Pada tanggal 16 Juni 2023, seluruh rekan-rekan Analis Perkara Peradilan tahun 2021 mengikuti sosialisasi seleksi calon hakim yang diselenggarakan oleh Biro Kepegawaian Mahkamah Agung Republik Indonesia. Acara dilangsungkan secara virtual melalui aplikasi zoom. Setiap satuan kerja wajib mengikuti acara tersebut dengan menyertakan pegawai APP dan bagian kepegawainnya masing-masing.

Hal utama yang disampaikan dalam sosialisasi tersebut adalah peminatan APP Tahun 2021, apakah hendak menjadi hakim di peradilan umum, peradilan agama, atau TUN. Proses peminatan ini dilakukan saat acara zoom berlangsung, yaitu pegawai APP wajib mengisi survei peminatan melalui google form yang telah disediakan.

Ada total 1540 orang yang telah lolos seleksi APP tahun 2021 dan 9 diantaranya telah mengundurkan diri dengan berbagai alasan. Sehingga total pegawai APP tahun 2021 adalah sebanyak 1531 orang. Saat sosialisasi berlangsung, ada 1479 orang yang mengisi survei peminatan, dengan 70,3% (sekitar 1000an orang) memilih kamar peradilan umum, 20% (sekitar 300an orang) memilih kamar peradilan agama, 9,7% (sekitar 150an orang) memilih kamar TUN.

Setelah mengikuti proses survei, diberikan gambaran mengenai proses seleksinya. Dijelaskan disana, bahwa setidaknya APP 2021 masih harus melalui setidaknya 7 tahapan, yaitu:

  1. Perencanaan;
  2. Pengumuman (publikasi nama APP tahun 2021);
  3. Pelamaran = pemanggilan untuk mengikuti seleksi;
  4. Seleksi (substansi hukum, psikotes, dan wawancara);
  5. Pengumuman hasil seleksi;
  6. Pendidikan calon hakim (wajib diikuti bagi yang lulus seleksi);
  7. Pengangkatan sebagai hakim.

Hal menarik dalam pembahasan sosialisasi ini adalah penjelasan bahwa kuota yang paling banyak dari yang dibutuhkan sekarang ini adalah hakim pada pengadilan agama. Memang tidak dijelaskan berapa kuotanya, namun apa yang disampaikan oleh biro kepegawaian Mahkamah Agung, bahwa kebutuhan yang paling mendesak sekarang ini adalah hakim pada pengadilan agama sekaligus ini sebagai penguat dari apa yang disampaikan oleh Yang Mulia Ketua Mahkamah Agung, yang pernah menyampaikan bahwa di pengadilan agama banyak perkara-perkara gugatan yang ditangani oleh hakim tunggal. Hal yang tentu tidak ideal sama sekali.

Dengan melihat kenyataan inilah, saya semakin tertarik untuk bergabung dalam keluarga Badilag. Sebelumnya memang, target saya hanya ingin menjadi bagian di Badilag atau jika memungkinkan bergabung di Badimiltun. Nanti saya jelaskan lengkap alasan kenapa saya memilih Badilag atau Badmiltun jika saya berhasil lolos dan bergabung diantara keduanya.

Yang paling utama sekarang ini, saya harus mempersiapkan diri untuk mengikuti prosesnya, karena selama setahun ini saya ditempatkan di marka Badilum. Perlu untuk belajar ulang untuk mengingat-ngingat materi-materi hukum, utamanya yang terkait dengan peradilan agama dan TUN. Tentu tidak mudah, karena sehari-hari sudah berjibaku dengan pekerjaan di peradilaan umum, tapi disisi yang lain saya harus belajar materi-materi di bagian peradilan agama atau TUN. Tapi semoga saya dimudahkan dan diberikan jalan olehNya agar bisa bergabung diantara keduanya.

Seleksi calon hakim memang sudah kembali ke arah yang tepat, dimana seleksi ini dilakukan di internal Mahkamah Agung, tidak melalui seleksi eksternal sebagaimana tahun-tahun sebelumnya. Proses semacam ini penting untuk dipertahankan, walaupun juga perlu untuk perbaikan di berbagai sisi. Misalnya soal penempatan yang seharusnya ditentukan dari awal, sehingga yang memiliki background hukum Islam bisa ditempatkan dibawah Badilag, begitu yang lainnya.

Lika-liku proses seleksi calon hakim di Mahkamah Agung ini bisa dibaca akar persoalannya melalui tulisan saya yang lain DISINI. Sekian.

 

~~~~~~~~~~~~~~~

Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri

(idikms@gmail.com)

~~~~~~~~~~~~~~~