Pertama kali mendengar kata “Pencinta Alam”, saya yakin anda akan langsung membayangkan sebuah organisasi sekolah PA atau organisasi kemahasiswaan MAPALA, atau bahkan ada yang terbersit di pikiran anda yaitu PRAMUKA. Tidak salah memang, tapi perlu saya luruskan. Pencinta Alam tidak hanya milik anak-anak PA, MAPALA, dan PRAMUKA, tapi lebih luas dari itu. Seseorang yang tidak mengikuti ketiga organisasi tersebut bukan berarti dia haram untuk mencintai alam. Setiap orang memiliki kewajiban untuk menjaga alam dan melestarikannya, jangan sampai keindahan alam kita saat ini tidak bisa lagi dinikmati oleh generasi-generasi kita selanjutnya.

Titik tekan saya di awal buku ini yaitu mengingatkan kepada anda dan meluruskan beberapa pandangan yang mungkin telah banyak menyesatkan, bahwa kegiatan mencintai alam hanya milik mereka yang mengasingkan diri di tengah hutan atau gunung. Sekali lagi saya bantah pemikiran semacam ini. Hal ini tidak benar. Mencintai alam adalah kewajiban setiap orang, siapapun itu dan dimanapun ia berada. Alam merupakan anugerah Tuhan yang patut kita syukuri dan kita lindungi. Bukan hanya individu yang memiliki kewajiban merawat alam, tapi juga negara. Negara manapun di dunia harus ikut andil dalam menjaga dan melestarikan alam. Tidak heran memang negara yang kita cintai ini, Indonesia Tanah Pusaka, memiliki Undang-Undang khusus yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Kita sebagai generasi-generasi Pencinta Alam sudah sepatutnya mengawasi peran pemerintah dalam menjaga lingkungan dan kekayaan alam Indonesia.

 

  • ASAL KATA

Sebelum melangkah lebih jauh, sebaiknya kita mengenal lebih dalam secara bahasa apa itu Pencinta Alam. Ada satu kesalahan besar yang sering terlihat di sekolah-sekolah, penulisan Pencinta Alam kebanyakan kekurangan huruf N, menjadi Pecinta Alam. Hal sederhana ini akan saya uraikan untuk membuka wawasan anda, bahwa ada sesuatu hal yang ganjal jika kita masih menggunakan kata “Pecinta”, bukan “Pencinta”.

Untuk memahami hal tersebut, tentu kita harus kembali kepada pedoman EYD (Ejaan Yang Disempurnakan). Salah satu aturan dasarnya ialah, jika kita hendak memasukkan sebuah kata dengan awalan, yang kata tersebut berawalan huruf C, maka awalan tersebut harus menggunakan huruf N dibelakangnya.

Sebagai contoh saya ambil kata CURI. Ketika kita ingin memasukkan awalan kepada kata tersebut, PE misalnya, berarti PE tersebut harus ditambahi N dibelakangnya, menjadi PEN. Baru kita masukkan kedalam kata CURI, hasilnya menjadi PENCURI. Andaikan kita akan memasukkan awalan ME dalam kata CURI tersebut, prosesnya sama dengan PE. ME harus ditambah terlebih dahulu dengan N. Jadi hasil akhirnya menjadi MENCURI.

Hal ini berbeda ketika kita ambil kata LARI. Ketika kita hendak menggabungkan awalan di depan kata LARI, maka PE atau ME-nya tidak harus ditambah dengan huruf N. Tidak benar secara bahasa jika ada orang yang mengatakan PENLARI atau MENLARIKAN. Yang benar tentu saja menjadi PELARI dan MELARIKAN. Untuk kata yang terakhir ini, ada aturan lagi yang harus anda ketahui, awalan ME ternyata memiliki cinta sejati, yaitu KAN atau AN.

Kembali ke topik inti, penggunaan kata “PECINTA” merupakan penggunaan yang salah menurut bahasa, yang benar sesuai uraian saya sebelumnya adalah menggunakan kata “PENCINTA”. Hal yang sederhana memang, tapi sebagai warga negara yang baik, tentu kita harus mengikuti kaidah-kaidah bahasa yang berlaku. Walau memang, saya menyadari, fakta dilapangan tidak berkata demikian. Banyak kata-kata yang tidak sesuai dengan EYD masih beterbangan di sekitar kita. Mungkin boleh lah kalau misalkan dalam percakapan sehari-hari, karena dalam percakapan, kamus pun kadang tidak berlaku. Tapi dalam tata cara penulisan, masih banyak kita lihat ketidak sesuaian antara tulisan yang ada dengan kaidah yang berlaku. Salah satu contohnya yang mungkin sering kita lihat di pinggir jalan adalah kata KONTRAK. Banyak orang menulisakan dengan tulisan “DIKONTRAKAN”, yang seharusnya adalah “DIKONTRAKKAN”. Huruf K-nya harus 2. Alangkah lebih baiknya, jika kita menggunakan kaidah yang tepat dalam penulisan, kalau bukan kita yang melakukannya, siapa lagi.

Kata Pencinta Alam terbagi ke dalam 2 kata, yaitu kata “Pencinta” dan kata “Alam”. Kata Pencinta merupakan kata yang dimasuki dengan awalan PEN. Maka kata intinya adalah “Cinta”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Cinta berarti “Suka sekali; Sayang benar”, “Kasih sekali; Terpikat (antara laki-laki dan perempuan)”, “Ingin sekali; berharap sekali; rindu”, “Susah hati (khawatir).” Sedangkan kata Alam dengan sumber yang sama yaitu KBBI bermakna “Segala yang ada di langit dan di bumi (seperti bumi, bintang, kekuatan)”, “Lingkungan kehidupan”, “Segala sesuatu yang termasuk dalam satu lingkungan (golongan dan sebagainya) dan dianggap sebagai satu keutuhan”, “Segala daya (gaya, kekuatan, dan lain sebagainya) yang menyebabkan terjadinya dan seakan-akan mengatur segala sesuatu yang ada di dunia ini”, “Yang bukan buatan manusia”, “Dunia”, “Kerajaan; daerah; negeri”. Sedangkan awalan PEN dalam kata CINTA, itu bermakna orang atau si pelaku.

Dari sumber kata yang digunakan dan merujuk kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia, secara bahasa Pencinta Alam dapat di terangkan sebagai “Orang yang suka terhadap lingkungan kehidupan”. Adapun menurut saya, Pencinta Alam adalah orang yang mengabdikan diri dan memiliki kepedulian yang tinggi serta memiliki komitmen untuk menjaga, merawat, melindungi, dan melestarikan lingkungan kehidupan ciptaan Tuhan.

Mengapa harus menggunakan kata “Mengabdikan Diri”; “Memiliki Kepedulian”; “Memiliki Komitmen”; “Menjaga, merawat, melindungi, melestarikan;”? Akan saya jabarkan.

Kunci pertama dari Pencinta Alam adalah “Mengabdikan diri”. Seseorang yang sudah memiliki rasa cinta, sejatinya dia sedang mengabdikan diri terhadap benda/sesuatu yang ia cintai. Hal apapun yang menjadi hak terhadap apa yang dia cintai, dia akan membelanya mati-matian. Dia akan menghabiskan waktu, tenaga dan pikirannya untuk sesuatu yang sudah dia cintai tersebut. Tidak heran, fenomena orang yang meluangkan banyak waktu, menghabiskan banyak tenaga dan pikiran, hanya untuk benda yang dia cintai,  untuk hobi yang dia cintai, untuk seseorang yang dia cintai.

Kunci kedua adalah kepedulian. Walau di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata Cinta tidak di terjemahkan dengan kata Peduli, tapi saya memiliki keyakinan bahwa Cinta memiliki sinonim tersendiri (saya sebut dengan sinonim satu arah) dengan kata Peduli. Memang saya menyadari bahwa orang yang peduli tidak berarti dia mencintai. Tapi perlu di garis bawahi, seseorang yang memiliki rasa cinta, dia juga akan memiliki rasa peduli. Perhatikan orang-orang disekeliling kita. Orang yang sedang di mabuk asmara misalnya. Mereka telah mencintai pasangannya, dan tentu mereka peduli terhadap apa saja yang menimpa pasangannya tersebut. Ketika cinta itu muncul, rasa peduli juga secara otomatis akan datang kepadanya. Jadi ketika kita mengatakan “Pencinta”, secara otomatis saya langsung menyambungkan kata tersebut dengan sinonim satu arahnya, yaitu Peduli. Jadi Pencinta (Orang yang mencintai), merupakan sosok orang yang peduli. Perhatikan mereka yang sudah mengabdikan diri dengan alam, hidup berdampingan dengan alam, hidup dengan menghargai alam, mereka semua memiliki kepedulian terhadap alam. Mereka yang sudah peduli, saya yakin tidak akan merusak alam yang sudah dia cintai.

Komitmen menjadi sangat penting dalam masalah ini. Komitmen adalah keterikatan untuk melakukan sesuatu. Peduli saja tidak cukup ternyata. Harus ada komitmen yang melandasi kepedulian tersebut. Banyak diantara kita yang menyatakan dirinya peduli terhadap alam, tapi ketika banyak perusahaan menebang pohon secara ilegal di Sumatera, membakar hutan sekian hektar, kita diam beribu bahasa. Tidak ada tindakan yang kita lakukan, melayangkan protes misalkan kepada pemerintah. Atau kita mengatakan diri sebagai Pencinta Alam, tapi selama hidupnya tidak pernah menanam dan merawat tumbuhan. Hal ini sangat kontradiksi dengan pengertian awal. Pencinta Alam yang tidak memiliki komitmen ialah orang yang munafik. Mengkliam mencintai alam, tapi tetap membuang sampah sembarangan. Mencap diri sebagai Pencinta Alam, tapi ketika camp di gunung, membantai habis pohon-pohon di sana, mencoret-coret pohon dan batu yang sejatinya harus di lindungi olehnya. Hal ini seharusnya menjadi renungan yang mendalam bagi kita yang masih melakukan tindakan—tindakan seperti itu. Karena sejatinya, orang yang masih membuang sampah sembarangan di gunung, orang yang mencoret-coret pohon dan batu, tidak dibenarkan sama sekali dirinya di sebut sebagai Pencinta Alam, walau dia sudah ratusan kali mondar mandir naik turun gunung.

Menjaga, merawat, melindungi, dan melestarikan adalah kata-kata yang sangat penting. 4 kata tersebut adalah implementasi dari rasa cinta terhadap alam. Orang yang mengklaim dirinya sebagai seorang Pencinta Alam, tentu saja dia harus menjaga alam yang dianugerahkan Tuhan, dia juga harus merawat atau memeliharanya, tentu dia juga harus melindungi dari segala macam bahaya kebrutalan dan keserakahan manusia, serta dia harus melestarikan alam yang sudah ada.

Jadi kata kunci dari kata “Pencinta Alam” saya himpun menjadi 7 poin, yaitu :

  1. Mengabdikan diri;
  2. Memiliki kepedulian;
  3. Menjaga;
  4. Merawat;
  5. Melindungi;
  6. Melestarikan;
  7. Lingkungan ciptaan Tuhan.

 

 

~~~~~~~~~~~~~~~

Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri

(idikms@gmail.com)

~~~~~~~~~~~~~~~