Dalam teorinya, keberlakuan surat kuasa adalah hingga surat kuasa tersebut dicabut oleh si pemberi kuasa atau si penerima kuasa. Selama belum dicabut, maka seluruh klausul yang termuat dalam surat kuasa, tidak perlu diperbarui.
Misalnya, A sebagai seorang penggugat dalam perkara perdata, mengajukan gugatan dengan memberikan kuasa kepada B yang merupakan seorang pengacara atau advokat. Dalam surat kuasa yang dibuat oleh keduanya, tercantum bahwa B boleh bertindak atas nama A dalam hal proses gugatan di pengadilan tingkat pertama, banding, kasasi, bahkan termasuk Peninjauan Kembali.
Secara teori, surat kuasa yang dibuat antara A dan B ini berlaku dari sejak gugatan diajukan, hingga upaya hukum, termasuk Peninjauan Kembali. Jadi ketika si A kalah di pengadilan tingkat pertama dan hendak mengajukan banding, maka surat kuasa yang mereka buat itu cukup dilampirkan sebagai dasar bagi B sebagai pengacara mewakili kepentingan kliennya itu dalam mengajukan banding.
Namun dalam dunia praktik, pengadilan pengaju atau pengadilan tingkat pertama yang menerima berkas banding akan meminta A dan B untuk membuat surat kuasa baru dan didaftarkan kembali di bagian kepaniteraan hukum. Hal yang tentu membuat jengkel advokat atau pengacara yang hendak mengajukan upaya hukum. Saat nanti mengajukan kasasi, surat kuasa yang telah ada harus diperbarui ulang dan didaftarkan kembali di bagian kepaniteraan hukum pada pengadilan tingkat pertama.
Apa sebenarnya alasan yang melatar-belakangi hal tersebut?
Diketahui ternyata, berangkat dari sebuah kasus pidana, dimana seorang terdakwa divonis katakanlah 5 tahun pada pengadilan tingkat pertama. Kemudian penasihat hukumnya atau pengacaranya mengajukan banding, dan hasil putusannya menguatkan putusan di tingkat pertama. Lantas si pengacara itu mengajukan kasasi tanpa sepengetahuan dari si terpidana. Saat jatuh putusan kasasi, vonisnya malah diperberat misalnya menjadi 7 tahun.
Gara-gara inilah, terpidana itu mengeluh bahwa upaya hukum yang dilakukan pengacaranya itu tanpa sepengetahuannya sebagai klien. Tentu saja, alasan ini tidak lantas menggugurkan putusan hakim pada tingkat kasasi, namun menjadi masukan bagi setiap pengadilan di tingkat pertama, agar saat ada upaya hukum dilakukan, harus diperbarui dengan surat kuasa yang baru dan harus didaftarkan kembali di bagian kepaniteraan hukum pada pengadilan tingkat pertama untuk mendapatkan nomor kuasa dari kepaniteraan hukum.
Selain itu, bagi sebuah perusahaan, pembaruan surat kuasa ini penting dilakukan, karena dalam praktiknya, banyak pegawai-pegawai perusahaan yang namanya ada dalam surat kuasa, ternyata sudah dimutasi ke cabang perusahaan lainnya atau bahkan sudah resign. Ini menjadi penguat bahwa pendaftaran kuasa baru itu penting dilakukan agar si penerima kuasa benar-benar orang yang memang ada dalam sebuah perusahaan tertentu, serta apa yang dilakukan oleh si penerima kuasa memang sepengetahuan dari si pemberi kuasa. Sekian.
~~~~~~~~~~~~~~
Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri
(idikms@gmail.com)
~~~~~~~~~~~~~~