A. Selayang Pandang Cyber Crime

Faktor pendorong sehingga internet telah menjadi salah satu sarana yang paling efektif untuk melakukan kejahatan dikarenakan dunia maya banyak menawarkan kemudahan-kemudahan bertransaksi dengan menggunakan teknologi canggih agar lebih efisien.[1]Sebagaimana dikatakan oleh mantan Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan A. Djalil, bahwa teknologi informasi dapat menjadi pedang bermata dua, karena di satu sisi memberikan kemaslahatan tetapi di sisi lain dapat digunakan untuk perbuatan-perbuatan melawan hukum dalam bentuk penyalahgunaan teknologi informasi.[2]

Berdasarkan laporan ClearCommerce.com (2002) bahwa peringkat Indonesia menduduki pada urutan kedua setelah Ukraina dalam penyalahgunaan Internet.[3] Bahkan menurut laporan Kompas tahun 2004 yang dikutip oleh Ade Ary Sam Indradi bahwa peringkat Indonesia dalam kejahatan dunia maya menempati posisi pertama menggeser posisi Ukraina yang awalnya nomor satu. Laporan Kompas berdasarkan data hasil penelitian Verisign, perusahaan yang memberikan pelayanan intelijen di dunia maya yang berpusat di California, Amerika Serikat, menempatkan Indonesia pada posisi tertinggi pelaku kejahatan dunia maya, sementara peringkat kedua ditempati oleh Nigeria dan peringkat ketiga adalah Pakistan.[4]

Menurut Freddy Haris sebagaimana dikutip oleh Dikdik dan Elisatris bahwa yang dimaksud dengan Cyber Crime adalah suatu tindak pidana dengan karakteristik-karakteristik sebagai berikut:[5]

  1. Unauthorized acces (dengan maksud untuk memfasilitasi kejahatan);
  2. Unauthorized alteration or destruction of data (merusak data);
  3. Menggangu/merusak operasi komputer;
  4. Mencegah/menghambat akses pada komputer.

 

B. Jenis Cyber Crime

Jenis-jenis Cyber Crime berdasarkan jenis kejahatannya, antara lain:[6]

  1. Recreational hackers.  Kejahatan  ini  dilakukan  oleh netter tingkat  pemula  untuk sekedar mencoba kekurang handalan sistem sekuritas suatu perusahaan.
  2. Crackers atau criminal minded  hackers. Pelaku  kejahatan  ini  biasanya  memiliki motivasi  untuk  mendapatkan  keuntungan  finansial,  sabotase,  dan  pengrusakan data.  Tipe  kejahatan  ini  dapat  dilakukan  dengan  bantuan  orang  dalam,  biasanya staf yang sakit hati atau datang dari kompetitor dalam bisnis sejenis.
  3. Political hackers.  Aktifis  politis  atau  lebih  populer  dengan  sebutan hacktivist melakukan  perusakan  terhadap  ratusan  situs  web  untuk  mengkampanyekan programnya, bahkan tidak jarang dipergunakan untuk menempelkan pesan untuk mendiskreditkan    Usaha  tersebut  pernah  dilakukan  secara  aktif  dan efisien  untuk  kampanye  anti-Indonesia  dalam  masalah  Timor  Timur  yang dipelopori oleh Ramos Horta.
  4. Denial of service attack. Serangan denial of service attack atau oleh FBI dikenal dengan istilah unprecedented, tujuannya adalah untuk memacetkan sistem dengan mengganggu akses dari pengguna yang legitimated. Taktik yang digunakan adalah dengan membanjiri situs web dengan data yang tidak penting. Pemilik situs akan banyak menderita kerugian karena untuk mengendalikan atau mengontrol kembali situs web memakan waktu lama.
  5. Insider atau internal hackers. Kejahatan  ini  bisa  dilakukan  oleh  orang  dalam perusahaaan sendiri. Modusnya dengan menggunakan karyawan yang kecewa atau bermasalah dengan perusahaan.
  6. Viruses. Program mengganggu (malicious) dengan menyebarkan virus dewasa ini dapat menular  melalui  aplikasi    Sebelumnya  pola  penularan  virus  hanya melalui floppy  disk. Virus  dapat  bersembunyi  dalam  file  dan  terunduh  oleh user bahkan bisa menyebar melalui kiriman e-mail.
  7. Piracy. Pembajakan software merupakan trend  dewasa    Pihak  produsen software dapat kehilangan profit karena karyanya dapat dibajak melalui download dari internet dan dikopi ke dalam CD yang selanjutnya diperbanyak secara ilegal tanpa se-izin pemilik atau penciptanya.
  8. Fraud. Sejenis manipulasi  informasi  keuangan  dengan  tujuan  mengeruk keuntungan  sebesar-besarnya.  Sebagai  contoh  harga  saham  yang  menyesatkan melalui rumor, situs lelang fiktif, dan sebagainya.
  9. Gambling. Perjudian di dunia maya yang berskala global. Dari kegiatan ini dapat diputar kembali di negara yang merupakan tax heaven, seperti cyman islands yang merupakan surga  bagi money laundering,  bahkan  termasuk  Indonesia  sering dijadikan sebagai negara tujuan money laundering.
  10. Pornography dan paedophilia. Dunia maya  selain  mendatangkan  berbagai kemudahan dengan mengatasi kendala ruang dan waktu, juga telah menghadirkan dunia pornografi. Melalui newsgroup, chat rooms mengekploitasi kebijakan atau suatu pandangan.
  11. Cyber-stalking. Segala bentuk kiriman e-mail yang tidak dikehendaki user.
  12. Hate sites. Situs ini sering digunakan untuk saling menyerang dan melontarkan kata-kata tidak sopan dan vulgar yang dikelola oleh para ekstrimis. Penyerangan terhadap  lawan  sering  menggunakan  isu  rasial,  perang program,  dan  promosi kebijakan atau suatu pandangan.
  13. Criminal communications.  NCIS  (Naval  Criminal  Investigative  Service)  telah mendeteksi  bahwa  internet  telah  dijadikan  sebagai  alat  yang  handal  dan  modern untuk  melakukan  komunikasi  antar  gengster,  anggota sindikat  obat  bius,  dan komunikasi antar hooligan di dunia sepakbola.

Adapun jenis-jenis Cyber Crime berdasarkan modus operasinya adalah sebagai berikut:[7]

  1. Unauthorized acces  to  computer  system  and  service.  Kejahatan  ini  dilakukan dengan memasuki/menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer secara tidak sah,  tanpa  izin  atau  tanpa  sepengetahuan  dari  pemilik  jaringan  komputer  yang dimasukinya.  Motifnya  bisa  bermacam-macam,  antara  lain  adalah  sabotase, pencurian data, dan lain sebagainya. Sebagai contoh, website milik pemerintah RI yang dirusak oleh hacker (Kompas, 11/08/1999).
  2. Illegal contents. Kejahatan ini dilakukan dengan memasukkan data atau informasi ke inernet  tentang  sesuatu  yang  tidak  benar,  tidak etis,  dan  dapat  dianggap melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum. Contohnya yang termasuk kejahatan jenis ini adalah pornografi, pemuatan berita bohong, agitasi, dan termasuk juga  delik  politik  yang  dapat  dimasukkan  dalam  kategori  ini  bila  menggunakan media cyber space.
  3. Data forgery. Merupakan  kejahatan  dengan  memalsukan  data  pada  dokumen-dokumen penting yang tersimpan sebagai scriptless document melalui internet.
  4. Cyber espionage.  Merupakan  kejahatan  yang  memanfaatkan  jaringan  internet untuk  melakukan kegiatan  mata-mata  terhadap  pihak  lain,  dengan  memasuki sistem jaringan komputer (computer network system) pihak sasaran. Kejahatan ini biasanya ditujukan terhadap saingan bisnis yang dokumen atau datanya tersimpan dalam suatu  sistem yang computerized.
  5. Cyber sabotage and exortion. Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan, perusakan atau penghancuran terhadap suatu data, program komputer atau sistem jaringan komputer  yang  terhubung  ke    Biasanya  kejahatan  ini  dilakukan dengan  menyusupkan  suatu  virus  komputer  atau program  tertentu  sehingga  data, program  komputer  atau  sistem  jaringan  komputer  tidak  dapat  digunakan,  tidak berjalan sebagaimana mestinya, atau berjalan sebagaimana yang dikehendaki oleh pelaku. Kejahatan ini juga kadang disebut dengan cyber terrorism.
  6. Offence against intellectual property. Kejahatan ini ditujukan terhadap HAKI (Hak Kekayaan Intelektual) yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh, meniru tampilan web  suatu  situs  tertentu,  penyiaran  rahasia  dagang  yang  merupakan rahasia dagang orang lain.
  7. Infringements of  privacy. Kejahatan  ini  ditujukan  terhadap  informasi  seseorang yang  merupakan  hal  yang  sangat  pribadi  dan    Kejahatan  ini  biasanya ditujukan  terhadap  keterangan  pribadi  seseorang  yang  tersimpan  secara computerized,  yang  apabila  diketahui  orang  lain  maka dapat  merugikan  korban secara  materiil  atau  imateriil,  seperti  nomor  PIN ATM,  nomor  kartu  kredit,  dan lain sebagainya.

Sementara itu, jenis-jenis Cyber Crime berdasarkan sasaran kejahatannya dapat dibagi menjadi tiga, yaitu:[8]

  1. Cyber Crime yang menyerang individu. Kejahatan yang dilakukan terhadap orang lain  dengan  motif  dendam  atau  iseng  yang  bertujuan  untuk  merusak  nama  baik, mencoba  atau  mempermainkan  seseorang  untuk  mendapatkan  kepuasan  Misalnya  menyebarkan  foto-foto  yang  berbau  pornografi  melalui  internet, membuat  akun facebook dengan  nama  samaran  yang  digunakan  untuk  meneror ataupun kejahatan sejenisnya kepada orang lain dan lain sebagainya.
  2. Cyber Crime yang menyerang  hak  cipta  (hak  milik).  Kejahatan  yang  dilakukan terhadap hasil karya seseorang dengan motif menggandakan, memasarkan, ataupun mengubah karya tersebut dengan tujuan untuk kepentingan pribadi atau umum atau demi kepentingan materi maupun non materi.
  3. Cyber Crime yang menyerang negara. Majalah New York Times melaporkan sering kali terjadi serangan terhadap situs-situs resmi di beberapa negara di dunia, yang dilakukan bahkan  bukan  oleh  warga    Kejahatan  telematika  yang merugikan  banyak  negara  adalah  kasus “Virus  Melissa”.  Virus  ini  dibuat  oleh David  L.  Smith,  seorang  programmer  dari  New  Jersey.  Dia  menciptakan  virus Melissa  dan  menggunakan  situs  X-rated  untuk  menyebarkan  virus  tersebut  atau melalui  e-mail.  Virus  ini  tidak  bisa  dijinakkan  sehingga  merugikan  banyak perusahaan-perusahaan di dunia dengan perkiraan kerugian sebesar US$ 80 milyar. Untuk kejahatannya ini Smith dijatuhi hukuman penjara 5 tahun oleh Pengadilan Negara Bagian New Jersey.

 

~~~~~~~~~~~~~~~

Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri

(idikms@gmail.com)

~~~~~~~~~~~~~~~

_________________________

[1] Yunus Hussein, Implementasi UU No. 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, Seminar Pencucian Uang, Jakarta, 21 November 2002, hlm. 1.

[2] Sofyan A. Djalil, Menuju Kepastian Hukum di Bidang Informasi dan Transaksi Elektronik, (Jakarta: Departemen Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, 2006), hlm.iii.

[3] Lebih lanjut bisa dilihat “IT Security Sedia Payung Sebelum Accident”, E-Indonesia, Vol.I/No. 11., Edisi April-Mei  2006.

[4] Ade Ary Sam Indradi, Carding Modus Operandi, Penyidikan dan Penindakan, (Jakarta: Grafika Indah, 2006), hlm. 1.

[5] Dikdik M. Arief Mansur dan Elisatris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, (Bandung: PT Refika Aditama, 2005), hlm.9.

[6] Abdul Wahid, op.cit., 2005, hlm. 70-71.

[7] Ibid.

[8] Cyber Crime, www.scribd.com, akses pada tanggal 11 Desember 2016, pukul 18:02.