam pemilihan soalnya. Di bagian jawabannya juga wajib ditulis soal pilihan nomor berapa yang saudara kerjakan.

 

SOAL PILIHAN 1

Si A (suami) menikah dengan si B (istri), memiliki anak lima, yaitu si C (laki-laki), si D (laki-laki), si E (laki-laki), si F (perempuan), si G (laki-laki). Yang meninggal adalah si A.

  1. Hitunglah dengan aplikasi yang bisa saudara dapatkan dengan mendownloadnya di AppStore ataupun PlayStore.
  2. Hitunglah secara manual seperti contoh perhitungan diatas, penyebut atau pembaginya wajib sama semua seperti contoh diatas.

 

SOAL PILIHAN 2

Si A (suami) menikah dengan si B (istri), memiliki anak lima, yaitu si C (laki-laki), si D (laki-laki), si E (laki-laki), si F (perempuan), si G (laki-laki). Yang meninggal adalah si B.

  1. Hitunglah dengan aplikasi yang bisa saudara dapatkan dengan mendownloadnya di AppStore ataupun PlayStore.
  2. Hitunglah secara manual seperti contoh perhitungan diatas, penyebut atau pembaginya wajib sama semua seperti contoh diatas.

 

SOAL PILIHAN 3

Si A (suami) menikah dengan si B (istri), memiliki anak enam, yaitu si C (laki-laki), si D (laki-laki), si E (laki-laki), si F (perempuan), si G (laki-laki), si H (perempuan). Yang meninggal adalah si A.

  1. Hitunglah dengan aplikasi yang bisa saudara dapatkan dengan mendownloadnya di AppStore ataupun PlayStore.
  2. Hitunglah secara manual seperti contoh perhitungan diatas, penyebut atau pembaginya wajib sama semua seperti contoh diatas.

 

SOAL PILIHAN 4

Si A (suami) menikah dengan si B (istri), memiliki anak enam, yaitu si C (laki-laki), si D (laki-laki), si E (laki-laki), si F (perempuan), si G (laki-laki), si H (perempuan). Yang meninggal adalah si B.

  1. Hitunglah dengan aplikasi yang bisa saudara dapatkan dengan mendownloadnya di AppStore ataupun PlayStore.
  2. Hitunglah secara manual seperti contoh perhitungan diatas, penyebut atau pembaginya wajib sama semua seperti contoh diatas.

 

SOAL PILIHAN 5

Si A (suami) menikah dengan si B (istri), memiliki anak tiga, yaitu si C (laki-laki), si D (laki-laki), si E (perempuan). Yang meninggal adalah si A.

  1. Hitunglah dengan aplikasi yang bisa saudara dapatkan dengan mendownloadnya di AppStore ataupun PlayStore.
  2. Hitunglah secara manual seperti contoh perhitungan diatas, penyebut atau pembaginya wajib sama semua seperti contoh diatas.

 

SOAL PILIHAN 6

Si A (suami) menikah dengan si B (istri), memiliki anak tiga, yaitu si C (laki-laki), si D (laki-laki), si E (perempuan). Yang meninggal adalah si B.

  1. Hitunglah dengan aplikasi yang bisa saudara dapatkan dengan mendownloadnya di AppStore ataupun PlayStore.
  2. Hitunglah secara manual seperti contoh perhitungan diatas, penyebut atau pembaginya wajib sama semua seperti contoh diatas.

 

SOAL PILIHAN 7

Si A (suami) menikah dengan si B (istri), memiliki anak dua, yaitu si C (laki-laki), si D (perempuan). Yang meninggal adalah si A.

  1. Hitunglah dengan aplikasi yang bisa saudara dapatkan dengan mendownloadnya di AppStore ataupun PlayStore.
  2. Hitunglah secara manual seperti contoh perhitungan diatas, penyebut atau pembaginya wajib sama semua seperti contoh diatas.

 

SOAL PILIHAN 8

Si A (suami) menikah dengan si B (istri), memiliki anak dua, yaitu si C (laki-laki), si D (perempuan). Yang meninggal adalah si B.

  1. Hitunglah dengan aplikasi yang bisa saudara dapatkan dengan mendownloadnya di AppStore ataupun PlayStore.
  2. Hitunglah secara manual seperti contoh perhitungan diatas, penyebut atau pembaginya wajib sama semua seperti contoh diatas.

 

SOAL PILIHAN 9

Si A (suami) menikah dengan si B (istri), memiliki anak tujuh, yaitu si C (laki-laki), si D (perempuan), si E (laki-laki), si F (perempuan), si G (perempuan), si H (laki-laki), si I (laki-laki). Yang meninggal adalah si A.

  1. Hitunglah dengan aplikasi yang bisa saudara dapatkan dengan mendownloadnya di AppStore ataupun PlayStore.
  2. Hitunglah secara manual seperti contoh perhitungan diatas, penyebut atau pembaginya wajib sama semua seperti contoh diatas.

 

SOAL PILIHAN 10

Si A (suami) menikah dengan si B (istri), memiliki anak tujuh, yaitu si C (laki-laki), si D (perempuan), si E (laki-laki), si F (perempuan), si G (perempuan), si H (laki-laki), si I (laki-laki). Yang meninggal adalah si B.

  1. Hitunglah dengan aplikasi yang bisa saudara dapatkan dengan mendownloadnya di AppStore ataupun PlayStore.
  2. Hitunglah secara manual seperti contoh perhitungan diatas, penyebut atau pembaginya wajib sama semua seperti contoh diatas.

 

 

SOAL UAS

KEADVOKATAN

 

Seorang mahasiswa di universitas negeri diberhentikan dari status kemahasiswaannya (atau di Drop Out) oleh rektor dengan Surat Keputusan (SK) Nomor 12/Univ.Negeri/2021. Alasan mahasiswa tersebut di DO karena mahasiswa tersebut diduga telah melakukan pengrusakan barang milik universitas. Menurut Peraturan Akademik Nomor 28 Tahun 2015, dijelaskan bahwa setiap mahasiswa dilarang untuk melakukan pengrusakan terhadap aset universitas.

Namun mahasiswa tersebut tidak terima dengan status DO yang dikeluarkan oleh rektor. Dia berniat untuk melakukan perlawanan terhadap SK yang dikeluarkan oleh rektor. Mahasiswa ini beralasan pengrusakan yang dilakukan merupakan upaya serangan balik karena menurut penuturannya, pengrusakan itu terjadi saat adanya aksi didepan gedung rektorat menuntut pembatalan aturan kenaikan biaya UKT. Saat melakukan aksi, pihak keamanan kampus melakukan tindakan yang kasar dengan memukul beberapa peserta aksi. Terluap emosi, mahasiswa melawan dengan melakukan pelemparan kepada pihak keamanan, yang karena itulah tidak sengaja merusak beberapa fasilitas universitas, seperti kaca rektorat yang kena lemparan batu hingga pecah.

Mahasiswa yang terkena DO atas nama Moldy, ingin mengajukan upaya perlawanan. Datanglah dia ke kantor hukum saudara sebagai seorang lawyer.

  1. Moldy datang untuk meminta konsultasi hukum terkait kasus yang dia hadapi dan meminta saudara untuk dibuatkan Legal Opinion. Buatlah legal opini dengan sistematika penulisan berikut: Kop Surat (seperti contoh di lampiran perkuliahan); Lengkapi dengan tanggal surat, nomor surat, lampiran, hal/perihal, alamat tujuan, dan salam pembuka; Latar Belakang; Rumusan Masalah; Dasar Hukum (buatlah list dasar hukum yang relevan dengan kasus diatas, termasuk PUU kompetensi absolut dari jenis peradilan yang berwenang); Analisis; Kesimpulan;
  2. Setelah mendapatkan LO, Moldy bersedia untuk menempuh upaya hukum. Saudara diminta untuk membuatkan surat kuasa antara Moldy dengan saudara sebagai lawyer.
  3. Buatkan pula surat gugatan yang sesuai dengan kasus diatas. Untuk hal-hal yang belum lengkap dari soal diatas, saudara bisa membuat alur cerita sendiri untuk melengkapi kisah pada soal tersebut.

 

Seorang dosen bernama Rizal di salah satu universitas swasta, tiba-tiba diberhentikan oleh rektor melalui SK Nomor 14/Univ.Swasta/2021. Alasan pemberhentian tersebut disinyalir karena dosen tersebut tidak pernah mengajar selama satu semester. Hal ini menurut pihak rektorat, melanggar kontrak perjanjian kerja antara dosen dengan universitas.

Namun dosen tersebut membantahnya. Dalam sudut pandangnya, dia selalu mengisi perkuliahan, walau memang tidak pernah mengisi jurnal perkuliahan yang disediakan oleh universitas. Banyak mahasiswa yang menjadi saksi bagaimana dosen tersebut selalu aktif mengajar.

Rizal selaku dosen yang diberhentikan ini, merasa berkeberatan dengan SK rektor tersebut. Dia ingin mengajukan perlawanan terhadap SK pemberhentiannya. Kemudian dia mendatangi saudara sebagai seorang lawyer yang lokasi kantornya tidak jauh dari lokasi universitas dimana Rizal bekerja.

  1. Rizal datang untuk meminta konsultasi hukum terkait kasus yang dia hadapi dan meminta saudara untuk dibuatkan Legal Opinion. Buatlah legal opini dengan sistematika penulisan berikut: Kop Surat (seperti contoh di lampiran perkuliahan); Lengkapi dengan tanggal surat, nomor surat, lampiran, hal/perihal, alamat tujuan, dan salam pembuka; Latar Belakang; Rumusan Masalah; Dasar Hukum (buatlah list dasar hukum yang relevan dengan kasus diatas, termasuk PUU kompetensi absolut dari jenis peradilan yang berwenang); Analisis; Kesimpulan
  2. Setelah mendapatkan LO, Rizal bersedia untuk menempuh upaya hukum. Saudara diminta untuk membuatkan surat kuasa antara Rizal dengan saudara sebagai lawyer.
  3. Buatkan pula surat gugatan yang sesuai dengan kasus diatas. Untuk hal-hal yang belum lengkap dari soal diatas, saudara bisa membuat alur cerita sendiri untuk melengkapi kisah pada soal tersebut.

 

SOAL UAS

HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL

 

Buatlah makalah yang berisi analisis putusan sesuai tema yang diminta.

  1. Saudara diminta untuk melakukan analisis putusan terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan hak cipta. Silahkan saudara buka direktori http://putusan3.mahkamahagung.go.id dan akses lah dibagian kolom perdata khusus. Carilah putusan-putusan yang belum pernah dianalisis sebelumnya, juga belum pernah diajukan sebagai tugas perkuliahan.

Pembuatan makalahnya dibuat ringkas saja, tidak lebih dari 5 halaman dengan sistematika sebagai berikut: Judul; Latar belakang kasusnya (silahkan copy paste dari hasil putusan); Rumusan masalah (buatlah minimal 1 rumusan masalah yang relevan); Analisis putusan (silahkan analisis dengan kaidah-kaidah ilmu hukum, doktrin-doktrin hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, termasuk juga perjanjian internasional yang relevan dengan kasus hak cipta, serta yurisprudensi jika dimungkinkan); Kesimpulan (bisa ditambahkan dengan saran).

 

  1. Saudara diminta untuk melakukan analisis putusan terhadap kasus-kasus yang berkaitan dengan paten. Silahkan saudara buka direktori http://putusan3.mahkamahagung.go.id dan akses lah dibagian kolom perdata khusus. Carilah putusan-putusan yang belum pernah dianalisis sebelumnya, juga belum pernah diajukan sebagai tugas perkuliahan.

Pembuatan makalahnya dibuat ringkas saja, tidak lebih dari 5 halaman dengan sistematika sebagai berikut: Judul; Latar belakang kasusnya (silahkan copy paste dari hasil putusan); Rumusan masalah (buatlah minimal 1 rumusan masalah yang relevan); Analisis putusan (silahkan analisis dengan kaidah-kaidah ilmu hukum, doktrin-doktrin hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia, termasuk juga perjanjian internasional yang relevan dengan kasus paten, serta yurisprudensi jika dimungkinkan); Kesimpulan (bisa ditambahkan dengan saran).

 

SOAL UAS

HUKUM TATA NEGARA

 

Isilah soal-soal berikut disertai jawaban yang selaras dengan soal, logis dan argumentatif. Soal-soal UAS dibawah ini dilengkapi pula dengan kesimpulan dari perkuliahan selama satu semester, sehingga diharapkan mahasiswa benar-benar memperhatikan dan memahami setiap soal yang ada.

  1. Sistem hukum nasional Indonesia dipengaruhi bukan hanya oleh civil law system, tapi juga dipengaruhi oleh common law system, dipengaruhi juga oleh sistem hukum Islam, dipengaruhi sistem hukum adat. Oleh karena itulah, para akademisi hukum di bidang HTN menyebutkan bahwa Indonesia sudah tidak lagi menganut sistem hukum sipil, namun dikategorikan sebagai sistem hukum campuran/hibrida. Beberapa ahli HTN menyebut sistem hukum ini sebagai sistem hukum Pancasila.

Berikan dan jelaskan beberapa bukti Indonesia sekarang ini tidak bisa lagi disebut sebagai negara yang menganut civil law system?

 

  1. Jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan di Indonesia diatur oleh UU Nomor 12 Tahun 2011, walaupun sebetulnya bisa kita diskusikan lebih lanjut dengan Ketetapan MPRS Nomor XX Tahun 1966, yang ternyata dalam beberapa jurnal disebutkan sebagai PUU yang masih berlaku di Indonesia. Anggaplah secara hukum kita mengesampingkan TAP MPRS XX/1966 tersebut, sehingga hierarki PUU yang kita sepakati sekarang—sebagaimana diatur dalam UU 12/2011—adalah sebagai berikut: UUD NRI 1945; Ketetapan MPR; UU/Perpu; PP; Perpres; Perda Provinsi; Perda Kab/Kota; Peraturan dari setiap lembaga negara yang lembaga negara tersebut dibuat oleh UU (silahkan dibaca di Pasal berikutnya).

Bagi setiap warga negara yang haknya dilanggar oleh suatu UU, maka warga negara yang bersangkutan bisa mengajukan pengujian undang-undang (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi. Sementara jika hak warga negara dilanggar oleh PUU dibawah UU, misalnya oleh PP, Perpres, Perda Provinsi, Perda Kab/Kota, atau Peraturan dari setiap lembaga negara dimana lembaga negara tersebut dibentuk dengan UU, maka judicial review yang bisa dilakukan tidak ke MK, tapi ke Mahkamah Agung. Adapun jika itu berbentuk kebijakan, maka alur penyelesaiannya bisa diajukan ke PTUN (Hukum Administrasi Negara).

Mari kita aplikasikan materi tentang hierarki peraturan perundang-undangan diatas dengan contoh kasus dibawah ini:

Seorang mahasiswa di salah satu universitas swasta di Kota Bandung, Jawa Barat, merupakan mahasiswa yang malas kuliah. Dia tidak pernah mengikuti perkuliahan, tidak pernah mengerjakan tugas, dan tidak mengikuti ujian tengah semester (UTS). Jelas menurut aturan universitas yaitu Peraturan Rektor Nomor 27 Tahun 2019 (misalnya), dia tidak diizinkan mengikuti ujian akhir semester (UAS) karena tingkat kehadirannya kurang dari 75%. Maka pantaslah, dosen memberikan nilai E kepada mahasiswa tersebut.

Namun mahasiswa yang bersangkutan tidak terima dengan pemberian nilai tersebut. Dia mendatangi dosennya dan melakukan lobi agar dirinya diistimewakan. Dia beralasan, bahwa dia telah membayar biaya kuliah. Dalam pandangannya, mahasiswa yang telah lunas membayar biaya kuliah berhak mendapatkan nilai baik walaupun tidak pernah mengikuti perkuliahan. Entah darimana doktrin itu berasal, tapi dia meyakini itu. Dengan alasan konyolnya itu, jelas, dosen dengan tegas menolak lobi yang dilakukan oleh mahasiswa tadi.

Seandainya mahasiswa tersebut tetap bersikukuh dan menganggap hak dia dilanggar dengan ketentuan yang diatur dalam Peraturan Rektor Nomor 27 Tahun 2019, bagaimana upaya yang bisa dilakukan oleh mahasiswa ini untuk bisa membatalkan Peraturan Rektor tersebut? Adakah hukum bisa memberikan jalan dan mengakomodir kegelisahan mahasiswa tersebut?

Kisahnya sama seperti soal dibagian (a), namun kali ini terjadi di universitas negeri. Seorang mahasiswa tidak bisa mengikuti UAS karena terkendala aturan jumlah kehadiran minimal 75% sebagaimana diatur dalam Peraturan Akademik Nomor 12 Tahun 2017 (misalnya) yang ditandatangani oleh rektor. Mahasiswa tersebut tidak terima dengan aturan konyol tersebut. Bagi dia, aturan hadir kuliah minimal 75% mengganggu aktivitas mahasiswa diluar kampus, seperti aktif di organisasi pergerakan, ikut pemagangan, maupun kerja part time. Pertanyaannya sama seperti soal di poin (a), bagaimana upaya yang bisa dilakukan oleh mahasiswa ini untuk bisa membatalkan Peraturan Akademik tersebut? Adakah hukum bisa memberikan jalan dan mengakomodir kegelisahan mahasiswa tersebut?

 

  1. Hierarki Lembaga Tinggi Negara atau Pilar Kekuasaan di Indonesia dapat digambarkan berikut:

GAMBAR SEBAGAIMANA TERLAMPIR

 

Dibawah UUD NRI 1945, ada 8 pilar kekuasaan (hasta-as politica) yang sama-sama memiliki kedudukan yang setingkat, dan antara satu dengan yang lainnya tidak bisa saling mengintervensi. Adapun tugas dan wewenang dari ke 8 lembaga tinggi tersebut, dapat dirangkumkan berikut:

Presiden = melaksanakan seluruh fungsi dan kinerja pemerintahan;

MPR = (1) melakukan amandemen UUD; (2) memberhentikan presiden dan wakil presiden dengan dasar Putusan MK;

DPR = membahas dan mengesahkan UU;

DPD = menjadi penghubung antara pemerintah pusat dan daerah;

MA = (1) menerima permohonan kasasi; (2) menerima judicial review PUU dibawah UU;

MK = (1) menerima judicial review UU/Perpu; (2) mengadili sengketa pemilu; (3) mengadili presiden dan wakil presiden;

KY = mengawasi kinerja hakim;

BPK = melakukan audit keuangan terhadap semua lembaga negara.

Untuk soal UAS nomor 3 ini, saudara hanya diminta untuk melakukan rangkuman materi perkuliahan dari awal hingga akhir. Semakin lengkap materi rangkumannya, maka hasilnya semakin baik.

 

  1. Adapun untuk hierarki lembaga peradilan atau kekuasaan kehakiman di Indonesia, dapat digambarkan berikut:

GAMBAR SEBAGAIMANA TERLAMPIR

 

Namun perlu ditekankan disini, bahwa kekuasaan kehakiman atau lembaga yudikatif hanyalah MA dan MK, adapun KY bukan bagian dari kekuasaan kehakiman. Sementara lembaga peradilan di bawah Mahkamah Agung, dapat diuraikan dalam gambar berikut:

Adapun kompetensi absolut dari masing-masing lembaga peradilan dapat dirangkumkan sebagai berikut:

PN = (1) mengadili perkara pidana untuk warga sipil; (2) mengadili perkara perdata umum yang bukan hukum Islam;

PA = mengadili perkara perdata yang didasarkan pada hukum Islam;

PTUN = mengadili perkara yang berkaitan dengan Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN);

PM = mengadili perkara pidana bagi anggota militer.

Sementara kompetensi absolut untuk peradilan di tingkat kedua seperti PTN, PTA, PTTUN, dan PMT, adalah mengadili perkara-perkara banding dari putusan ditingkat sebelumnya. Adapun untuk MA dan MK, kompetensi absolutnya sama seperti tugas dan wewenang sebagaimana dijelaskan di materi soal sebelumnya.

Untuk kompetensi relatif, peradilan ditingkat pertama memiliki yurisdiksi kekuasaan mengadili setingkat kabupaten/kota, untuk peradilan banding setingkat provinsi, dan MA/MK setingkat nasional. Lebih lanjut dari itu, untuk memahami kompetensi relatif, saudara wajib menguasai hukum acara disetiap jenis lembaga peradilan (sebagaimana pernah disampaikan saat perkuliahan).

Untuk soal UAS nomor 4 ini, saudara diminta untuk melakukan analisis putusan terhadap salah satu Putusan MK. Silahkan saudara akses portal resmi Mahkamah Konstitusi melalui situs http://mkri.id, klik dibagian kolom putusan, dan download salah satu putusan MK. Carilah putusan-putusan yang belum pernah dianalisis sebelumnya, bahkan juga belum pernah dibahas di setiap media internet seperti hukum online. Analisislah putusan MK dengan dasar-dasar ilmu hukum, peraturan perundang-undangan yang terkait, UUD sebagai konstitusi, termasuk juga yurisprudensi jika itu dimungkinkan.

 

  1. Salah satu materi dalam HTN adalah membahas tentang otonomi daerah. Di Indonesia sendiri setidaknya ada 3 wilayah otonomi khusus, yaitu Aceh, Yogyakarta, dan Papua.
  2. Jelaskan apa saja kekhususan wilayah Aceh yang diatur dalam UU Keistimewaan Aceh, yang membedakannya dengan wilayah lainnya di Indonesia.
  3. Jelaskan apa saja kekhususan wilayah Yogyakarta yang diatur dalam UU Keistimewaan DIY, yang membedakannya dengan wilayah lainnya di Indonesia.
  4. Jelaskan apa saja kekhususan wilayah Papua (termasuk Papua Barat) yang diatur dalam UU Otonomi Khusus Papua, yang membedakannya dengan wilayah lainnya di Indonesia. Untuk UU Otonomi Khusus Papua, jika saudara mendapatkan RUU Otsus Papua yang baru yang sudah masuk di Prolegnas DPR, itu akan lebih baik. Namun jika belum bisa menemukan draft RUU Otsus Papua, saudara bisa menggunakan UU Otsus Papua yang lama.