• Pengertian Masyarakat Modern

Perubahan-perubahan dalam masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola perilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya.[1] Masyarakat adalah sekumpulan orang yang terdiri dari berbagai kalangan, baik golongan mampu ataupun golongan tak mampu,  yang tinggal di dalam satu wilayah dan telah memiliki hukum adat, norma-norma serta berbagai peraturan yang siap untuk ditaati.

Manusia sebagai makhluk sosial tentu tidak mungkin bisa memisahkan hidupnya dengan manusia lain. Sudah bukan rahasia lagi bahwa segala bentuk kebudayaan, tatanan hidup, dan sistem kemasyarakatan terbentuk karena interaksi dan benturan kepentingan antara satu manusia dengan manusia lainnya. Sejak zaman prasejarah hingga sejarah, manusia telah disibukkan dengan keterciptaan berbagai aturan dan norma dalam kehidupan berkelompok mereka.

Kerukunan di dalam suatu keluarga maupun masyarakat sendiri bisa dibangun secara sederhana yaitu dengan komunikasi yang baik, untuk menjaga hubungan kekeluargaan. Pertengkaran sendiri merupakan suatu hal yang sangat tidak nyaman untuk semua pihak terutama jika itu terjadi dalam keluarga dan masyarakat. Di dalam kehidupan sehari-hari tentu saja, akan selalu membutuhkan bantuan dari orang lain, oleh karena itulah menjaga hubungan baik akan sangat memberikan manfaat yang baik untuk kehidupan nantinya.

Masyarakat modern adalah masyarakat yang telah mengalami transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi, yaitu mereka yang telah mampu menyesuaikan dengan situasi dan kondisi zamannya atau hidup dengan konstelasi zaman. Karena kondisi dan situasi setiap masyarakat berbeda, maka modernisasi (proses menuju masyarakat modern) antara masyarakat satu dengan yang lain berbeda, misalnya modernisasi bangsa-bangsa bekas jajahan (baru merdeka) yang rakyatnya masih miskin dan terbelakang akan lebih banyak menekankan pada penguasaan teknologi dan ilmu pengetahuan. Sedangkan pada bangsa yang sudah maju dalam bidang iptek dan perekonomiannya, mungkin menekankan pada bidang non-material seperti masalah moral atau religi.

 

  • Konsep Modernisasi

Teori modernisasi lahir di tahun 1950-an di Amerika Serikat, dan merupakan respon kaum intelektual terhadap perang dunia yang bagi penganut evolusi dianggap sebagai jalan optimis menuju perubahan. Modernisasi menjadi penemuan teori yang terpenting dari perjalanan kapitalisme yang panjang dibawah kepemimpinan Amerika Serikat. Teori ini lahir dalam suasana ketika dunia memasuki “Perang Dingin” antara negara-negara komunis dibawah pimpinan Negara Sosialis Uni Soviet Rusia (USSR). Perang dingin merupakan bentuk peperangan ideologi dan teori antara kapitalisme dan Sosialisme. Sementara itu gerakan sosialisme Rusia mulai mengembangkan pengaruhnya tidak saja di Eropa Timur, melainkan juga di negara-negara yang baru merdeka. Dengan demikian dalam konteks perang dingin tersebut, teori modernisasi terlibat dalam peperangan ideologi.[2]

Teori modernisasi dan pembangunan yang  pada dasarnya merupakan sebuah gagasan tentang perubahan sosial dalam perjalanannya telah menjadi sebuah ideologi. Perkembangan ini adalah akibat dari dukungan dana dan politik luar biasa besarnya dari pemerintah dan organisasi maupun perusahaan swasta di Amerika Serikat serta negara-negara liberal lainnya. Semua itu menjadikan modernisasi dan pembangunan sebagai suatu gerakan ilmuwan antardisiplin ilmu-ilmu sosial yang memfokuskan kajian terhadap perubahan sosial. Akibatnya menjadikan teori modernisasi  tidak hanya sekedar merupakan “industri yang sedang tumbuh”, tetapi telah menjadi sebuah aliran pemikiran (a school of thought), bahkan telah menjadi sebuah ideologi. Pengaruh modernisasi di dunia ketiga sangat luas, tidak hanya pada kalangan akademisi di Perguruan Tinggi, tetapi juga kalangan birokrasi yakni para perencana dan pelaksana program pembangunan di negara-negara dunia ketiga. Bahkan modernisasi juga berpengaruh dalam pemikiran keagamaan di kalangan pemimpin dan pendidikan agama. Modernisasi juga sangat mempengaruhi banyak pemikiran kalangan organisasi nonpemerintah.[3]

Pada dasarnya semua bangsa dan masyarakat di dunia ini senatiasa terlibat dalam proses modernisasi, meskipun kecepatan dan arah perubahannya berbeda-beda antara masyarakat yang satu dengan masyarakat yang lain. Proses modernisasi itu sangat luas, hampir-hampir tidak bisa dibatasi ruang lingkup dan masalahnya, mulai dari aspek sosial, ekonomi, budaya, politik, dan seterusnya.  Konsep modernisasi dalam arti khusus yang disepakati teoritisi modernisasi di tahun 1950-an dan tahun 1960-an, didefinisikan dalam tiga cara: historis, relatif, dan analisis.

Menurut definisi historis, modernisasi sama dengan  westernisasi  atau Amerikanisasi. Modernisasi dilihat sebagai gerakan menuju cita-cita masyarakat yang dijadikan model. Menurut pengertian relatif, modernisasi berarti upaya yang bertujuan untuk menyamai standar yang dianggap modern baik oleh masyarakat banyak maupun oleh penguasa. Definisi analisis berciri lebih khusus daripada kedua definisi sebelumnya, yakni melukiskan dimensi masyarakat modern dengan maksud untuk ditanamkan dalam masyarakat tradisional atau masyarakat pra-modern.[4]

Modernisasi adalah suatu proses transformasi dari suatu arah perubahan ke arah yang lebih maju atau meningkat dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa modernisasi adalah proses perubahan dari cara-cara tradisional ke cara-cara baru yang lebih maju, dimana dimaksudkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.[5] Seiring dengan pendapat Wilbert E. Moore yang mengemukakan bahwa modernisasi adalah suatu transformasi total kehidupan bersama yang tradisional atau pra-moderen dalam arti teknologi serta organisasi sosial, ke arah pola ekonomis dan politis yang menjadi ciri-ciri negara barat yang stabil.[6]

Syarat-syarat Modernisasi adalah sebagai berikut:[7]

  1. Cara berpikir yang ilmiah (Scientific thinking) yang melembaga dalam kelas pengusaha maupun masyarakat. Hal ini menghendaki suatu sistem pendidikan dan pengajaran yang terencana dan baik.
  2. Sistem administrasi negara yang baik, yang benar-benar mewujudkan birokrasi.
  3. Adanya sistem pengumpulan data yang baik dan teratur dan terpusat pada suatu lembaga atau badan tertentu. Hal ini memerlukan penelitian yang kontinu, agar data tidak tertinggal.
  4. Penciptaan iklim yang favourable dari masyarakat terhadap modernisasi dengan cara penggunaan alat-alat komunikasi massa. Hal ini harus dilakukan tahap demi tahap, karena banyak sangkut pautnya dengan sistem kepercayaan masyarakat (belief system).
  5. Tingkat organisasi yang tinggi, di satu pihak berarti disiplin, di lain pihak berarti pengurangan kemerdekaan.
  6. Sentralisasi wewenang dalam pelaksanaan perencanaan sosial (Social Planning). Apabila tidak dilakukan, maka perencanaan akan terpengaruh oleh kekuatan-kekuatan dari kepentingan-kepentingan yang ingin mengubah perencanaan tersebut demi kepentingan suatu golongan kecil dalam masyarakat.

 

Modernisasi adalah suatu bentuk perubahan sosial. Biasanya merupakan perubahan sosial yang terarah (directed change)  yang didasarkan pada perencanaan (juga merupakan intended atau planened-change) yang biasa dinamakan social planning. Modernisasi merupakan suatu persoalan yang harus dihadapi masyarakat yang bersangkutan, karena prosesnya meliputi bidang-bidang yang sangat luas.[8]

Modernisasi menimbulkan perubahan di berbagai bidang nilai, sikap dan kepribadian. Sebagian besar perkara ini terhimpun dalam konsep “manusia modern”.[9] Menurut Lerner, manusia modern adalah orang yang gemar mencari mencari sesuatu sendiri, mempunyai kebutuhan untuk berprestasi, dan gemar mencari sesuatu yang berbeda dari orang lain.[10]

 

~~~~~~~~~~~

Ditulis oleh : Idik Saeful Bahri

(idikms@gmail.com)

~~~~~~~~~~~

________________

[1] Soekanto Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), hlm. 333.

[2] Fakih Mansour, Runtuhnya Teori Pembangunan dan Globalisasi, (Yogyakarta: Insistpress,  2009), hlm. 46-47.

[3] Ibid.

[4] Sztompka Piort, Sosiologi Perubahan Sosial, (Jakarta: Prenada, 2004), hlm. 152-153.

[5] Abdulsyani, Sosiologi, Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 1994), hlm. 176-177.

[6] Wilbert E. Moore, “Social Verandering” dalam Social Change, diterjemahkan oleh A. Basoski, Prisma Boeken, Utrech, Antwepen, 1965, hlm. 129.

[7] Soekanto Soerjono, op.cit., 2001, hlm. 387.

[8] Ibid., hlm. 384.

[9] Lauer, Robert H., Perspektif Tentang Perubahan Sosial, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), hlm. 431-432.

[10] Lerner, Modernization, Social Aspeccts, International Encyclopedia of the Social Science, hlm. 387.