Pengadilan Agama merupakan lembaga peradilan dibawah kekuasaan kehakiman Mahkamah Agung, bersama-sama dengan 3 lembaga peradilan lainnya, yaitu Pengadilan Negeri, Pengadilan Tata Usaha Negara, dan Pengadilan Militer. Pengadilan Agama merupakan jenis peradilan yang dikhususkan untuk mengakomodir hukum Islam dan berlaku hanya bagi masyarakat Muslim di Indonesia.

Ada beberapa kewenangan yang melekat pada Pengadilan Agama, yaitu menerima perkara perceraian bagi mereka yang menikah secara agama Islam, menangani sengketa waris, hibah, wasiat, dan juga ekonomi syariah. Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama (Ditjen Badilag) dianggap sebagai direkorat paling besar di Mahkamah Agung dari segi penerimaan jumlah perkara. Lebih dari 50% perkara yang masuk setiap tahun di lembaga peradilan, merupakan sengketa-sengketa di Pengadilan Agama.

Sejarah Pengadilan Agama ini ternyata tidak bisa dilepaskan dari era Hindia Belanda. Menghadapi masyarakat yang mayoritas bergama Islam khususnya di wilayah Jawa dan Madura, Pemerintah Belanda pusat memberikan perhartian khusus untuk membentuk badan peradilan dibidang agama. Hal ini tentu untuk menjaga stabilitas dan kondusivitas di kawasan penguasaan Belanda.

Berdasarkan suatu keputusan Raja Belanda (Koninklijk Besluit), yakni Raja Willem III tanggal 19 Januari 1882 Nomor 24 yang dimuat dalam Staatsblad 1882 Nomor 152, dimana ditetapkan satu peraturan perundang-undangan tentang peradilan agama dengan nama “Piesterraden” untuk Jawa dan Madura. Dalam Bahasa Belanda disebut “Bepaling Betreffende de Priesteraden op Java en Madoera” atau disingkat dengan nama Priesterraad (Raad Agama).

Keputusan Raja Belanda ini dinyatakan berlaku mulai tanggal 1 Agustus 1882 termuat dalam Staatsblaad 1882 Nomor 153, sehingga beberapa pihak di Pengadilan Agama mengatakan bahwa tanggal kelahiran Pengadilan Agama di Indonesia adalah tanggal 1 Agustus 1882.

Setelah era kemerdekaan, Pengadilan Agama ini menghadapi dinamika yang cukup panjang. Dahulu sebelum era reformasi, Pengadilan Agama berada di bawah 2 lembaga, yaitu dibawah Mahkamah Agung secara fungsi, dan dibawah Kementerian Agama secara administrasi. Namun sekarang, Pengadilan Agama mutlak berada dibawah Mahkamah Agung, baik secara fungsi maupun secara administrasi. Ini tentu menjadi hal baik sebagai syarat independensi kekuasaan kehakiman yang bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya.

 

~~~~~~~~~~~~~~

Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri

(idikms@gmail.com)

~~~~~~~~~~~~~~