Tidak ada referensi yang cukup untuk menjelaskan sejarah perkembangan Pencinta Alam di dunia. Entah siapa yang pertama kali mendaki gunung, atau orang pertama yang menyelam ke dasar lautan. Atau siapa orang pertama yang menanam pohon di kebunnya. Hal ini sangat sulit kita kaji. Mungkin manusia pertama (Adam)lah yang melakukannya. Mungkin dia lah yang pertama kali mengetahui caranya mempertahankan hidup di alam bebas, mencari makan dengan langsung mendapatkannya dari alam, menjaga lingkungan sekitar, dan bahkan mendaki gunung serta berlayar di atas lautan. Tapi yang jelas, di Indonesia sendiri ternyata ada sosok yang menjadi peletak dasar konsep-konsep Pencinta Alam.
Konsep Pencinta Alam secara terbuka dicetuskan oleh Soe Hok Gie pada tahun 1964. Soe Hok Gie sangat menaruh perhatian yang sangat tinggi terhadap alam. Walau dia seorang keturunan Cina, tetapi rasa kepedulian dan rasa cintanya terhadap alam Indonesia tidak bisa kita remehkan begitu saja. Bahkan nafas terakhir seorang Soe Hok Gie dihembuskan di atas puncak tertinggi pulau Jawa pada tahun 1969 karena menghirup gas beracun. Gerakan “Pencinta Alam” awalnya adalah pergerakan perlawanan yang murni kultur kebebasan sipil atas invasi militer dengan doktrin militerisme-patriotik. Perlawanan ini dilakukan dengan mengambil cara berpetualang di alam bebas dengan memiliki alasan sebagai berikut :
“Kami jelaskan apa sebenarnya tujuan kami. Kami katakan bahwa kami adalah manusia – manusia yang tidak percaya pada slogan. Patriotisme tidak mungkin tumbuh dari hipokrisi (kemunafikan) dan slogan-slogan. Seseorang hanya dapat mencintai sesuatu secara sehat kalau ia mengenal objeknya. Dan mencintai tanah air Indonesia dapat ditumbuhkan dengan mengenal Indonesia bersama rakyatnya dari dekat. Pertumbuhan jiwa yang sehat dari pemuda harus berarti pula pertumbuhan fisik yang sehat. Karena itulah kami naik gunung.” ( Soe Hok Gie – Catatan Seorang Demonstran )
Secara sejarah, munculnya ide tentang Pencinta Alam dipengaruhi oleh doktrin militerisme-patriotik, yang artinya sikap patriotisme atau bela negara harus diwujudkan dengan kegiatan-kegiatan militer. Hal ini tidak sejalan dengan pemikiran seorang Soe Hok Gie. Dia menjelaskan bahwa sikap patriotik tidak hanya dimiliki oleh mereka yang hidup dalam kehidupan militer, tapi jiwa patriotik seharusnya datang dari mereka yang mencintai tanah air Indonesia.
Patriotismme dan nasionalisme adalah dua kata yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Sebelum masuk dalam fase Patriot (orang yang membela negara), terlebih dahulu orang tersebut harus menjadi seorang nasionalis (orang yang mencintai negara). Bagaimana mungkin seseorang membela negara yang tidak ia cintai. Sebuah kemunafikan yang sangat nyata.
Oleh karena itu, Soe Hok Gie memberikan penggambaran bahwa salah satu jalan untuk mencintai Indonesia adalah dengan cara lebih dekat dengan alamnya. Lebih bersahabat dan lebih memahami keindahannya. Apabila hal itu terwujud, maka sikap nasionalisme itu akan tumbuh dengan sangat deras. Dan jika jiwa nasionalisme di dalam diri seseorang sudah tumbuh, maka jiwa patriotisme orang itu akan muncul secara perlahan.
Era Pencinta Alam sesudah meninggalnya Soe Hok Gie ditandai dengan adanya ekspedisi besar-besaran, dan era berikutnya ditandai dengan Era tahun 1969 sampai 1974, merupakan era antara masa kematian Gie dan masa munculnya Kode Etik Pencinta Alam.
Era ini menandai munculnya tatanan baru dalam dunia kepencinta-alaman, dengan diisahkannya Kode Etik Pencinta Alam ( KEPAI ) di Gladian IV Ujungpandang, 24 Januari 1974. Ketika itu di negara Barat juga sudah mengenal suatu ‘Etika Lingkungan Hidup Universal’ yang disepakati pada 1972. Era ini menandakan adanya suatu babak monumental dalam aktivitas kepencinta-alaman Indonesia dan perhatian pada lingkungan hidup di negara-negara industri. Lima tahun setelah kematian Gie, telah memunculkan suatu kesadaran untuk menjadikan Pencinta Alam sebagai aktivitas yang teo-filosofis, beretika, cerdas, manusiawi / humanis, pro-ekologis, patriotisme dan anti-rasial.
Baru setelah zaman-zaman pertama pencetusan ide dan gagasan mengenai Pencinta Alam, kegiatan ini menyebar dan terus meluas ke berbagai daerah di Indonesia. Tidak hanya mereka yang memiliki skill hidup di alam bebas, tapi secara luas masuk ke sekolah-sekolah, ke kampus-kampus yang notabennya merupakan orang-orang yang pasif terhadap alam, jauh dari kehidupan alam bebas. Maka dari sinilah kita mengenal adanya klub Pencinta Alam, klub pendaki gunung dan penempuh rimba.